Kemarahan Bimbim dalam sebuah konser kembali menjadi sorotan. Pentolan Slank tersebut sempat menunjuk dan menantang berantem penonton saat konser Slank di Semarang pada Minggu (21/5/2023). Penggebuk drum Slank itu sampai menunjuk-nunjuk “penonton berbaju hitam” untuk diseret aparat.
Sebenarnya kemarahan Bimbim bukan tanpa sebab. Dia naik pitam tatkala terjadi kericuhan di tengah-tengah penonton. Sikap Bimbim itu kemudian mendapatkan berbagai respons di dunia maya. Bahkan ada yang membanding-bandingkannya dengan sikap Ahmad Dhani dan Otong KOIL saat ada penonton yang rusuh.
Konser Slank yang dilaksanakan dalam rangka HUT Kota Semarang itu bertempat di Stadion Diponegoro. Konser gratis tersebut berhasil menarik banyak massa, khususnya Slankers. Sayangnya, keterbatasan tempat membuat penonton yang nggak bisa masuk rusuh. Aparat bahkan sampai menyemprotkan gas air mata untuk meredakan kerusuhan sebelum kemudian Bimbim turun tangan.
Banyak yang menggunjingkan sikap Bimbim dalam konser tersebut. Dia dianggap nggak dewasa dan temperamen. Padahal kalau konser itu terjadi di era 90-an, Bimbim pasti bisa langsung mengejar si provokator. Dan tentu saja bakal digebuk beneran layaknya dia menggebuk drum. Seperti yang kita tahu, blio memang drummer yang “agak” temperamen.
Akan tetapi sikap Bimbim tersebut memiliki alasan yang kuat. Kerusuhan dalam konser memang pemandangan yang nggak menyenangkan. Penonton bakal terganggu saat menikmati penampilan band atau penyanyi idolanya. Mereka nggak bakal bisa tenang bernyanyi karena sudah sesak napas harus berdesak-desakkan. Apalagi kalau pengin joget, wah, kesenggol dikit bisa jadi masalah. Risiko kena timpuk orang yang gelut juga semakin besar.
Selain itu, tentu saja penampil di atas panggung turut merasa nggak nyaman. Lha, mereka sudah berusaha keras menampilkan karya terbaik dengan segenap tenaga, kok penontonnya malah gelut sendiri. Pastinya hal ini bikin si penyanyi jengkel dan naik pitam.
Daftar Isi
Konser bukan gelanggang pertarungan
Konser musik memang gelanggang buat bersenang-senang. Di sana kita bisa meluapkan perasaan dengan meneriakkan lirik lagu sekencang-kencangnya. Kita bisa melupakan masalah dengan berjingkrak-jingkrak, berjoget, dan merangkul kawan. Kadang pula dipersilakan untuk moshing secara gentleman di tengah circle pit yang dibuat bersama. Bagi yang punya nyali lebih malah biasanya menawarkan—sekaligus menyerahkan—dirinya untuk stage diving atau crowd surf.
Selain itu, penonton juga bisa berinteraksi langsung dengan penampil idolanya, baik band maupun orkes tunggal. Tentu saja atmosfer menyenangkan ini bisa terwujud jika konser berlangsung secara kondusif. Masalahnya, sering kali konser musik mendapatkan distraksi dari pihak-pihak tak bertanggung jawab, khususunya penonton yang rese.
Penonton tipe ini sering kali datang ke konser dengan niat memang pengin rusuh aja buat keren-kerenan. Berbekal amarah dari rumah, pakaian sekenanya, dan sebotol ciu buat meningkatkan adrenalin, mereka nekat berangkat. Bukan berniat serius buat nonton konser dengan khidmat. Bahkan kalau ditanya kadang mereka malah nggak tahu siapa yang tampil di atas panggung.
Nekatnya lagi tipe penonton ini sukanya nonton konser gratisan, bahkan sampai menghalalkan segala cara buat menerobos pintu masuk. Benar-benar tipikal gondes kampungan yang amoral. Bisa dibilang katrok!
Baca halaman selanjutnya
Nggak semua penonton konser di negara kita sukanya bikin rusuh…
Aturan dan kenyataan di lapangan
Tentu nggak semua penonton di negara kita seperti ini. Masih banyak penonton yang baik dan bermoral. Itu pula sebabnya banyak konser yang tiketnya dihargai mahal. Tentu saja dengan jaminan fasilitas dan kemanan yang baik pula. Toh, masih banyak penggemar yang mau membeli tiket konser seperti ini. Bahkan rela war untuk mendapatkan tiketnya.
Untuk kasus konser Slank di Semarang permasalahannya memang kompleks. Konser ini diselenggarakan di stadion dan tanpa dipungut biaya. Tentu mengundang banyak penonton dan Slankers untuk datang. Pemkot Semarang sudah membatasi dengan mensyaratkan registrasi via @eventsemarang untuk bisa menonton konser ini. Bahkan segmentasi penonton juga telah dibatasi dengan prasyarat melampirkan KTP. Sayangnya, ini belum bisa mewadahi membludaknya animo penonton.
Hasilnya bisa kita lihat di hari H konser. Penonton yang nggak kebagian tiket dan nggak bisa masuk akhirnya nekat berusaha menerobos barikade. Tentu ini akan menjadi bahan evaluasi untuk pihak penyelenggara. Namun, masalah utamanya tentu terletak pada mentalitas dan SDM penonton, sehingga memunculkan oknum yang nggak bertanggung jawab.
Ayolah kita menonton konser secara dewasa dan bahagia. Kalau memang belum rezekinya untuk menonton nggak usahlah memaksakan diri. Apalagi sampai mengganggu kebahagiaan orang lain yang sudah usaha menempuh jalan yang benar.
Menghadapi penonton yang rusuh di konser
Kerusuhan penonton tentu bukan hal yang diinginkan. Setiap penampil dan penonton yang budiman pasti mengharapkan konser yang aman dan kondusif. Akan tetapi keadaan nggak pernah tertebak dan sering kali menimbulkan gesekan yang berakhir dengan kerusuhan. Nah, di samping petugas keamanan, penampil, khususnya pentolan band bisa menjadi pihak yang memediasi bahkan meredakannya. Seperti yang dilakukan Bimbim pada konser di Semarang.
Namun tentu saja sikap dan cara yang diambil Bimbim nggak serta merta bisa diterima oleh semua kalangan. Bisa jadi ada yang nggak suka dan malah nekat balas dendam kepadanya selepas konser. Kan ngeri nan bahaya.
Berbeda dengan Bimbim, Otong KOIL, vokalis band metal asal Bandung itu justru menanggapi penonton yang rusuh dengan “guyon keras”. Dia melontarkan kata “anjing” yang membuat penonton kaget dan malah mengajak penonton bernyanyi bersama. Alhasil suasana menjadi cair dan semua dapat bernyanyi bersama layaknya paduan suara.
Cara Ahmad Dhani menghadapi penonton rusuh bisa ditiru
Lain lagi dengan Ahmad Dhani. Rockstar satu ini nggak pernah henti-hentinya membuat khalayak geleng-geleng kepala. Dalam sebuah konser Dewa 19 di Slawi pada 2008 silam, terdapat penonton yang gelut. Melihat kejadian itu, bukannya marah atau berusaha melerai, Dhani malah memberi nasihat bijak. “Ya, yang berantem, yang berantem. Jangan pakai senjata tajam. Pakai tangan, bogem mentah saja, ya.” Lalu dengan santai dia melanjutkan nyanyi “Sedang Ingin Bercinta”.
Dhani memang beda soal urusan pergelutan. Dalam sebuah video, Dhani pernah melatih—untuk nggak mengatakan mengadu—anaknya, Al dan El yang masih kecil untuk tinju. Tentu Dhani di situ menengahinya sebagai wasit.
Cara yang dia tawarkan memang agak nyentrik, tapi boleh dicoba. Betapa tidak, daripada rusuh nggak karuan mending diselesaikan secara adil dan gentleman. Toh, nyatanya sehabis mengeluarkan pernyataan tersebut penonton tetap bisa senang dan bernyanyi bersama. Dan (mungkin) oknum yang rusuh sudah diamankan aparat dengan lebih cepat.
Sikap Ahmad Dhani mungkin masih ambigu, tapi nyatanya menyelesaikan masalah tanpa menghadirkan masalah baru. Dia nggak naik pitam dan menghentikan konser yang menyebabkan tensi memanas. Dengan santainya Dhani malah melanjutkan bernyanyi bersama penonton.
Alhasil kerusuhan nggak meluas dan dapat diselesaikan oleh aparat yang bertugas. Penonton pun masih bisa terhibur tanpa adanya distraksi. Kalau dilihat-lihat setiap tindak tanduknya, Pakdhe memang beda.
Penulis: Ahmad Radhitya Alam
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Harga Tiket Konser di Jogja Terlalu Mahal, Mencekik Fans yang Cuma Ingin Melihat Pujaannya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.