Sudah Saatnya Soto dan Pecel Lele Lamongan Gantian Memberi Panggung untuk Nasi Boran

Sudah Saatnya Soto dan Pecel Lele Lamongan Memberi Panggung untuk Nasi Boran

Sudah Saatnya Soto dan Pecel Lele Lamongan Memberi Panggung untuk Nasi Boran (Hidayatus Syifa via Wikimedia Commons0

Lamongan nggak melulu soto dan pecel lele lho, ada juga yang namanya nasi boran.

Saya lahir dan tumbuh di sebuah desa di Lamongan sebelum akhirnya merantau ke Jogja untuk kuliah. Ketika mendengar kata Lamongan, kebanyakan orang akan familier dengan kuliner soto dan pecel lelenya. Selain dua hal itu, beberapa orang—terutama fans sepak bola—pasti juga akan teringat dengan Persela. Iya, tim yang justru turun kasta dari liga 1 ke liga 2 setelah banyak lapangan sepak bola di kotanya direnovasi waktu itu. 

Walaupun saya asli Lamongan, saya bukan salah satu dari ratusan bakul soto atau pecel lele yang biasa Anda temui di pinggir jalan. Saya merasa perlu menegaskan ini lantaran pertanyaan apakah saya bakul soto atau pecel lele selalu muncul tiap kali saya bertemu dengan orang baru. Saya cuma bisa menggoreng tempe dan bikin sambal ala-ala pecel lele-an, itu pun sering kali keasinan.

Berkuliah lalu memutuskan untuk lanjut bekerja di Jogja membuat saya sering kali ngiler ketika melihat Instastory teman-teman saya yang berada di Jawa Timur, khususnya Lamongan, Surabaya, dan Malang. Mereka sering kali membuat Instastory ketika sedang menikmati makanan khas Jawa Timuran yang kebanyakan pedas dan gurih. Maklum, ada banyak makanan asli Jawa Timur yang sulit atau bahkan tidak bisa saya temukan di Jogja. Nasi boran Lamongan salah satunya.

Banyak penjual nasi boran di Lamongan

Jika Anda kebetulan sedang berkunjung ke Lamongan, terutama bagian kota, Anda akan melihat banyak penjual nasi boran yang berada di kanan dan kiri jalan. Kata “boran” sendiri berasal dari tempat nasi yang terbuat dari anyaman bambu. Jadi, bisa kita simpulkan kata “nasi boran” berasal dari nasi yang ditaruh di boran. 

Yang paling saya suka dari nasi boran ialah sambalnya. Lezatnya sambal berwarna oranye dipadukan dengan berbagai macam lauk mulai dari ayam, udang, bandeng, otak-otak, hingga ikan sili pasti membuat siapa pun ngiler. Kalau tidak percaya, coba saja datang ke Lamongan untuk mencicipinya.

Sayangnya, ada yang membuat hati saya agak kecewa sejauh ini. Bagaimana bisa makanan seenak dan selezat itu susah sekali saya jumpai di luar Jawa Timur. Bahkan di kota-kota lain di Jawa Timur pun keberadaannya masih jarang. Hal ini membuat saya tak jarang hanya bisa mengomentari Instastory teman-teman saya dengan emoji lidah menjulur keluar alias melet.

Tolong beri panggung untuk nasi boran

Melalui tulisan ini, mewakili teman-teman perantau, saya ingin memberi masukan kepada para penjual soto dan pecel lele untuk memberi panggung kepada nasi boran. Setelah sekian lama soto dan pecel lele mendapatkan panggung yang cukup di khazanah kuliner kaki lima, saya rasa inilah saatnya nasi boran menunjukkan pesonanya.

Saya sadar betul bahwa keinginan saya ini tidak mudah untuk diwujudkan. Tapi saya tahu, orang Lamongan mempunyai jiwa bertarung dan mental yang sama sekali tak bisa diremehkan. Hal itu sudah sangat terbukti dengan keberadaan warung soto dan pecel lele di seluruh penjuru tanah air.

Dengan tekad dan kemauan kuat yang dimiliki orang Lamongan dan lezatnya nasi boran, saya yakin suatu saat nasi boran akan mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia. Bukan tidak mungkin nasi boran akan mengikuti jejak saudaranya, soto Lamongan, yang sudah menjadi salah satu rasa dari Indomie.

Penulis: Firdaus A’la Illiyyin
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Saya Orang Lamongan, dan Saya Tetap Makan Lele.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version