Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) 2025 berlangsung sejak minggu kemarin. Momen ini menjadi penentu nasib bagi beberapa siswa yang hendak melanjutkan cita-citanya dengan masuk ke perguruan tinggi impiannya.
Seleksi ini menjadi salah satu dari jalur penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN), terutama bagi siswa yang tidak berhasil di jalur penerimaan berbasis prestasi. Masalahnya, banyak masalah yang menerpa proses seleksi ini.
Selain beberapa kasus kecurangan, terdapat topik lain yang menjadi kisruh antara peserta seleksi dengan panitia SNBT 2025. Kisruh ini justru berasal dari materi yang sering disepelekan, yaitu Bahasa Indonesia, khususnya di subtes LBI.
Materi yang berkaitan dengan bahasa Indonesia dalam SNBT terbagi dalam 3 subtes. Mereka adalah Penalaran dan Pengetahuan Umum (PPU), Pemahaman Bacaan dan Menulis (PBM), dan Literasi dalam Bahasa Indonesia (LBI).
Jika melihat soal-soalnya di SNBT 2025, PPU lebih cenderung ke arah kemampuan logika dalam bidang bahasa. Di sisi lain, PBM cenderung ke arah kemampuan teknis berbahasa, seperti ejaan, kalimat, dan sebagainya.
Awal mula kisruh tes Bahasa Indonesia SNBT 2025
Banyak peserta yang sering meremehkan LBI. Mereka memahami sebatas sebagai “literasi Bahasa Indonesia”. Dengan kata lain, materinya hanya berkaitan dengan kemampuan membaca dan memahami teks.
Padahal, LBI adalah kepanjangan dari “literasi dalam Bahasa Indonesia”. Maksudnya, materi ini tidak hanya menguji kemampuan membaca dan memahami teks, tetapi juga menyelesaikan soal-soal berdasarkan teks yang membahas berbagai bidang ilmu, termasuk sains, seperti kimia, fisika, hingga biologi.
Melansir konferensi pers di akun YouTube SNPMB 2025, Eduart Wolok selaku ketua Tim Penanggung Jawab Panitia menjelaskan bahwa memang terjadi kesalahpahaman di peserta. Mereka menganggap bahwa LBI hanya tentang membaca dan memahami. Padahal, panitia seleksi memiliki maksud lain.
Permendikbudristen No. 48 Tahun 2022 memang secara eksplisit menjelaskan bahwa materi yang diuji dalam SNBT 2025 adalah potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam Bahasa Indonesia, dan literasi dalam Bahasa Inggris.
Kepanjangan LBI secara eksplisit sudah dijelaskan di dalamnya, yaitu “Literasi dalam Bahasa Indonesia”. Dengan kata lain, materi yang diuji adalah bidang literasi, khususnya literasi yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya.
Di sini, maksud dari panitia seleksi SNBT 2025 bisa dicerna, yaitu menguji kemampuan dan pengetahuan calon mahasiswa untuk mengolah informasi dari berbagai bidang ilmu. Itulah sebabnya, teks yang diujikan bisa berasal dari topik apa saja.
Misalnya dengan mengambil dari bidang ilmu yang berkaitan dengan topik teksnya. Sebagai contoh, jika teksnya mengangkat topik tentang proses reaksi suatu kimia, maka soal yang diberikan akan berkaitan dengan bidang ilmu kimia, meski tidak dijelaskan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.
Selama bisa memahami, seharusnya siswa juga bisa menyelesaikan soalnya, bukan? Begitu kiranya dari panitia seleksi.
Tidak semua siswa belajar materi yang sama
Dari perspektif yang berbeda, para peserta seleksi SNBT 2025 mempunyai argumen yang berbeda, terutama bagi siswa yang berasal dari penerapan Kurikulum Merdeka. Tidak setiap siswa mempelajari materi saintek yang diujikan dalam LBI, termasuk fisika, kimia, dan sebagainya.
Selain itu, materi yang diujikan dalam LBI sudah lekat dengan soal tentang materi Bahasa Indonesia sejak tahun sebelumnya. Misalnya seperti gagasan utama, informasi yang sesuai, dan sebagainya.
Materi LBI yang begitu beragam memang tidak adil, terutama jika membandingkannya dengan penerapan kurikulum sekolah yang sudah memberikan materi secara spesifik kepada setiap siswanya. Semakin sulit rasanya mempelajari bidang ilmu yang tidak pernah dipelajari selama 3 tahun bersekolah, tetapi harus menguasai dalam waktu persiapan yang singkat.
Jalan tengah: Evaluasi untuk seleksi yang lebih adil dan berimbang
Dari kisruh LBI SNBT 2025 ini, setidaknya beberapa hal bisa diambil sebagai evaluasi. Bagi para calon peserta yang akan mengikuti seleksi berbasis tes di tahun mendatang, masalah ini bisa menjadi peringatan bahwa setiap bidang ilmu punya peranan penting, termasuk Bahasa Indonesia yang sering dipandang sebelah mata karena dianggap mudah.
Buktinya, kata “dalam” bisa memberi perbedaan yang sangat jauh dalam sebuah singkatan dan menentukan nasib beribu orang yang mengikuti seleksi. Selain itu, ada baiknya untuk memperhatikan dan berpikir kritis dengan setiap proses seleksi. Termasuk informasi awal yang dijelaskan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang serupa di dalamnya.
Bukan tidak mungkin, jika subtes literasi dalam Bahasa Inggris akan mengangkat soal uji yang serupa, bukan?
Bagi panitia seleksi SNBT 2025, kisruh ini tentu tidak bisa diabaikan. Literasi sendiri memang didefinisikan tidak hanya sebagai kemampuan baca-tulis, tetapi juga pengetahuan dan kemampuan dalam mengolah informasi yang diberikan.
Tentu saja, informasi yang diberikan tidak boleh mentah. Bagaimana caranya mengolah informasi yang mentah jika caranya saja tidak pernah diajarkan selama bersekolah?
Peserta SNBT 2025 tidak hanya lulusan SMA
Kita harus ingat bahwa peserta seleksi tes SNBT 2025 tidak hanya datang dari SMA, tetapi juga SMK, madrasah aliyah, pondok pesantren, dan sederajat. Jangan sampai, seleksi ini makin memperlebar kesenjangan antarlembaga sekolahnya. Ironis rasanya. Bukankah hakikat pendidikan sendiri adalah mengajarkan, bukan beradu keberuntungan?
Jika memang masih dirasa adil untuk memberi materi yang sedemikian timpangnya, setidaknya penting untuk menjelaskan materi uji sejak secara lebih rinci agar proses tes berlangsung secara lebih adil dan berimbang. Jika dilihat di laman resmi SNPMB, penjelasan tentang materi yang diujikan dalam SNBT hanya menyalin dari Permendikbudristen No. 48 Tahun 2022. Entah malas atau sudah terlalu repot dengan membuat soal tetapi tidak ada salahnya juga jika hendak menjelaskan sub materi yang akan diuji, termasuk di LBI.
Jika perlu, berikan penjelasan khusus mengenai perubahan materi uji dari tahun sebelumnya. Toh, ini tidak akan membuat soal-soal tes yang diujikan di SNBT 2025 menjadi terlalu mudah.
Soal tes akan tetap sulit bagi mereka yang tidak belajar dan bisa dikerjakan bagi mereka yang belajar. Asalkan, mereka tahu (setidaknya) bidang ilmu yang perlu dipelajari. Tidak adil rasanya jika berada di posisi mereka, bukan?
Ibaratnya, keadilan dalam SNBT 2025 ini tidak dilakukan dengan mengarahkan peserta ke labirin tanpa petunjuk, tetapi dengan memberikan rambu-rambu yang jelas agar setiap peserta memang benar diuji dari kemampuannya dalam memahami informasi yang diberikan.
Informasi yang lebih rinci juga membuktikan transparansi dalam proses seleksi sehingga setiap peserta memiliki kesempatan yang sama. Terlepas dari latar belakang sekolah yang beragam dengan kurikulum yang beragam pula.
Penulis: Ahmad Sulton Ghozali
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 4 Pilihan jika Gagal UTBK-SNBT, Tak Perlu Buru-buru Jadi Mahasiswa Baru
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
