Beberapa minggu terakhir, saya mendapat pesan singkat dari kawan lama semasa SMA sampai dengan kuliah. Nggak hanya satu atau dua orang, tapi, ada lima kawan yang menghubungi saya. Awalnya, mereka basa-basi dan bertegur sapa, lalu curhat soal karier dan dunia kerja. Mereka bukan cerita soal pencapaian atau beban kerja di kantor. Namun, mereka cerita soal betapa sulitnya dapat pekerjaan di usia 30-an.
Sebagai pekerja dengan usia serupa, tentu batin saya teriris. Selain kami seumuran, saya merasa lebih beruntung karena sampai saat ini masih diberi kesempatan bekerja. Sedangkan mereka, masih berjuang mencari sekaligus mendapatkan pekerjaan kembali. Penyebab utama mereka tidak bekerja adalah efisiensi dampak dari pandemi.
Dari cerita ngalor-ngidul yang kami lakukan, akhirnya muncul satu persoalan yang cukup membikin kami tersadar dan menghasilkan suatu kesimpulan. Salah satu tembok besar yang harus dihadapi ketika mencari atau pengin mendapatkan pekerjaan baru adalah faktor usia.
Sebetulnya, usia beberapa kawan saya masih tergolong dalam usia produktif dalam bekerja. Namun, persyaratan usia maksimal dari banyak lowongan pekerjaan sering kali membikin batin meringis. Ada yang mencantumkan usia maksimal 25 tahun, nggak sedikit juga yang 30 tahun untuk level karyawan.
Sebagai rekruter, saya nggak bisa menyalahkan secara serampangan terkait persyaratan tersebut. Saya paham, hal itu sudah menjadi wewenang HRD atau perusahaan. Meski sebetulnya, pada usia 30-an nggak sedikit pelamar kerja punya segudang pengalaman yang, sangat mungkin diaplikasikan untuk lowongan kerja yang dimaksud.
Di sisi berseberangan, ada faktor penyebab lain kenapa di usia 30-an terbilang cukup sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru. Saya akan coba jabarkan satu per satu berdasarkan pengalaman dan diskusi dengan rekan sesama HRD.
Pertama, saingan pelamar kerja yang berusia 30-an bukan hanya yang seusia, tapi juga fresh graduate
Ini adalah realitas yang sangat sulit dihindari. Pencari kerja di usia 30-an terkadang lupa, saingan mereka itu sangat banyak. Salah satunya, tentu saja para fresh graduate. Apalagi fresh graduate sekarang kemampuan dan pengalaman magang/pelatihannya banyak yang mentereng.
Disadari atau tidak, hal tersebut semakin mendesak para pencari yang berusia 30-an harus punya kemampuan unik, kreatif, menguasai bahasa asing, atau apa pun yang bisa dijadikan portofolio sekaligus nilai jual. Tentu saja agar mereka bisa tetap bersaing dengan para fresh graduate dan pelamar kerja lainnya.
Kedua, karena sudah berpengalaman, sering kali HRD atau perusahaan khawatir harapan besaran gajinya tinggi
Hal ini seakan menjadi paradoks tersendiri bagi para pencari kerja di usia 30-an. Dalam beberapa persoalan, ada momen di mana HRD perusahaan merasa, bernegosiasi dengan kandidat berusia 30-an adalah sesuatu yang tricky. Apalagi, jika yang bersangkutan sudah banyak makan asam garam. Belum lagi larut dalam asumsi, “Hm. Punya penyalaman banyak, nih. Kalaupun cocok dari sisi kemampuan, tapi bisa-bisa bakalan alot pas nego gaji.” Singkat kata: banyak maunya.
Namun, tentu saja hal semacam itu tidak bisa digeneralisir. Masih ada, lho, kandidat berusia 30-an yang nggak alot-alot amat soal gaji. Ngikut ketentuan perusahaan aja gitu—selama masih wajar, ya. Itulah kenapa, soal ini, fresh graduate/yang belum berpengalaman biasanya punya peluang lebih baik. Pasalnya, ia dianggap nggak neko-neko saat negosiasi gaji.
Ketiga, bagi sebagian perusahaan, usia 30-an terlalu “senior” untuk level staf
Bagi sebagian perusahaan, karyawan pada usia 30-an idealnya sudah menempati jabatan atau posisi di atas level staf. Selain perhitungan soal anggaran, HRD perusahaan juga akan memikirkan komposisi karyawan. Dalam hal ini, level staf (junior) biasanya akan lebih banyak ditempati oleh para fresh graduate.
Itulah kenapa, sebetulnya akan sedikit lebih aman dan punya peluang lebih besar jika pencari kerja berusia 30-an, punya kemampuan tertentu agar bisa menempati posisi senior staf, supervisi, atau leader. Meskipun begitu, sah-sah saja kalaupun tetap pengin melamar untuk level staf dengan benefit sesuai harapan. Intinya, terus tebar jaring sebanyak-banyaknya. Kita nggak akan pernah tahu hasil yang akan didapat kalau nggak dicoba sama sekali.