Sianida, Series Lokal yang Ceritanya Mirip Kasus Kopi Sianida

Sianida, Series Lokal yang Ceritanya Mirip Kasus Kopi Sianida terminal mojok.co

Sianida, Series Lokal yang Ceritanya Mirip Kasus Kopi Sianida terminal mojok.co

Setelah sempat lama menunggu, akhirnya kemarin saya mulai menonton Sianida, series lokal yang ceritanya mirip dengan sebuah peristiwa nyata yang pernah terjadi di Indonesia. Teman-teman mungkin masih ingat dengan kasus pembunuhan pada awal 2016 dengan korban bernama Wayan Mirna Salihin dan tersangka bernama Jessica Kumala Wongso. Mirna dan Jessica adalah teman semasa kuliah, pertemuan mereka pada hari kejadian (bersama satu orang lainnya bernama Hani) pun adalah dalam rangka reuni.

Perjalanan kasus ini memang sangat menyita perhatian publik. Kejadian yang dirasa sarat akan misteri ditambah dengan Jessica yang tidak pernah mengakui bahwa dialah pembunuhnya, membuat peristiwa ini bahkan masih sering dibahas sampai saat ini. Proses persidangan yang ditayangkan di televisi juga menjadi ajang masyarakat untuk mendapat “kuliah hukum” gratis.

Nah, series Sianida yang saya tonton kemarin itu, tayang di WeTv dengan tiga episode sekaligus. Ceritanya sangat mirip dengan kasus kopi sianida Mirna-Jessica. Namun, Raam Punjabi sebagai produser membantah bahwa series ini berdasarkan kisah nyata Mirna-Jessica.

Dalam series Sianida ini, Amelia (Jihane Almira), Jenny (Aghniny Haque), Laura (Anastasia Herzigova), dan Sari (Agesh Palmer), menjalin persahabatan. Pada hari terbunuhnya Amelia, mereka berempat sedang reuni di sebuah kafe. Jenny sebagai orang yang lebih dulu datang, berinisiatif memesan minuman untuk dirinya dan ketiga sahabatnya. Selayaknya reuni teman akrab/sahabat, pertemuan mereka pada saat itu terbilang hangat. Saling tanya kabar, melepas rindu, dan saling lempar pujian. Sampai kemudian, Jenny dan Amelia terlibat selisih paham. Amelia merasa kecewa pada Jenny yang tidak menceritakan perihal keputusannya untuk menetap di Amerika, padahal malam sebelumnya mereka menghabiskan waktu bersama. Hal tersebut justru diketahui oleh Amelia, melalui dua sahabat lainnya: Laura dan Sari.

Tahu bahwa Amelia sedang marah dan kecewa, Jenny berulang kali berusaha menjelaskan. Sementara Laura dan Sari terlihat merasa bersalah karena keceplosan. Suasana yang hangat, tiba-tiba menjadi tidak mengenakkan. Amelia yang terlihat merasa kecewa dan marah—dan masih terus diberi penjelasan oleh Jenny—lantas menyeruput irish coffee pesanan Jenny. Tidak berselang lama, Amelia terlihat tidak baik-baik saja. Dia mengeluhkan kopinya yang terasa aneh lalu meminta Jenny untuk ikut mencoba, tetapi Jenny menolak dengan alasan, “Ini ada wiskinya, aku nggak bisa minum kalau siang-siang gini.” Justru Sari yang sempat ingin mencoba, tetapi batal karena sadar bahwa kopi yang diminum oleh Amelia berbau aneh atau nggak enak.

Melihat keadaan Amelia yang semakin tidak baik-baik saja, salah satu dari mereka sempat meminta air putih. Namun, belum lagi air putih tersebut datang, Amelia sudah jatuh pingsan dengan mulut berbusa. Sari dan Laura panik, sementara Jenny hanya berdiri dengan wajah shock.

Singkat cerita, Amelia kemudian dilarikan ke rumah sakit oleh dua sahabatnya yaitu Laura dan Sari. Sementara pihak kepolisian mulai melakukan pemeriksaan di TKP (yang menelepon ambulance dan pihak kepolisan adalah barista).

Di rumah sakit, setelah sempat mendapat pertolongan, nyawa Amelia ternyata tidak tertolong. Dia dinyatakan meninggal dunia oleh dokter. Di sinilah berbagai macam teka-teki misteri mulai bermunculan dan membuat series Sianida ini semakin seru untuk dinikmati.

Lalu, bagaimana kesan saya pada series Sianida ini, sepanjang tiga episode?

#1 Mengangkat hal yang tabu di Indonesia

Dalam series ini, Amelia dan Jenny diceritakan sebagai pasangan penyuka sesama jenis (lesbian) yang terpaksa berpisah karena masing-masing dari keluarga mereka tidak bisa menerima hubungan mereka. Amelia kemudian menikah dengan David (Rio Dewanto), sementara Jenny memutuskan untuk pergi ke Amerika.

Saat membaca sinopsis film ini, saya sempat berpikir bahwa cerita tentang hubungan antara Amelia dan Jenny, hanya akan digambarkan biasa-biasa saja. Misalnya, sekadar ditampilkan bahwa mereka saling mengungkapkan perasaan kemudian menjalani hubungan yang sekilas tampak seperti persahabatan biasa. Nyatanya saya keliru. Sangat keliru.

Adegan-adegan yang ditampilkan saat Amelia dan Jenny menghabiskan waktu di hotel ketika malam pergantian tahun terbilang sangat berani. Apalagi mengingat bahwa series tersebut adalah series lokal. Amelia dan Jenny bahkan tidak malu-malu memperlihatkan kemesraan mereka di depan umum. Saya angkat jempol untuk akting Jihane Almira dan Aghniny Haque yang total dalam memerankan tokoh lesbian.

Konflik antara Jenny dan ibunya dan bagaimana keluarga Amelia tidak suka kepada Jenny juga menggambarkan bagaimana realita kebanyakan keluarga dalam menyikapi hubungan sesama jenis.

#2 Ikut menebak-nebak siapa pelakunya

Sampai pada episode ketiga, Jenny masih ditetapkan sebagai satu-satunya tersangka atas kematian Amelia. Jenny diduga membunuh Amelia karena cemburu. Lantaran ia tidak terima dengan pernikahan Amelia bersama David. Namun, sejak awal dan sepanjang proses hukum yang berjalan, Jenny tidak mengakui bahwa dia pelakunya. Jenny justru menduga bahwa David lah pelakunya.

David (suami Amelia) punya gelagat mencurigakan. Dia tahu bahwa Amelia menikah dengannya tanpa didasari rasa cinta. Dia juga yang menyerahkan bukti berupa laptop milik Amelia yang berisi surel antara Amelia dan Jenny. Namun, setelah surel tersebut diperlihatkan oleh polisi kepada Jenny, Jenny merasa surelnya sudah diedit. Surel itu tidak benar-benar ditulis oleh Jenny.

Robert, ayah Amelia (Arswendy Bening Swara) pun patut dicurigai karena dia tidak begitu suka pada tingkah laku Amelia. Dibanding Amelia, Robert bahkan lebih menginginkan agar David yang ikut ambil bagian dalam perusahaannya.

#3 Pemeran pendukung dan hal-hal yang kurang mendukung

Saya akui bahwa series Sianida ini adalah series dengan cerita yang sangat menarik. Sayangnya, ada beberapa hal yang terasa kurang pas. Selain dialognya yang kadang terdengar kaku, akting pemeran pendukungnya pun ada yang terasa kurang mendukung. Akting Nasya Marcelle masih terlalu “manis” atau katakanlah kurang tegas untuk berperan sebagai anggota kepolisian.

Selain itu, ada beberapa adegan yang seingat saya juga terasa janggal. Seperti pohon natal, adegan saat Jenny akan ditangkap di hotel tempat dia menginap (ini lebih terasa lucu daripada menegangkan), dan ketika ibunya Jenny baru tiba di rumahnya Sari. Saya sampai ngedumel sendiri, “Bisa gitu, ya? Baru kenal, kok, sudah bisa langsung ikut campur urusan orang lain?” Padahal di adegan lain, ada Laura yang kesal bukan main sama tetangganya yang terlalu kepo dengan urusan pribadinya. Jadi kayak nggak konsisten, sih.

Meskipun ada hal-hal yang terasa kurang mendukung dan “kok gini sih?” dalam series ini, secara keseluruhan sepanjang tiga episode, series ini menghadirkan pengalaman baru. Setidaknya bagi saya yang penonton biasa, bukan penikmat banyak film/series, apalagi kritikus.

Meski sudah diperingatkan bahwa series ini bukan tentang Mirna-Jessica, tetapi pikiran saya sulit menolak bahwa series ini memang mirip sekali dengan peristiwa itu. Adegan saat di kafe, benar-benar mirip. Jenny yang datang duluan, Jenny yang celingak-celinguk kayak lagi ngecek posisi CCTV, posisi paper bag-nya, wadidaw sekali miripnya.

Daripada saya spoiler semakin jauh, ayukkk, nonton sendiri dan rasakan sendiri sensasinya. Siap-siap kaget dengan episode awal, ya.

BACA JUGA Ketika Cerita dan Karakter Pemain Ikatan Cinta Tak Lagi Sama dan tulisan Utamy Ningsih lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version