Situbondo adalah kota tempat saya dilahirkan. Sempat saya tinggal selama 4,5 tahun untuk kuliah, tapi toh akhirnya balik lagi dan kemungkinan besar akan tinggal sampai lumutan di kota ini.
Kotanya sangat biasa bagi saya. Meskipun banyak yang bilang Situbondo punya banyak wisata, pantainya banyak, sejarahnya panjang, dan blablabla lainnya, Situbondo masih tampak sederhana dan rendah hati bagi saya.
Kotanya nggak terlalu ramai, paling ramainya dengan kendaraan yang melintasi jalur Jawa-Bali aja. Selain itu, tidak ada.
Oleh karena sederhana dan sedikit manis bagi saya, Situbondo ini sebenernya cocok buat jadi tempat tinggal sampai tua. Sangat cocok apalagi nggak butuh beberapa hal di bawah ini.
Daftar Isi
Toko buku yang besar
Situbondo ini jaraknya nggak jauh dari Jember. Hanya butuh waktu dua jam dari Situbondo ke Jember pakai motor dengan kecepatan standar.
Tapi, ada hal berbeda yang sangat saya rasakan.
Waktu kuliah di Jember, saya sering bolak-balik toko buku. Entah itu untuk beli atau cuma liat-liat aja. Di Jember ada Gramedia dan Togamas yang jadi tempat buat belanja buku. Tempatnya emang biasa, tapi terasa begitu menyenangkan saat saya berkunjung ke sana.
Sepulangnya ke Situbondo setelah saya lulus, saya tidak bisa merasakan itu lagi. Perasaan senang membolak-balik buku yang plastiknya sudah disobek, atau sekadar melihat buku-buku yang baru saja rilis dan mulai masuk ke Gramedia atau Togamas.
Sebenernya bisa-bisa aja untuk belanja buku secara online. Tapi pengalaman waktu beli buku langsung dari tokonya sangat berbeda bagi saya. Yap, saya lebih suka berbelanja langsung ke tokonya.
Tapi ini nggak bisa saya lakukan di Situbondo karena nggak ada toko yang sebesar itu. Ada toko buku, cuma yang dijual buku gambar, buku tulis, dan beberapa stationery lainnya. Bagi yang mau tinggal di sini, nggak apa-apa asal kuat nggak belanja buku langsung karena nggak ada toko fisiknya.
Tidak ada tempat nge-date yang proper di Situbondo
Saya emang belum pernah pacaran dari lahir sampai sekarang. Tapi untuk obrolan ini, saya sering denger dari temen-temen yang lagi nyari tempat buat ngedate.
Bagi mereka, Situbondo tidak menyediakannya. Ada beberapa cafe di sini, tapi rata-rata nggak nyaman buat menghabiskan waktu berdua. Alasannya nggak ada space buat hanya duduk berdua dan ngobrol santai dengan pasangan. Tempatnya begitu ramai dan kursi buat duduknya bersebelahan.
Jika bersebelahan dengan orang yang ngedate juga, nggak masalah. Bayangin kalau bersebelahannya sama orang-orang caper yang kadang teriak-teriak pas nongkrong bareng temennya? Suasana yang terbangun antara pasangan jelas kacau dan amburadul dibuatnya.
Baca halaman selanjutnya
Berteman dengan orang yang jiwa sosialnya kelewat tinggi
Tidak hanya dua hal di atas. Di Situbondo, urusan seseorang adalah bahan yang begitu lezat untuk dipergunjingkan. Jika kamu pacaran dengan si A misalnya dan kelihatan lagi ngedate, mampus. Bakal diomongin.
Nggak cuma ngomong di belakang. Banyak yang langsung nanya, “Kamu lagi deket sama si A, ya?” Eits, belum berhenti di situ.
Ada lanjutannya. Gini, “Kok mau sama si A, kan si A mantannya ini pernah juga sama si ini dan dia suka begitu,” dan seterusnya. Bisa dipikir sendiri gimana kelanjutannya.
Ikut campur urusan orang lain adalah hal lumrah di sini. Jiwa sosialnya begitu tinggi, bahwa kelewat tinggi sampai mau ngurusin hidup yang dijalani oleh teman-teman dan orang lain.
Jatuh cinta dan menaruh perasaan pada seseorang di Situbondo, tidak akan pernah sesederhana puisi Pak Sapardi.
Perasaan yang awalnya begitu murni, jadi tercemar dengan mulut orang-orang berjiwa sosial tinggi.
Mau nikah sama pasanganmu? Bentar dulu. Ada tim pencari fakta di lapangan yang siap buat nyari bahan-bahan pergunjingan. Hingga akhirnya muncul begini, “Ih dia kok sama ini, ya,” “Ih itu pasangannya ternyata begini,” dan lain sejenisnya.
Tidak ada pusat perbelanjaan besar dan tempat hiburan di Situbondo
Sepertinya, saya nggak salah kalau bilang kalau Situbondo adalah tempat yang begitu terbatas.
Banyak hal yang bisa kamu peroleh di kota-kota besar dan tidak bisa didapatkan di Situbondo. Pusat perbelanjaan besar dan tempat hiburan, misalnya.
Tempat perbelanjaan di sini yang paling besar itu cuma dua. Namanya KDS dan Roxy. Ya, cuma itu. Nggak ada opsi lain buat belanja.
Tempat hiburan? Ada sebenernya. Contohnya karaoke. Tapi di sini, karaoke udah jadi tempat yang dapet stigma: bukan tempat yang cocok buat keluarga dan isinya negatif semua. Selain itu? Tidak ada.
Mau nonton bioskop? Tenang, di sini nggak ada kok. Adanya di Bondowoso dan Jember. Yap, kalau mau nonton bioskop harus melalui beberapa jam perjalanan dulu. Dan itu sudah beda kota, hehehe.
Tempat penginapan untuk tujuan khusus
Saya punya teman yang orangtuanya sering menerima tamu untuk kebutuhan bisnis tertentu.
Orang tuanya tak pernah sekalipun memilih tempat penginapan yang ada di Situbondo. Ada hotel yang cukup bagus sebenarnya, cuma sangat kurang entah dari segi tampilan, layanan, semua hal yang ada di hotel.
Ia sering memilih hotel yang ada di kota sebelah, yakni Bondowoso atau Banyuwangi. Di kedua kota itu, ada banyak hotel ternama dan cocok buat tujuan tertentu seperti kebutuhan bisnis. Contohnya kalau di Bondowoso ada Ijen View Hotel & Resort, Dreamland Hotel and Lounge, Hotel Palm, Grand Padis, dan beberapa hotel mewah lainnya.
Di Banyuwangi ada Aston Hotel, Kokoon Hotel, El Hotel, Dialoog, Luminoor, dan Solong Hotel Banyuwangi. Mau nemu berbagai jenis hotel kek gini di Situbondo? Bentar, nunggu 50 tahun dulu.
Ada sebenernya yang bagus, cuma kamarnya dikit dan sering full booked. Untuk kebutuhan mendadak, jelas nggak bisa.
Masih banyak sebenernya yang nggak ada di Situbondo seperti universitas negeri yang bagus, stasiun kereta api, bandara, tempat buat fancy dinner with candle light, dan satu lagi sekaligus yang terakhir, perusahaan bergaji tinggi. Secara singkatnya sih, Situbondo kelewat sederhana.
Tertarik tinggal di sini?
Penulis: Firdaus Al Faqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Situbondo, Madura Swasta yang Kaya Sejarah