Sepak Bola Itu Nggak Menarik, Percayalah

liga 2 judi bola shin tae-yong konstitusi indonesia Sepakbola: The Indonesian Way of Life amerika serikat Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis terminal mojok.co

Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis terminal mojok.co

Banyak yang bilang bahwa sepak bola itu olahraga terbesar dan terbaik di seluruh dunia. Sepak bola dikenal memiliki basis fans yang sangat besar, bahkan membuat orang menjadi fanatisme buta akan sepak bola itu sendiri. Namun perntanyaannya, apa sih menariknya sepak bola, khususnya di indonesia?

Sepak bola dikenal sebagai olahraga nomor 1 di Indonesia. Banyak basis fans sepak bola baik itu tim lokal maupun tim besar di benua Eropa tersebar di seantero Nusantara. Pergi ke stadion hingga nobar di warkop menjadi pemandangan umum di saat tim kebanggan mereka sedang bermain. Tapi apakah sepak bola memang semenarik itu?

Ngapain nonton sepak bola? Selama 90 menit menyaksikan 22 orang berlarian merebutkan 1 bola, belum lagi kalau melihat timnas Indonesia. Harapan tinggi agar meraih prestasi, namun berakhir malu karena kenyataan tidak sesuai ekspektasi. Beragam cara dilakukan, mulai dari ganti pelatih, ganti pengurus, ganti pemain, namun permasalahannya selalu sama, timnas kita tidak pernah menghasilkan sebuah prestasi. Jadi daripada nonton sepak bola, lebih baik waktunya digunakan untuk sesuatu yang lebih berguna, nonton vina garut misalnya.

Ngapain kita jadi fans sepak bola? Kalau pada akhirnya kita dianggap hama pengganggu oleh masyarakat. Yang pergi ke stadion pasti dituduh sebagai maling gorengan atau pembuat kerusuhan, apalagi yang perempuan, stigma yang timbul di masyarakat Indonesia bahwa perempuan yang pergi ke stadion dianggap sebagai perempuan tidak baik-baik. Padahal kan disana nonton sepak bola, bukan membuat kerusuhan? Belum lagi kalau tim yang didukung kalah, ejekan masuk dari segala sisi, membuat badmood sepanjang hari. Masa hanya karena sepak bola, orang jadi uring-uringan dan sensitif di dunia nyata?

Buat apa kita pergi ke stadion? Kalau pada akhirnya kita nggak bisa pulang lagi ke rumah. Bukan karena nyasar, tapi karena tewas dihabisi oleh suporter lawan. Hanya karena rivalitas semu perbedaan tim kebanggan, nyawa manusia seakan tidak ada nilainya. Tujuan pergi ke stadion adalah untuk menikmati pertandingan, bukan untuk mendekatkan diri dengan tuhan lewat jalur kematian. Kalau memang stadion adalah tempat yang ramah untuk semua orang, tidak seharusnya kasus-kasus kematian suporter terus mengisi headline berita-berita. Bahkan hampir tidak pernah absen tiap tahunnya, sepak bola selalu mengirimkan minimal satu perwakilan suporter ke alam barzah akibat kericuhan antar kelompok. Memangnya siapa yang ingin pergi ke stadion hanya untuk bunuh diri?

Apa bangganya jadi pemain sepak bola? Kalau gaji pemain saja sering telat dibayar, atau bahkan ketika cedera, kontrak diputus begitu saja tanpa ada tanggung jawab dari pihak klub. Apalagi di hari tua, banyak contoh pemain yang bahkan berlabel mantan timnas sengsara di hari tua nya karena ditelantarkan. Belum lagi bentrok sesama pemain, hingga rela saling pukul, saling tendang, saling baku hantam tanpa peduli bahwa lawan mereka juga manusia, lawan mereka juga punya keluarga yang sama-sama berharap suami atau ayah mereka pulang ke rumah dalam keadaan selamat. Bayangkan ada anak yang dengan bangga memperkenalkan, “ayahku seorang pesepakbola”, tapi kemudian keesokan harinya ia menangis melihat ayahnya tewas akibat terkena tendangan pemain lawan. Miris bukan? Jadi, apa untungnya jadi pemain sepak bola?

Ngapain masih main sepak bola? Kalau hasil pertandingan saja sudah ada yang mengatur, percuma main ngotot kalau pada akhirnya hasil akhir harus mengikuti kemauan seseorang yang punya uang. Isu mafia, korupsi, hingga pengaturan skor terus mengikuti perkembangan sepak bola, baik itu di Indonesia maupun di Eropa. Belum lagi jika berbicara soal sepak bola sebagai alat politik. Di Indonesia sepertinya hal itu lumrah terjadi, klub sepak bola digunakan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan, mengingat besarnya jumlah fans. Ingin melawan, tapi tidak punya apa-apa, bukannya dianggap pahlawan, malah karir yang dapat dihancurkan, bahkan nyawa bisa saja jadi taruhan.

Apa senangnya jadi fans sepak bola? Kalau kita hanya dianggap sebagai kantong uang berjalan oleh pihak klub. Beli tiket stadion, beli jersey original mahal mahal, tapi bukannya dibalas dengan prestasi, melainkan hanya diberi drama-drama penuh sensasi(setidaknya itu kata fans sepak bola). Belum lagi fans klub luar negeri, mereka harus merogoh kocek hampir 1,2jt per tahun hanya agar bisa melihat tim kebanggaannya bermain di TV. Padahal uang segitu kalau dibuat beli air sinom mungkin bisa dibuat ngisi kolam renang pakai air sinom.

Kalau memang sepak bola semenarik itu, hal-hal diatas tentu tidak perlu terjadi. Jadi, masih tertarik menikmati sepak bola? (*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.
Exit mobile version