“Hidup mahasiswa!”
“Hidup mahasiswa!”
“Hidup mahasiswa!”
Suara tersebut terdengar nyaring dan bising dan itu adalah aksi pertama aku lihat sebagai mahasiswa. Aku di kelas sama sekali tidak tertarik untuk ikut aksi yang mengganggu itu karena mereka aksi tepat di depan gerbang kampus yang memang kecil dan dekat dengan kelas.
Setelah 10 menit kemudian mungkin mahasiswa saling dorong mendorong gerbang dan “cepluk” gas air mata membubarkan mahasiswa. Tak lama kemudian lalu kembali ditembakkan “cepluk” jatuh tepat di depan kelasku yang kala itu sedang belajar bahasa Inggris. Suasana gaduh dalam kelasku mulai karena sesak dan memang aku mengeluarkan air mata yang pedihnya lebih dari irisan bawang merah atau membaca cerpen “Pelajaran Mengarang” karya Seno Gumira Ajidarma. Anjir, baru kali ini aku menangis cuma karena benda yang asing seperti ketika aku pernah menangis dipukul bapak karena main di warnet.
Itulah pengalaman diriku pertama kali merasakan bagaimana rasanya terkurung di kelas dan merasakan sesak dan pedih mataku karena “gas air mata”.
Sebagai mahasiswa yang idealis, katakanlah begitu. Aku sering ikut aksi dan tentu bakar ban dan saling dorong adalah rutinitas mahasiswa idealis walaupun aku hanya ikut-ikutan saja. wqwq
Serius nih!, Beberapa hari yang lalu tepatnya 23-24 September 2019 adalah hari terbesar aksi yang pernah kulihat selain aksi 212 di Monas itu loh. Tentu saja aksi tersebut ada yang damai dan anarkis, bahkan ada yang berkata pragmatis juga.
Jika kita sudah anarkis maka polisi tentu akan membubarkan masa aksi dengan tembakan gas air mata yang membuat trauma itu. Namun, dalam aksi massa yang lumayan besar tersebut banyak mahasiswa yang sudah siap dengan gas air mata, entah siapa awal yang memperkenalkan bahwa gas air mata bisa dicegah dengan pasta gigi dan aku berucap terimakasih kalau beli pasta gigi tersebut di warung kecil.
Pasukan pasta gigi datang dengan tergopoh-gopoh dan membawa beberapa bungkus dan membagikan pasta tersebut, lalu kami memakainya dengan seni melukis wajah tapi kami pakai hanya pada bagian pipi saja dan memang hasilnya jos. Itu baru odol Ciptadent belum yang lain yang mengandung kata den lainnya seperti sarden.
Mulai hari itu juga aku mengeluarkan semboyan “sebaik-baiknya teman aksi adalah pasta gigi”. Namun tetap saja kami chaos oleh polisi kala dihujani tembakan gas air mata karena sesak. Aku kasih tahu rasanya nih ya untuk orang yang belum pernah cium gas air mata. Kalian tahu kabel terbakar? Nah, tidak beda jauh tapi lebih bikin dada sesak.
Pasta gigi yang murah saja bisa meminimalisir pedih. Bagaimana kalau misalnya kita pakai Sensodent mungkin lebih baik kali ya, entah siapa yang akan memulai pakai pasta gigi ini selain anak DPR yang ikut aksi. wqwq
Dan aksi kemarin juga bukan hanya dari kalangan mahasiswa tapi berbagai macam elemen pelajar, misalnya STM. Tapi bagaimana kalau anak TK ikut aksi juga, pasti pasta giginya Kodomo. haha
Sekarang aku sudah mengenal baik teman aksi dan aku ingin mengenal barang yang bisa mengurangi sesak nafas kala asap itu menerjang hidung ku dan temen-temen masa aksi lainnya, misalnya racik nasi goreng agar bau yang membuat dada sesak itu hilang dengan sedapnya bumbu.
Lain kali aku akan coba pakai pasta gigi yang lebih mahal agar lebih baik dan aku ucapkan terima kasih karena ide ini aku bisa paham kalau pasta gigi bisa memiliki 3 fungsi. Pertama, membersihkan gigi. Kedua, menghilangkan komedo anak kosan. Ketiga, anti gas air mata. Entah ini temuan siapa sih? Makasih banget dan mungkin di dalam pasta gigi ada zat yang aku tidak mengerti.
Terimakasih Ciptadent yang telah menolong kami pada aksi kemarin dan pasukan pasta gigi aku acungkan jempol buat kalian. Soliiiid! (*)
BACA JUGA Ibu Saya Anggota DPR yang Sedang Didemo dan Anak-anaknya Ribut di Grup WhatsApp atau tulisan Saepurrohman lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.