Chester Memang Tak Akan Pernah Bisa Digantikan, tapi sebagaimana Hidup, Linkin Park Tetap Harus Berjalan

Chester Memang Tak Akan Pernah Bisa Digantikan, tapi Sebagaimana Hidup, Linkin Park Tetap Harus Berjalan

Chester Memang Tak Akan Pernah Bisa Digantikan, tapi Sebagaimana Hidup, Linkin Park Tetap Harus Berjalan (Akun Instagram Linkin Park)

Pada 6 September 2024 pagi WIB, channel YouTube Linkin Park tiba-tiba kembali hidup dengan menyajikan live stream penampilan mereka. Bak bangkit dari kubur, dunia heboh, apa yang dilakukan oleh Linkin Park tanpa mendiang vokalis ternama Chester Bennington?

Band yang sempat menemani kita nonton film Transformers I, II, dan III ini ternyata mendempul ulang jajaran personelnya. Nggak tanggung-tanggung, personel baru ini langsung diospek dengan 1 jam live show. Playlistnya pun isinya lagu ngeri-ngeri yang ga semua penyanyi mampu menyanyikannya kecuali mendiang Chester. Ada dua member baru, yaitu Emily Armstrong sebagai vokalis dan Colin Brittain sebagai drummer.

Emily, tentu saja, jadi member yang menanggung tekanan luar biasa.

Bagaimana tidak, Chester Bennington adalah ikon legendaris band yang dihormati di kancah genre rock dan metal seluruh dunia. Sampai ada ungkapan kalau nggak Chester ya nggak ada Linkin Park. Siapa pun yang ditugasi untuk mengisi posisi vokal Linkin Park sudah pasti mundur teratur dan nangis kejer kalau tiba-tiba disuruh nyanyi horok-horok dibebani ekspektasi insan penggemar seluruh dunia. Setelah 7 tahun hiatus saja pendengar bulanan Linkin Park masih bisa menyentuh 40 juta streaming per bulan. Itu hanya di Spotify belum platform lain.

Awalnya saya merasa nervous dan ragu untuk lihat live stream, takut kecewa kalau mereka rilis aneh-aneh. Namun, setelah saya klik tombol play live stream dan mendengarkan lagu barunya Linkin Park yang berjudul “The Emptiness Machine” dinyanyikan oleh vokalis baru yang mumpuni, saya memutuskan siap move on dan menerima bahwa Emily adalah penerus legasi Chester Bennington. Berikut adalah pertimbangan saya untuk move on.

Excalibur yang sulit dicabut

Pertama, kita harus mengakui Emily punya mental baja. Kita harus memberikan rasa hormat setinggi-tingginya kepada Emily Armstrong yang telah berani mencabut mikrofon Excalibur sepeninggalan Chester. Kehilangan Chester benar-benar menyisakan luka menganga bagi penggemar setia, termasuk saya. Masih segar di memori saya, saat itu saya pulang kuliah dan langsung menangis kejer seharian mendengar kabar Chester berpulang. Situasi ini pasti dirasakan oleh semua penggemar, kami semua menanggung rasa kehilangan yang mendalam nan sensitif.

Tidak akan ada lagi sosok seperti Chester, tidak ada lagi sang legenda yang bisa scream 17 detik, tidak ada lagi pahlawan masa kecil kami.

Tujuh tahun berlalu, sepertinya anggota band sudah mulai recovery dan bisa tersenyum. Mereka sudah berdamai dan saling support satu sama lain. Nah di sisi lain, para fans masih terbenam dengan rasa kehilangannya. Disinilah muncul perselisihan saat Linkin Park mencoba move on dan memperkenalkan gebrakan baru di bandnya. Beban Mbak Emil memang berat, namun di sini terlihat kecerdasan Mike Shinoda selaku leader yang memilih vokalis perempuan.

Vokalis perempuan punya beban relatif lebih ringan daripada laki-laki. Sudah jelas alasannya adalah vokalis laki-laki pasti lebih mudah dibanding-bandingkan dengan almarhum Chester. Selain itu, vokalis perempuan juga bisa membantu pendengar untuk mengenali era baru Linkin Park. Apalagi judul album yang akan rilis juga menandakan mereka ingin membuat awal baru dengan nama “From Zero”. Jadi sebagai penggemar, kita seharusnya bisa berdamai lah, wong teman baiknya Chester saja bisa berdamai, masa kita nggak?

Linkin Park anti subsidi

Kedua, saya mengakui kualitas vokal Emily. Walaupun tajuknya “From Zero” atau “Mulai Dari Nol”, tapi kualitas penampilan Linkin Park tidak disubsidi. Suara Emily sangat cocok untuk menandakan Linkin Park baru yang akan terus menginspirasi pendengarnya. Suara Emily serak-serak mentah, bisa scream setidaknya di lagu-lagu lawas Linkin Park, dan mampu menyanyi ala diva-rocker saat lagunya melo. Perpaduan mantap khas Linkin Park jika digandeng dengan heavy guitar riff dan pukulan perkusi dari Collin si anak baru.

Resep Linkin Park bagi penggemar itu sebenarnya satu, yaitu “Beautiful Pain”. Mereka bisa meninabobokkan rasa sakit kita dengan keindahan lagunya, di mana lagu itu sendiri liriknya tentang sambat rasa sakit disleding kehidupan. Nah coba dengar lagi deh live stream Linkin Park, Emily bisa membawakan vibes itu bersama koleganya.

Ketiga, sudah saatnya Linkin Park berevolusi, sudah saatnya era baru. Band ini meledak di awal tahun 2000-an, bayangkan ini sudah lebih dari 20 tahun lalu. Di era sekarang, band ini sudah saatnya banyak mengupdate diri. Semua penggemar pasti tahu pamor Linkin Park secara keseluruhan cenderung terus menurun. Setiap rilis album baru, mereka selalu diserang komplain karena stylenya berubah-ubah. Hingga pada album terakhir bersama Chester, “One More Light”, Linkin Park makin mirip band pop biasa.

Masih ada Mike, Hahn, dan kawan-kawan lainnya

Mungkin memang harus terbentur keras baru terbentuk, Linkin Park akhirnya kembali lagi dengan ciri khasnya, setidaknya tidak keluar jalur lah. Kita bisa melihat senyum lebar Mike Shinoda, begitu nostalgic ketika kita bisa mendengar mereka horok-horok lagi dengan sentuhan efek suara modern. Itulah ciri khas mereka yang membesarkan band ini.

Sudah sepantasnya kita bergembira. Mereka adalah manusia bertalenta luar biasa, sangat disayangkan kalau kita halang-halangi karyanya hanya karena kita gagal move on. Dunia terus berputar dan kehidupan terus berjalan. Maka sudah sepatutnya kita tersenyum lebar selebar senyuman Mike Shinoda saat tampil live kemarin. Chester Bennington akan selalu mendukung teman-temannya untuk tetap maju. Maka jika Anda mencintai Chester, sambutlah gebrakan Linkin Park dengan suka cita.

Sumber gambar: Instagram official Linkin’ Park

Penulis: Affan Hasby Winurrahman
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Selamat Jalan, Mas Chester Bennington …

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version