Sebaiknya, Bahasa Jawa Jateng dan Jatim Tidak Usah Dibanding-bandingkan

Sebaiknya, Bahasa Jawa Jateng dan Jatim Tidak Usah Dibanding-bandingkan

Sebaiknya, Bahasa Jawa Jateng dan Jatim Tidak Usah Dibanding-bandingkan (Pixabay.com)

Di YouTube dan di Tiktok sering kali kita menjumpai para konten kreator yang membandingkan bahasa Jawa Jateng dan Bahasa Jawa Jatim. Para konten kreator yang membandingkan bahasa Jawa Jateng dan Jatim tersebut biasanya merasakan perbedaan bahasa Jawa antara dua provinsi. Bahkan dalam beberapa istilah atau kata, penduduk kedua provinsi tidak saling memahami. Lalu apakah video-video perbandingan bahasa Jateng dan Jatim tersebut menggambarkan realitas yang sebenarnya?

Apabila kita melihat di kolom komentar video perbandingan bahasa Jawa Jateng dan Jatim pasti akan ada protes dari penduduk Jatim Mataraman yakni eks Karesidenan Madiun (Kota/Kabupaten Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan) dan penduduk eks Karesidenan Kediri (Kota/Kabupaten Kediri, Kota/Kabupaten Blitar, Nganjuk, Trenggalek, dan Kediri). Mereka merasa bahasa Jawa Jatim tidak merepresentasikan bahasa Jawa mereka yang sebenarnya. Mengapa?

Pengaruh Mataram dalam penggunaan bahasa Jawa

Pada dasarnya, bahasa Jatim wilayah Mataraman lebih mirip dengan bahasa Jawa Jateng dibandingkan apa yang disebut di dalam video sebagai bahasa Jatim. Lalu pertanyaannya kenapa hal tersebut bisa terjadi?

Jadi, bahasa Jawa sudah terbentuk sejak sebelum provinsi Jateng dan Jatim berdiri. Sehingga ketika provinsi Jateng dan Jatim berdiri pada zaman Hindia-Belanda, hal tersebut tidak berpengaruh pada budaya masyarakat Jawa di kedua provinsi. Misalkan orang Magetan sejak sebelum Provinsi Jatim berdiri sampai sekarang tetap menggunakan kata “bocah” untuk menyebut anak muda. Berbeda dengan orang Surabaya yang menggunakan kata “arek” untuk menyebut anak muda.

Wilayah eks Karesidenan Kediri dan eks Karesidenan Madiun merupakan wilayah yang mendapat pengaruh Dinasti Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) cukup kuat. Kedua wilayah tersebut merupakan dua wilayah timur terakhir yang jatuh ke tangan Pemerintah Kolonial Belanda, yakni pada 1830. Jadi dapat dipahami bahwa pengaruh Yogyakarta dan Surakarta masih bertahan sampai sekarang di eks Karesidenan Madiun dan eks Karesidenan Kediri.

Sementara di daerah Arek, karena secara geografis cukup jauh dari Yogyakarta dan Surakarta, maka pengaruh keraton lemah. Apalagi Surabaya merupakan wilayah pesisir yang strategis, sehingga interaksi dengan dunia luar terbuka lebar. Interaksi tersebut menyebabkan tumbuhnya sikap yang lebih egaliter. Sikap egaliter inilah yang menjadi dasar bagi pembentukan bahasa Jawa Arek.

Bahasa Jawa Jatim Arek vs Surakarta

Apabila kita kembali ke video-video perbandingan bahasa Jawa Jateng dengan bahasa Jawa Jatim di TikTok dan YouTube, sebenarnya video-video tersebut membandingkan bahasa Jawa Jatim Arek dan bahasa Jawa Jateng Surakarta. Sementara itu, apabila kita berbicara soal Jateng, kita juga tidak bisa mengabaikan bahasa Jawa Ngapak. Jadi kita bisa mempertanyakan, di mana posisi bahasa Jawa Mataraman dan bahasa Jawa Ngapak dalam video-video perbandingan bahasa tersebut? Bukankah bahasa Jawa Mataraman juga digunakan penduduk Jatim? Dan bahasa Ngapak juga digunakan penduduk Jateng?

Saya mempunyai pengalaman selama di Jakarta. Ketika saya ada di dalam sebuah warung, ada seorang pengunjung yang menanyakan daerah asal saya. Akhirnya saya menjawab bahwa saya berasal dari Magetan, Provinsi Jawa Timur. Tiba-tiba pengunjung tersebut memanggil saya dengan sebutan “cak”. Jelas saya langsung kaget, karena seumur-umur baru pertama kali ini saya dipanggil “cak”. Saya kemudian menjelaskan bahwa daerah asal saya di Jatim Barat dekat dengan Solo dan Yogyakarta secara kultur lebih mirip Solo atau Yogyakarta. Pada akhirnya dia memanggil “mas”.

Tapi besoknya, lagi ketika ketemu di warung, pengunjung tersebut memanggil saya dengan sebutan “cak” lagi. Ya sudahlah, sampai sekarang dia menjadi satu-satunya orang yang memanggil saya dengan sebutan “cak”, padahal saya belum pernah menetap di Surabaya. Apabila saya dipanggil “sam” mungkin saya tidak terlalu terkejut, karena selama 4,5 tahun saya kuliah di Malang, jadi sudah terbiasa dengan kultur Malang.

Nggak semua orang Jatim paham “jancok”

Suatu hari ada seorang teman saya di Jakarta yang bertanya mengenai arti kata “jancok”. Meskipun saya sudah sering mendengar kata “jancok”, akan tetapi saya tetap bingung menjelaskannya. Teman saya tersebut kemudian heran “Orang Jatim masak nggak tahu kata “jancok’?”. Saya selanjutnya menjelaskan bahwa budaya Jatim beragam, tidak semua Jatim itu sama, kebetulan saya berasal dari daerah Jatim Barat atau Jatim Mataraman yang secara kultur dekat dengan Solo atau Yogyakarta.

Lalu saya juga menceritakan bahwa pertama kali saya mendengar kata “jancok” saat kelas 4 SD dari teman-teman sekelas saya. Saat itu mereka mengatakan “gancok” bukan “jancok”, namun seiring berjalannya waktu mereka menyebut “jancok”. Nah problemnya waktu itu saya tidak mengetahui bahwa “gancok” alias “jancok” adalah kata kasar. Ceritanya, ketika saya mengucapkan kata tersebut di rumah, orang tua saya langsung memarahi saya. Pernah kejadian karena saya mengucapkan “gancok” di rumah, orang tua saya marah. Akhirnya saya lari untuk sembunyi di kamar mandi. Akan tetapi tidak disangkanya pintu kamar mandi kemudian didobrak oleh orang tua saya, dan saya dipukul memakai lidi. Teman saya yang bertanya tadi sampai geleng-geleng, “separah itu ya?”.

Kedekatan yang diperlukan

Di tengah pembicaraan, seorang teman saya dari wilayah Jatim Arek datang. Saya suruh dia jelaskan tentang arti kata “jancok” kepada teman saya yang bertanya tadi. Dia kemudian menjelaskan bahwa kata “jancok” itu tidak selalu bermakna kasar, akan tetapi bisa juga bermakna keakraban, meskipun demikian jangan menggunakan kata “jancok” pada seorang yang belum dikenal atau baru dikenal, nanti jadinya malah berkelahi.

Teman saya yang bertanya tadi jadi paham, dia mengatakan “sama dengan kata ‘anjing’, kalau yang diajak bicara orang yang akrab dengan yang mengatakan ‘anjing’ tadi maka suasana akan akrab, akan tetapi apabila yang diajak bicara tidak akrab dengan yang mengatakan ‘anjing’ tadi, jadinya malah berkelahi”.

Dengan demikian seperti judul tulisan ini, maka saya menarik kesimpulan bahwa tidak semua Jatim sama. Oleh sebab itu perbandingan bahasa Jawa Jateng dan Jatim di dalam video-video di Tiktok dan YouTube tidak merepresentasikan seluruh bahasa Jawa yang digunakan oleh Jateng dan Jatim. Mungkin nanti video-video perbandingan bahasa Jawa Jateng dan Jatim bisa diganti judulnya, misalkan perbandingan Jawa Surakarta dengan Jawa Arek, agar lebih sesuai dengan realitas.

Penulis: Yogaswara Fajar Buwana
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 4 Kosakata Bahasa Jawa yang Sering Salah Penggunaannya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version