Salah satu mitos populer mengenai dokter yakni tulisan mereka jelek!
Beberapa alasan digunakan untuk mencoba menerka atau membenarkan hal tersebut. Alasan-alasan yang sering digunakan, antara lain beban kerja dan belajar yang tinggi sehingga harus bisa menulis dengan cepat (dan jadinya amburadul), tulisan dokter bersifat rahasia sehingga tidak diketahui orang lain, dan alasan lain seperti sudah adanya pemahaman antara dokter dan apoteker yang akan membacanya.
Nah, apakah hal tersebut memang benar adanya? Jawabannya, tidak. Malahan, ada dua kegiatan yang sangat penting sehingga tulisan dokter harus bisa terbaca, yakni saat menulis rekam medis dan saat menulis resep. Kedua kegiatan ini penting karena langsung berhubungan dengan nyawa pasien.
#1 Tulisan dokter harus bisa terbaca saat menulis rekam medis
Rekam medis adalah seluruh catatan medis yang berisi informasi pasien, termasuk instruksi dokter dan data-data penyakitnya. Setiap bertemu pasien, dokter harus menulis rekam medis ini. Rekam medis bermanfaat untuk merekam perjalanan penyakit pasien dan sebagai alat komunikasi antara dokter, perawat, dan petugas kesehatan lainnya. Pada hal inilah tulisan dokter harus bisa dibaca. Bayangkan apabila dokter spesialis melakukan visit pagi hari dan menginstruksikan suatu tindakan, tetapi perawat yang berjaga di malam hari tidak bisa membaca, atau lebih parahnya, salah membaca instruksi yang telah diberikan tadi hanya karena tulisan yang sulit dibaca.
Rekam medis ini juga penting digunakan dalam melakukan penelitian. Beberapa penelitian mengambil data dari rekam medis terdahulu. Saya beberapa kali harus menyingkirkan rekam medis dari penelitian hanya karena tulisan pada data tersebut sama sekali tidak bisa dibaca. Herannya lagi, ketika ditanyakan ke dokter yang menulisnya, ia pun tidak bisa lagi membaca tulisannya sendiri.
#2 Tulisan dokter harus bisa terbaca saat menulis resep obat
Kegiatan dokter lainnya di mana tulisan dokter tidak boleh jelek adalah menulis resep obat. Sebuah laporan oleh the Institute of Medicine di Amerika Serikat menemukan 7/000 kasus kematian pasien yang diakibatkan oleh tulisan dokter yang jelek. Serupa halnya terjadi di Britania Raya, 30.000 pasien meninggal karena kesalahan medis, termasuk peresepan yang salah akibat tulisan dokter.
Ada 6 prinsip pemberian obat yang harus dipatuhi setiap dokter dan semuanya tertera di selembar resep obat. Enam prinsip tersebut adalah benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara pemberian, benar waktu, dan benar dokumentasi.
Ada pendapat bahwa semua apoteker pasti bisa membaca tulisan dokter ibarat kode rahasia yang saling mereka ketahui. Nyatanya, apabila tulisannya memang sangat buruk dan tidak bisa terbaca, tidak semua apoteker dapat mengetahuinya. Bahkan dokter yang menulis pun bisa jadi tidak tahu apa yang ia pernah tuliskan.
Terdapat beberapa kasus kematian yang diakibatkan oleh tulisan dokter yang buruk di resep. Seorang anak meninggal dunia karena adanya ketidaksamaan antara maksud obat yang ditulis dokter dengan obat yang dibaca oleh apoteker. Obat Duodil, yang seharusnya diberikan sebagai anti nyeri, malah terbaca sebagai Daonil yang merupakan obat antidiabetes. Jadinya gula darah si anak turun hingga menyebabkan kejang dan meninggal dunia.
Bagaimana cara mengatasi masalah ini?
Cara yang pertama adalah dengan mengganti tulisan tangan dengan sistem rekam medis elektronik. Mayoritas negara maju telah memahami buruknya penulisan rekam medis dan obat secara tulis tangan, sehingga seluruh hal tersebut diganti ke sistem komputerisasi. Beberapa rumah sakit yang terbilang maju di Indonesia pun juga sudah beralih ke sistem ini. Metode ini sangat efektif untuk mengatasi kesalahan informasi dan peresepan obat.
Cara yang kedua, apabila sistem penulisan elektronik belum diterapkan adalah tentunya dengan menulis secara huruf kapital. Bayangkan saja, untuk menulis undian atau formulir di bank saja, semua orang wajib menulis dengan huruf kapital agar orang dengan tulisan yang jelek pun setidaknya masih bisa terbaca. Nah, kalau untuk urusan seperti itu saja harus terbaca, apalagi untuk urusan keselamatan pasien.
Apa yang pasien bisa lakukan?
Beberapa cuitan yang pernah saya dapatkan dari orang awam mengenai alasan tulisan yang sulit dibaca adalah agar resep obat tersebut tidak diketahui oleh pasien dan tidak bisa dibeli sendiri. Ini juga suatu hal yang keliru. Faktanya, justru pasien berhak mengetahui obat apa yang diberikan kepada dirinya dan setiap lembar resep juga menyatakan apakah obat tersebut bisa ditebus bebas tanpa resep atau haram hukumnya.
Salah satu tips untuk orang awam agar meminimalisasi kesalahan ini adalah dengan menanyakan obat apa yang diberikan pada resep. Apabila Anda kesulitan membacanya, Anda memiliki hak untuk menanyakan bahkan meminta tulisan yang jelas pada resep tersebut.
Dari contoh-contoh tersebut dan ribuan pasien yang harus meninggal dunia karena tulisan dokter yang buruk tadi, maka mitos tulisan dokter yang tidak bisa dibaca harus berhenti di sini. Tulisan dokter harus bisa dibaca. Lagi pula, laporan dokter mestinya tidak dianggap sebagai kode-kodean.
BACA JUGA Alasan Tulisan Dokter Jelek: Bukan Biar Nggak Kebaca Pasien dan tulisan Damar Prasetya Ajie Putra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.