Sinetron ‘Suara Hati Istri: Zahra’, Analisis Sinetron tentang Remaja yang Jadi Istri Ketiga Om-om

Jika dalam beberapa bulan terakhir, banyak berita tentang maraknya kisah cinta antara Mas Al dan Andin di sinetron Ikatan Cinta. Bulan Juni dibuka dengan keramaian (atau keributan?) tentang salah satu sinetron yang berjudul Suara Hati Istri: Zahra. Lantaran tidak ingin merasa ketinggalan berita, maka saya pun sok-sokan mencoba melakukan sedikit analisis supaya semakin ribut. Hahaha.

Keributan dimulai karena cerita sinetron Suara Hati Istri ini yang memang mengundang pancalan. Sinetron ini berkisah tentang seorang lelaki yang sudah memiliki dua istri, tapi kemudian malah naksir pacar adiknya yang masih remaja. Perihal taksir menaksir ini tidak berhenti di situ saja. Dia memaksa Zahra, remaja tersebut, untuk mau menikah dengannya. 

Menjadi istri ketiga tentunya agak sedikit creepy bagi Zahra yang notabene masih dalam usia sekolah. Ada adegan dia ketakutan saat malam pertama, lalu bayangkan bagaimana perasaannya yang harus beradaptasi dengan dua istri lain dari suaminya. Belum lagi sikap suaminya sendiri yang kasar dan sok superior. 

Hmmm, ceritanya memang sangat ‘Indonesia’ sekali. Yang jadi masalah adalah pemeran Zahra di sinetron ini, yaitu Lea Ciarachel Fourneaux yang ternyata juga masih remaja berusia lima belas tahun. Warganet protes, para aktivis juga merasa tidak terima. Si aktris membela diri, akun gosip menyebut bahwa memang ada saja pihak yang iri dan pasti tidak terima karena sinetron ini meraih rating yang bagus. Hilih! Kita bahas satu per satu yuk keanehan di sinetron Suara Hati Istri ini.

#1 Pembelaan si aktris

Lea Ciarachel, saat menanggapi protes warganet, sempat berkata bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang peran yang akan dimainkannya ini. Dia datang ke lokasi dan langsung mulai syuting, kurang lebih begitu katanya. 

Dia sendiri merasa tidak nyaman dengan perannya, dia tidak nyaman dengan cerita dari sinetronnya. Tapi masih diteruskan.

Ada yang aneh? Jelas. 

Bukankah harusnya manajemen Ciarachel menginfokan terlebih dahulu ke talent mereka tentang project yang akan dijalankan? Bukankah harusnya manajemen memberitahu pada talentnya peran apa yang akan dimainkan? Bukankah seharusnya dalam sebuah project, entah sinetron atau film, ada proses reading dulu supaya aktrisnya tahu tentang isi cerita sinetronnya? Bukankah agak sedikit aneh bila si aktris menjawab semuanya sudah diatur oleh manajemennya tanpa meminta persetujuannya? Atau meminta kesepakatan dari orang tua si aktris karena notabene dia adalah seorang remaja yang masih underage? 

Semuanya terlihat aneh di mata saya. 

#2 Kesepakatan antara pihak manajemen dan orang tua si aktris

Saat si aktris meminta pada warganet untuk tidak menyalahkan orang tuanya atas apa yang terjadi, ini membuat saya semakin bingung. 

Dia ini usianya belum mencapai usia yang dianggap sudah bisa bertanggung jawab akan dirinya sendiri lo. Masih lima belas tahun. Secara otomatis, orang tuanya (harusnya) masih bertanggung jawab penuh atas apa yang dilakukan oleh anaknya. 

Dalam penglihatan saya, semestinya bila manajemen ngotot ingin memakai si aktris sebagai pemeran di sinetron ini, orang tua bisa menengahi dan mengambil keputusan. Orang tuanya harusnya lebih paham efek apa yang akan terjadi pada anaknya bila memerankan tokoh Zahra ini. 

Pasalnya, bukan cuma omongan dan komentar pedas dari warganet yang akan dia dapat, melainkan juga efek psikologis dalam memandang pernikahan. 

Bayangkan, dia yang berusia lima belas harus memerankan tokoh remaja yang dipaksa menikah dengan om-om seusia bapaknya, menjalani seks malam pertama dengan tangisan dan ketakutan, hamil tapi masih menerima perlakuan kasar dari si suami baik secara fisik maupun verbal. Bagaimana pola pikirnya nanti? 

Padahal sebenarnya bisa saja tawaran ini ditolak dengan berbagai alasan yang masuk akal. Selalu ada pilihan. Namun, orang tuanya malah setuju dan membiarkan anaknya memulai syuting. Lalu si aktris bilang pada warganet untuk tidak menyalahkan orang tuanya? Ya mana mungkin! 

#3 Mempromosikan talent nggak harus gitu-gitu amat

Mencoba melihat dari sisi pihak manajemen, saya sedikit paham. Bagaimanapun, ada talent yang harus mereka orbitkan. Tapi, hey Ferguso, nggak gitu-gitu amat caranya, ya! 

Pihak manajemen seharusnya bisa lebih bijak dalam memilihkan cara untuk mengorbitkan talentnya, lebih bijak dalam memilih naskah sinetron seperti apa yang akan dimainkan oleh talentnya. Bukan asal oke-oke saja, tapi talentnya berakhir dengan rasa tidak nyaman. Aneh!

#4 Ide cerita yang ngawur

Kemudian kita pindah membahas ide ceritanya. Ya, semua orang bebas mau menulis cerita apa saja, itu hak asasi. Akan tetapi, saat tulisanmu itu dipublikasikan dan menjadi konsumsi publik, beda lagi ceritanya! 

Di sinetron ini, garis besarnya adalah poligami. Ada seorang lelaki yang menikahi tiga wanita. Rasa sakit yang dirasakan masing-masing istri tentu berbeda walau ada kemiripan. Lalu istri ketiganya yang masih remaja dan ternyata adalah pacar adiknya sendiri. Menikung punya orang saja sudah salah, apalagi sampai memaksa untuk menikahi.

Istri ketiganya ini abege yang masih ingin bersenang-senang, tapi harus mengalami paksaan dalam banyak hal. Malam pertama, yang banyak dinantikan oleh para pengantin sejagat raya, terlihat sangat menyeramkan di sinetron ini. Pertama, usia remaja bisa dibilang belum siap dengan kegiatan seks. Kedua, walaupun sudah siap, seks seharusnya merupakan kesepakatan dua belah pihak yang akan menjalani. Kedua belah pihak harusnya merasa nyaman dan aman dengan kegiatan yang akan dilakukan. Tapi bila dengan paksaan, dengan air mata, lah ini sinetron atau cerita seks stensilan?

Si istri ketiga ini juga terlihat sering sekali menangis. Ini daya tarik sinetron Suara Hati Istri? Tai kucing! Tangisan ini menunjukkan ketidakstabilan emosi si remaja yang akhirnya hamil ini. Lho, hamil kan ada suaminya? Gundulmu! Hamil itu bukan sesuatu hal yang enteng kayak warganet dan jempolnya lakukan setiap hari. Saat hamil pun, si suami masih sempat melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal ke istrinya.

Ini cerita apa, sih, sebenarnya?!!11!!!1!

Sebagai orang yang suka menulis fiksi, saya merasa miris. Memang benar, tulisan kita tidak perlu berisi dakwah. Tapi, kita selalu punya pilihan. Percayalah, tulisan yang baik akan mendatangkan manfaat yang baik pula. Baik ke si penulis, juga bagi para penikmatnya. 

Cerita di sinetron ini malah cenderung memancing adanya pemakluman atas poligami, penerimaan atas kekerasan yang dilakukan oleh suami pada istrinya, persetujuan atas pernikahan di usia dini, dan kesepakatan atas kekerasan seks. 

Padahal negara kita malah sudah merevisi undang-undang tentang batas usia minimum pernikahan, yang dulunya adalah enam belas tahun, sekarang menjadi sembilan belas tahun. Bisa kamu intip di UU no 16 tahun 2019 tentang perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang diberlakukan sejak 15 Oktober 2019. Kalau kurang percaya ya, Mylov.

#5 Hentikan semuanya!

Sebagai orang yang pernah bekerja di stasiun televisi swasta, saya paham betul akan pentingnya arti rating. Rating yang bagus menjamin karir yang bagus pula bagi para tim yang ada di belakang sinetron ini. Tapi, sekali lagi, kita selalu punya pilihan. 

Halah, sinetron aja kok diseriusin?

Heh, kampret! Ya jelas saya seriusin, dong! Mayoritas masyarakat kita ini masih demen sekali nonton sinetron. Akan baik-baik saja bila penontonnya ternyata adalah orang-orang dengan pemikiran terbuka yang akhirnya memilih untuk mengabaikan cerita yang embuh ini. 

Namun, bagaimana kalau penontonnya malah menerima cerita ini sebagai sebuah pemakluman seperti yang saya sebutkan di atas? Jangan pura-pura tidak tahu, kasus pernikahan dini, kekerasan seksual pada anak dan wanita, bunuh diri karena tidak kuat dengan paksaan dari suami, masih banyak sekali di Indonesia ini! Mau kalian teruskan? 

Buat yang nonton sinetron ini lalu baper, jadi menye-menye, ya silakan. Itu pilihan kalian. Tapi, please, stop glorifikasi atas sikap si suami biadab ini! Tolong, berhenti sampai jadi penonton saja ya Mylov, jangan kau masukkan ke hati lalu sampai menganggap semua yang dia lakukan itu wajar! Tidak! Apa perlu menunggu kau atau anggota keluargamu dulu yang jadi korban baru kalian itu sadar, heh? 

Tolong hentikan sampai di sini. 

Hei, aktrisnya, manajemennya, orang tuanya, pihak televisinya, warganet! Ayolah, tontonan yang berkualitas masih banyak lo!

Pagi-pagi bikin emosi aja!

Sumber Gambar: YouTube Indosiar

BACA JUGA Aldebaran ‘Ikatan Cinta’ dan Penokohan Tsundere dalam Sinetron Indonesia dan tulisan Dini N. Rizeki lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version