Sejak pertama kali saya membaca buku Eyang Habibie yang berjudul Detik-detik yang Menentukan-Perjalanan Panjang Indonesia Menuju demokrasi, saya yakin beliau punya niat tulus mengubah Indonesia menjadi lebih baik lagi. Eyang Habibie harus memimpin Indonesia di masa-masa kritis, beliau pun harus berdiri sendirian menghadapi serangan dari berbagai macam arah. Tahun 1998, beliau diperintahkan menggantikan Presiden Soeharto sesuai Undang-undang yang berlaku. Mungkin sampai sekarang masih ada beberapa orang yang membenci Pak Habibie setelah apa yang dulu beliau lakukan untuk Indonesia, tapi bagi saya seorang B. J. Habibie adalah Presiden terbaik yang pernah ada. B. J. Habibie adalah the right man in the right time.
Mungkin ada juga yang bilang Eyang Habibie adalah the right man in the wrong time, tapi menurut saya beliau adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi RI-1 saat itu. Di tengah-tengah gempuran mahasiswa yang gak mempercayai beliau saat itu, Eyang Habibie membuktikan bahwa dirinya benar-benar berusaha sebaik mungkin mengembalikan kondisi Indonesia menjadi aman kembali. Bayangkan jika yang dulu naik adalah orang yang mempunyai kepentingan lain, apakah akan ada pemilu di tahun 1999? Apakah akan lahir Undang-undang kebebasan pers dan Undang-undang otonomi daerah? Saya rasa, kemungkinan besar hal ini gak akan terjadi.
Hanya seorang Bacharoedin Jusuf Habibie yang berani mengambil keputusan seperti itu. maaf ya, bukannya saya gak mempercayai orang lain, tapi saya yakin dari dulu sampai sekarang politik itu isinya gak jauh dari kepentingan segelintir orang. Dan buat saya Pak Habibie bukan bagian dari segelintir orang tersebut.
Pada awalnya, saya pun menganggap beliau adalah the right man in the wrong time tapi ya itu tadi, kalau saat itu Habibie tidak menjadi Presiden, apakah Indonesia akan berada di posisinya saat ini? Hal lain dari buku Pak Habibie yang saya ingat adalah pesan alm. Ayahanda beliau tentang menjadi mata air di mana saja kita berada. Pesan ini begitu kuat, sampai saya termotivasi buat menjadi mata air di lingkungan saya sendiri.
Jujur, sudah lama saya selalu mengikuti berita yang menyangkut kesehatan beliau. Entah sudah berapa kali muncul berita “Habibie meninggal dunia” namun gak berapa lama langsung dinyatakan itu adalah hoax. Untuk kali ini pun begitu, kebetulan di awal bulan sempat ada hoax Habibie meninggal dunia, maka otomatis saya berpikir bahwa ini adalah hoax lainnya. Tapi ternyata, berita ini nyata. Beberapa media daring yang saya yakini sebagai sumber berita terpercaya ikut memberitakan hal ini. Rasanya kalau boleh, ingin saya meminta berita kali ini adalah hoax yang lainnya.
Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih kepada Eyang. Saya tau, tulisan ini sudah pasti gak akan Eyang baca, bahkan tulisan ini gak akan sampai ke keluarga Eyang yang lainnya. Tapi lewat tulisan ini setidaknya saya bisa memberitahu orang lain bahwa Eyang adalah orang baik yang mencintai Indonesia dengan segenap jiwa dan raganya.
Saya masih ingat apa yang saya rasakan ketika mengetahui beliau dengan sukarela meninggalkan semua kesuksesannya di Jerman ketika di panggil oleh Presiden Soeharto di tahun 1973. Saat itu, saya seperti sedang mengantar beliau pulang dari Jerman ke Indonesia. Saya ikut meyakini semua mimpi-mimpi beliau tentang menghubungkan Indonesia lewat pesawat terbang, saya ikut percaya Indonesia bisa punya pesawat terbang sendiri. Begitu kuatnya kekuatan mimpi beliau dan dikemas dengan sangat baik di dalam bukunya, menjadikan saya merasa memiliki Pak Habibie dan mimpi-mimpinya. Saya merasa benar-benar menjadi seorang cucu dari mantan Presiden Indonesia ke-3.
Rasa cinta Pak Habibie terhadap Indonesia dapat dilihat ketika beliau melahirkan peraturan yang membebaskan semua orang membuat partai politik baru. Sedangkan saat itu beliau sendiri berasal dari pihak dengan kekuatan yang besar sekali. Selain itu, untuk apa beliau membuat Undang-undang otonomi daerah kalau bukan demi kesejahteraan masyarakat Indonesia? Pernah kah kamu mendengar pemberitaan buruk mengenai Habibie yang berkaitan dengan kepentingan pribadinya sendiri?
Selamat jalan Eyang Habibie, Presiden Indonesia ke-3, beliau adalah bapak, kakak, eyang nya semua orang Indonesia. Rabu (11/9/19) pukul 18.05 Eyang pergi meninggalkan kami semua. Mungkin Eyang sudah percaya pada kami, jadi Eyang bisa kembali pulang ke rumah Eyang di sana dengan tenang. Selamat jalan Eyang, kami ikhlas Eyang kembali pulang. Terima kasih sudah menjadikan kami keluarga Eyang. Terima kasih sudah mengantarkan Indonesian ke pintu demokrasi dengan selamat. Selamat berkumpul bersama Eyang Ainun. Selamat mengarungi samudera keabadian bersama Eyang Ainun. (*)
BACA JUGA BJ Habibie: Pionir Teknologi, Pembuka Keran Demokrasi, dan Pemikir Islam Kontemporer atau tulisan Gilang Oktaviana Putra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.