Surat untuk Pejuang Wisuda LDR 2020: Tenang, Kalian Tidak Perlu Sedih

Surat untuk Pejuang Wisuda LDR 2020: Tenang, Kalian Tidak Perlu Sedih

#WisudaLDR2020 bertujuan menyemangati yang tak bisa wisuda secara fisik dengan mengunggah foto wisuda yang dimiliki. Namun, di mana letak dukungannya, Sahabat?

Saat membuka Instagram tiba-tiba timeline saya dipenuhi dengan orang-orang yang mengunggah foto wisuda mereka yang telah lewat, dengan caption motivasi. Awalnya saya tidak nyambung dengan maksud mereka. Kemudian saya menelusuri tagar yang digunakan, yaitu #WisudaLDR2020. Ternyata ini challenge untuk memamerkan foto wisuda, yang bertujuan untuk memberi semangat kepada teman-teman yang tidak bisa wisuda karena pandemi. Tapi, alih-alih bikin sumringah, justru challenge ini malah bikin makin nelangsa. Nah, buat kalian lulusan 2020 yang terpaksa belum bisa wisuda, saya punya beberapa alasan agar kalian tidak patah hati, sumpek, menangis. Percayalah, tidak wisuda bukan akhir dari segalanya.

Wisuda Hanya Seremonial yang Membosankan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wisuda adalah peresmian atau pelantikan yang dilakukan dengan upacara khidmat. Lah, tidak salah lagi jika wisuda menjadi acara yang membosankan. Sebab dinamakan upacara khidmat juga memang harus khidmat alias tidak boleh begajulan atau bercanda. Ditambah lagi, di dalam ruangan mahasiswa hanya akan duduk-duduk menunggu namanya dipanggil.

Nah, ketiduran jadi kegiatan yang sering dilakukan mahasiswa waktu menunggu giliran, termasuk saya. Eh. Bagaimana tidak, sejak pagi buta sudah harus persiapan make up, dll, dll. Terus di dalam cuma duduk. Ya ngantuk, Bozqu.

Lah, dari sini acara wisuda memang berbau seremonial. Atau acara yang jika tidak dilakukan pun tidak akan mengurangi pencapaian sebelumnya. Tanpa wisuda tidak menghilangkan keabsahan kelulusan kita dari perkuliahan. Semacam resepsi, jika tidak ada pun tidak lantas membuat pernikahan menjadi tidak sah.

Tidak Perlu Ribet dengan Segala Macam Perintilan Wisuda

Sebelum hari H proses wisuda memang banyak hal yang perlu disiapkan, itulah mengapa saya sebut perintilan. Karena bukan cuma satu yang harus disiapkan.

Pertama, mengurus pendaftaran wisuda. Mahasiswa akan diberikan lembaran yang berisi syarat kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi. Mulai dari telah mengunggah jurnal skripsi pada e-perpustakaan, menyelesaikan tes TOEFL, menyetorkan copy file skripsi pada fakultas dan prodi, kemudian yang terakhir bebas tanggungan biaya pada koperasi, perpustakaan, dan bidang akademik. Semua syarat tersebut harus mendapatkan persetujuan berupa tanda tangan atau paraf dari masing-masing kepala bidang. Tentu saja, mahasiswa harus rela antri untuk itu. Ini melelahkan, loh. Padahal, baru juga mau daftar.

Kedua, tidak perlu repot bangun pagi buta untuk make up. Demi tampilan wisuda yang membahana, perempuan harus rela bangun dini hari untuk datang ke salon atau tempat merias wajah. Semua tukang rias untuk wisuda akan selalu ramai dan antre, biasanya mereka akan memulai merias pukul 2 dini hari hingga pukul 6 pagi. Dengan durasi segitu, perias mampu merias sekitar empat sampai lima orang. Saya yang malas untuk bangun dini hari demi make up kesulitan menemukan MUA yang memulai rias dengan jam yang manusiawi. Kalaupun ada, tentu itu MUA dengan slot sedikit, sepak terjangnya belum jauh, dan hasilnya ya biasa saja. Hadeeeh, cantik itu ribet. Sedangkan untuk laki-laki, kalian juga tetap harus pagi, sebab saya yakin kalian was-was telat masuk ruangan.

Ketiga, kita tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan foto yang hanya empat kali jepretan. Acara penutup yang seolah menjadi kewajiban adalah foto bersama keluarga ataupun teman-teman. Tidak heran, jika waktu wisuda, banyak tempat yang tiba-tiba disulap menjadi studio foto lengkap dengan background rak buku andalan. Untuk mendapatkan foto, kita hanya disediakan pilihan paket dengan jumlah foto dan waktu yang sangat terbatas. Sialnya, fotonya hanya satu sampai dua menit, antre nunggu gilirannya bisa satu jam. Seharusnya saya bisa memilih studio dekat rumah atau studio lain, tapi orang tua saya tidak mau. Ribet katanya. Padahal ya sama saja. Astagfirullah, benar-benar berlatih sabar adalah kunci mengurus perintilan wisuda yang harusnya mudah.

Nah, untuk pejuang #WisudaLDR2020 kalian bisa membuat rumah menjadi tempat foto wisuda sesuai yang kalian mau. Selain lebih murah dan foto kalian pasti lebih unik. Tidak lupa, tanpa gobyos antre juga bisa action sampai modar. Atau kalian bisa datang ke studio foto dekat rumah, tentukan waktu dan jamnya. Tidak perlu antre lama, sebab tidak mungkin ada 100 mahasiswa yang rumahnya dekat dengan studio tersebut. Tetapi tetap jangan lupa foto dengan protokol kesehatan, it’s corona time. Hahaha.

Terhindar dari Sifat Riya’

Saat mengikuti wisuda secara otomatis kebanyakan orang akan mengunggah momen tersebut pada media sosial. Entah itu foto atau video. Mulai dari update bangun pagi, sedang make up, nama dipanggil, atau hanya sekadar sambat ruangan panas juga rasa kantuk yang tiada tara. Secara tidak langsung, kita memamerkan hal itu. Padahal kita tidak tahu kalau ada hati yang sakit ketika melihat hal tersebut. Mungkin kakak kelas yang tak kunjung lulus, atau teman seangkatan yang belum segera lulus. Mungkin terkesan berlebihan kalau cuma melihat foto suasana wisuda saja sakit hati. Tapi hal itu nyata kan, bayangkan saja dulu kalian seolah-olah mengucapkan “besok kita lulus bareng ya,” eh malah ditinggal. Seperti dkhianati sama janji palsu.

Lah dengan kalian #WisudaLDR2020 tentu kalian tidak memiliki suasana wisuda klasik yang harus dipamerkan, dengan begitu kalian mengurangi satu dosa menyakiti orang lain. Mulia bukan? Oh iya itu foto ijazah yang dipunya ya lebih baik tidak perlu di-upload. Toh, itu cuma tanda kalian pernah sekolah, ilmunya belum tentu ada kan. Kalau terlanjur dipamerkan ya sudah, lebih baik kalian banyak istigfar saja. Anggap khilaf sudah riya’.

Jadi, bagaimana apakah sobat #Wisudaldr2020 sedikit tercerahkan? Sekali lagi, wisuda memang perlu untuk kenang-kenangan. Tetapi, proses menyelesaikan tugas akhir itu justru yang lebih patut dikenang. Kegigihan melawan rasa malas. Kesabaran berkutat dengan revisi dosen. Juga keseriusan dalam mengerjakannya. Jadi, saya ucapkan, selamat atas keberhasilan kalian melewati proses. Toh, saya kasih bocoran, fresh graduate jauh lebih membutuhkan koneksi ke perusahaan alias orang dalam, ketimbang cuma pusing mikir wisuda.

BACA JUGA Mbak Nana, Tagar #WisudaLDR2020 Itu Bukannya Nyemangatin Malah Bikin Sedih atau tulisan Alvi Awwaliya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version