Susahnya Jadi Agen Asuransi, Jadi Musuh Masyarakat karena Dianggap Penipu dan Gila Komisi

Susahnya Jadi Agen Asuransi, Jadi Musuh Masyarakat karena Dianggap Penipu dan Gila Komisi

Susahnya Jadi Agen Asuransi, Jadi Musuh Masyarakat karena Dianggap Penipu dan Gila Komisi (Pixabay.com)

Sebagai orang yang bekerja di lembaga keuangan seperti Bank, saya bersyukur bisa mengenal berbagai produk keuangan sejak pertama kali bekerja. Pada tahun pertama bekerja, saya sudah membeli produk asuransi jiwa meskipun nominalnya masih recehan. Sekitar setahun lagi, masa pertanggungan asuransi jiwa saya akan berakhir.

Berhubung sekarang sudah punya istri, saya berencana untuk membeli polis lagi. Atas saran atasan di kantor, beliau menyarankan saya untuk coba saja jadi agen asuransi. Selain tetap dapat komisi meski beli buat diri sendiri, saya juga bisa dapat pendapatan tambahan kalau berhasil jualan ke orang lain.

Setelah berkenalan dengan salah satu leader dan mempelajari prospeknya, akhirnya saya berhasil lulus sertifikasi AAJI (Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia) dan boleh berjualan asuransi. Namun, ternyata tidak semudah itu. Meski hampir semua anggota keluarga saya tidak memiliki asuransi jiwa, banyak dari mereka yang tidak berniat membeli asuransi. Berikut beberapa alasannya.

Buat makan aja susah, boro-boro mikirin asuransi

Ini alasan paling masuk akal. Selama ini asuransi dikenal eksklusif masih dimiliki oleh orang-orang golongan menengah ke atas. Ya minimal kerja kantoran level manajer ke atas.

Orang beli asuransi karena ingin memastikan keluarga yang ditinggalkan dapat meneruskan hidup tanpa harus panik jual aset meski pencari nafkah utama meninggal dunia. Biasanya bertujuan juga agar setidaknya dana pendidikan anak aman sampai lulus kuliah dan mandiri.

Nah, alasan ini tidak relate bagi sebagian masyarakat yang kebutuhan sehari-hari saja pas-pasan. Boro-boro asuransi, buat nabung aja tidak ada sisa. Hal ini sebenarnya bisa disiasati dengan membeli asuransi jiwa yang “murah” dulu. Nanti, jika ada rezeki lebih bisa tambah lagi sampai mencapai uang pertanggungan yang maksimal.

Kebanyakan bohongnya

Tidak dapat dimungkiri, citra asuransi di Indonesia tidak terlalu baik. Apalagi beberapa waktu belakangan ini sempat ada kasus beberapa penyedia asuransi yang bermasalah. Mulai dari klaim yang tidak dibayar, perusahaan yang bangkrut, sampai manajemen perusahaan asuransi yang melakukan korupsi. Belum lagi penjualan yang hanya memberikan janji manis tanpa menjelaskan risiko dari setiap produk.

Hal-hal semacam ini sebenarnya bisa diminimalkan dengan cara hanya membeli asuransi dari perusahaan yang terbukti memiliki reputasi dan kinerja yang baik. Selain itu, pilih agen asuransi yang memang peduli dan mau menjelaskan produk serta risiko yang ada secara transparan, bukan cuma yang kebelet dapat komisi.

Bikin rugi

Ini juga salah satu mispersepsi yang paling umum terjadi di masyarakat. Mengharap keuntungan dari beli asuransi. Padahal asuransi itu bukan investasi, melainkan proteksi. Ibarat rumah mewah, rela keluar uang untuk pakai jasa satpam. Kalau tidak kerampokan ya bersyukur karena masih diberi keselamatan. Tapi, seandainya ada kejahatan setidaknya bisa diminimalkan dampaknya.

Begitu juga asuransi. Bisa menyelamatkan keuangan si pemegang polis kalau terjadi kejadian yang tidak diinginkan. Tapi kalau si pemegang polis sehat-sehat saja ya justru sesuatu yang patut disyukuri.

Untuk produk asuransi yang digabungkan dengan investasi atau dikenal unit link, saat ini penjualannya diawasi secara ketat oleh OJK. Bahkan setiap pembelian polisnya harus dilengkapi rekaman suara nasabah, disebabkan banyaknya keluhan nasabah terkait produk ini. Buat yang nggak mau rugi-rugi amat, sudah banyak produk asuransi yang memberi jaminan uang premi kembali 100% kalau tidak ada klaim.

Agen asuransi yang cuma mikirin prospek dan komisi

Salah satu hal paling menyebalkan dari asuransi adalah para agen yang nenawarkan produk secara maksa tanpa lihat kebutuhan si calon nasabah. Apalagi kalau agennya teman sendiri. Kadang pertemuan yang niat awalnya cuma ingin silaturahmi dijadikan ajang prospek mencari nasabah.

Sebenarnya tidak ada masalah kalau agen memperkenalkan dirinya. Tapi, stop sampai di situ. Kalau calon nasabah tertarik dan ingin mendengar penjelasan lebih lanjut ya nggak apa-apa. Tapi, kalau belum tertarik dan sedang tidak butuh ya jangan dipaksa. Kalau memang rezeki pasti suatu saat akan dihubungi.

Jangan sampai pertemanan terputus hanya karena malas dan lelah dijadikan objek jualan oleh agen asuransi. Buat calon nasabah, nggak perlu malu dan sungkan menolak tawaran yang memaksa. Tapi, boleh lah simpan kontak dan kartu nama agen asuransi. Mungkin suatu saat butuh, hehehe.

Itu dia beberapa tantangan yang dihadapi oleh agen asuransi. Meski pengin dapat komisi, tapi di lubuk hati paling dalam sebenarnya agen juga berharap nasabah mendapatkan proteksi keuangan jika sewaktu-waktu ada kejadian yang tidak diinginkan.

Tidak ada yang paling bikin stres agen asuransi selain klaim nasabah yang dipersulit atau bahkan ditolak. Tidak ada hal yang paling membahagiakan juga jika sewaktu-waktu nasabah meninggal dunia tapi akhirnya ahli waris mendapatkan haknya dan dapat melanjutkan hidup dengan lebih tenang.

Jangan takut sama agen asuransi. Kalau belum butuh sekarang, simpan aja nomornya. Siapa yang tahu kalau suatu saat dapat tambahan rezeki dan bisa beli polis asuransi. Sebab, agen asuransi bukan musuh masyarakat.

Penulis: Salman Alfarisi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Semua Hal yang Perlu Kamu Ketahui Mengenai Pentingnya Asuransi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version