Siapa Bilang SPMB Sekolah Swasta Itu Lebih Gampang daripada Sekolah Negeri? Sini Maju!

Siapa Bilang SPMB Sekolah Swasta Itu Lebih Gampang daripada Sekolah Negeri? Sini Maju!

Siapa Bilang SPMB Sekolah Swasta Itu Lebih Gampang daripada Sekolah Negeri? Sini Maju!

Setiap kali musim pendaftaran peserta didik baru tiba, rumor dan asumsi liar mulai beterbangan. Salah satunya yaitu rumor yang menyebut bahwa pendaftaran SPMB sekolah swasta lebih gampang daripada sekolah negeri. Ini, sudah jadi semacam gosip tahunan dan makin menggila sejak sistem zonasi diberlakukan.

Bahkan, oleh akun IG @lovesuroboyo, pendaftaran sekolah negeri dan sekolah swasta dibandingkan dengan sangat provokatif. Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) sekolah swasta dinarasikan sebagai sebuah proses yang sederhana, seperti garis lurus, karena calon siswa tinggal daftar, bayar dan tunggu tanggal masuk sekolah. Sedangkan pendaftaran ke sekolah negeri digambarkan sebagai benang ruwet karena ada berbagai macam tahapan dan jalur pendaftaran.

Sebagai seorang guru yang mengajar di sekolah swasta, ditambah punya pengalaman mendaftarkan anak di sekolah swasta dan juga sekolah negeri, saya jadi merasa terpanggil untuk meluruskan. Hey, SPMB sekolah swasta itu nggak semudah itu ya kocak!

Sejarah awal narasi ‘mudah’ di sekolah swasta

Harus diakui, dulu sekolah swasta memang dinarasikan serba mudah. Mudah proses pendaftarannya, mudah dapat nilainya, dan yang paling sering diomongin: mudah lulusnya. Asalkan apa? Ya, betul. Asalkan ada uangnya. Duit dan sekolah swasta memang dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Semua tahu itu.

Ditambah lagi, ada sejarah panjang tentang sekolah swasta yang di era 90-an hingga 2000-an awal lebih dikenal sebagai “sekolah buangan”. Label itu diberikan karena sekolah swasta sering jadi pelabuhan terakhir bagi anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri, yang nilainya jeblok, atau yang dikeluarkan karena masalah kedisiplinan. Label “sekolah buangan” itu kemudian melekat selama berpuluh-puluh tahun, lalu diwariskan dari mulut ke mulut, tanpa banyak disaring, bahkan hingga saat ini.

Padahal, zaman sudah berubah. Hari ini, banyak sekolah swasta justru hadir bukan sebagai alternatif terakhir, tapi sebagai pilihan utama. Baik karena pendekatan pembelajarannya, nilai-nilai yang diusung, maupun kualitas pengajaran yang ditawarkan.

Sayangnya, masih ada saja orang yang persepsinya tertinggal di dekade lalu. Yaitu, mereka yang masih percaya bahwa selama ada duit, sekolah swasta akan membuka pintu selebar-lebarnya. Termasuk, untuk urusan penerimaan siswa baru.

Seribet-ribetnya SPMB sekolah negeri, masih lebih ribet SPMB sekolah swasta

Sekarang fokus ke persoalan penerimaan siswa baru.

Jujur saja, saya masih bingung bagian mana yang dianggap orang-orang “sulit” dalam proses SPMB sekolah negeri. Bikin akun? Ya ampun, nggak ada lima menit juga kelar. Masih lamaan nunggu lampu merah di Rawamangun. Lha wong tinggal klik-klik, isi data, trus selesai kok.

Susah karena harus verifikasi berkas? Aih… cuma bawa fotokopi dan dokumen asli ke sekolah, apa susahnya? Nggak sampai harus antre dari subuh juga, kan? Atau, susah karena jalurnya banyak? Lha, bukankah itu justru mempermudah? Ibaratnya, kita mau maju perang tapi sudah dikasih tahu duluan medan tempurnya kayak apa, dan musuh kita siapa. Kan malah kepenak. Jauh-jauh hari kita sudah bisa memetakan kekuatan, kira-kira mau lawan musuh yang mana.

Jadi, saya tanya lagi. Susahnya di mana SPMB sekolah negeri itu? Yang bilang susah paling orang-orang yang kurang sabar dengan proses. Pengennya serba instan kaya Indomie. Tetapi, kalau toh kalian masih bersikeras menyebut SPMB sekolah negeri itu ribet, yakinlah, seribet-ribetnya SPMB sekolah negeri masih lebih ribet SPMB sekolah swasta.

Sekolah swasta tidak banyak jalur, tapi seleksinya bikin frustasi

Mari kita buka fakta di lapangan. Banyak sekolah swasta, terutama yang reputasinya sudah terbangun, punya standar masuk yang tidak main-main. Mereka menerapkan seleksi berupa tes tertulis, psikotes, minat dan bakat, wawancara dan segambreng tes lainnya. Saking banyaknya, proses seleksi ini tak cukup selesai dalam 1 hari saja. Kawan saya saja sampai harus ambil cuti kerja untuk mengurus proses pendaftaran anaknya ke salah satu sekolah swasta berbasis Islam di Jawa Timur.

SPMB sekolah swasta ini makin bikin frustasi karena tidak hanya melibatkan calon murid, tapi juga orang tuanya. Orang tua akan diinterview untuk mengetahui kesesuaian antara pola asuh di rumah dengan visi sekolah. Kalau orang tua terdeteksi punya pola pikir yang bertentangan dengan nilai sekolah, ya, gagal.

Maklum, sekolah-sekolah ini percaya bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru dan sekolah, tapi juga keluarga.

Ada pula sekolah swasta yang mewajibkan para pendaftar untuk mengikuti bimbingan belajar khusus yang diselenggarakan langsung oleh pihak sekolah. Tujuannya jelas, supaya anak-anak memahami format soal dan alur seleksi sejak awal. Bimbingan ini berlangsung selama beberapa hari, lengkap dengan materi latihan, simulasi ujian, bahkan evaluasi harian. Nah, loh. Apa nggak stres tuh?

Coba bandingkan dengan SPMB sekolah negeri. Prosesnya nyaris steril dari rasa deg-degan. Yang perlu disiapkan hanya dokumen-dokumen standar, seperti fotokopi kartu keluarga, rapor, surat keterangan lulus, dan dokumen lain sesuai jalur yang dituju. Sisanya tinggal pantau jurnal dari rumah. Kalau posisi tergeser oleh pendaftar lain, tinggal pindah jalur atau pindah sekolah sekalian. Mau pindah sampai berkali-kali pun, sok atuh lah, bebas. Tidak dibatasi. Kurang enak apa coba?

Gampang itu relatif, stereotip itu absolut

Pada akhirnya, menganggap bahwa masuk sekolah swasta itu gampang adalah bentuk penghakiman sepihak. Kalaupun memang ada sekolah swasta yang proses masuknya tidak terlalu rumit, percayalah, tetap ada harga yang harus dibayar. Dan harga itu tak selalu berbentuk uang, ya. Ia bisa berupa kualitas pengajaran yang tidak optimal, ekosistem belajar yang kurang kondusif, atau minimnya pendampingan terhadap karakter dan nilai-nilai.

Intinya, amatlah tidak adil jika SPMB sekolah swasta dilabeli “gampang” hanya karena tidak perlu buat akun dan tidak kenal sistem domisili. Sama tidak adilnya ketika orang merasa SPMB sekolah negeri itu “susah”, hanya karena malas membaca juknis yang sebenarnya sudah dijelaskan dengan sangat amat super duper rinci itu.

Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Sistem Pendaftaran Sekolah Negeri Memang Kudu Dibikin Ribet, Justru Nggak Boleh Dibikin Gampang!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version