Dua minggu lalu, Xiaomi mengisi panggung ponsel pintar dengan Redmi Note 9 Series. Pekan lalu, giliran Realme dengan bintangnya adalah seri X3 SuperZoom dan pemain figurannya yaitu Realme Narzo.
Mengenai Narzo, berbeda ya dengan yang di India, di mana Narzo yang dijual berbasis Realme 6i dan Realme C3. Akan tetapi, Narzo versi Indonesia sebenarnya adalah Realme 6 RAM 4GB yang ditingkatkan memori internalnya ke 128GB, kamera utamanya turun ke 48MP, dan charger di boks hanya berdaya 20W. Dengan banderol Rp2.8 juta, Realme 6 dan Redmi Note 8 Pro terancam, Redmi Note 9 dan Redmi Note 9 Pro otomatis skip! Tentunya selama Anda merasa cukup dengan RAM 4GB.
Hal yang lebih menarik tentu bintangnya yaitu Realme X3 SuperZoom. Ketika di Indonesia sebelumnya hanya hadir ponsel dengan embel-embel Zoom, yaitu Samsung Galaxy S4 Zoom, ASUS ZenFone Zoom, dan Oppo Reno 10x Zoom, bagaimana dengan si SuperZoom ini?
Masih di bawah bayang-bayang X2 Pro
Realme X3 SuperZoom datang dengan membawa banyak persamaan terhadap seri X2 Pro. Alih-alih datang dengan prosesor milik X50 Pro, dia masih setia dengan Snapdragon 855+. Sedikit di bawah Snapdragon 865 dan masih lebih baik dari hampir semua prosesor ponsel pintar saat ini, tetapi ya sulit bersaing dengan Xiaomi Mi 10 bagi pecinta performa. Setidaknya dari skor AnTuTu v8 oleh GSMArena, skor X3 SuperZoom hanya 470000-an ketika Mi 10 mencapai 570000-an. RAM tetap 12GB, salah satu yang terbesar di pasaran, dan memori internal tetap 256GB berbasis chip memori UFS 3.0 alias standar flagship masa kini.
Ukuran bodi pun kurang lebih sama, hanya saja X3 SuperZoom sedikit lebih berat dan kerangkanya mengandalkan plastik, alih-alih seperti X2 Pro yang menggunakan aluminium. Konfigurasi kartu SIM sama-sama dual SIM tanpa slot memori eksternal. Ketika saya memegang Realme X2 Pro yang saya rasa kurang solid, pembagian beratnya kurang merata antartitik, dan kurang mewah untuk kelas harganya, saya bisa berekspektasi bahwa kejadian yang sama terjadi lagi untuk Realme X3 SuperZoom.
Refresh rate naik, tetapi teknologi layar didiskon
Realme X2 Pro datang dengan layar AMOLED dan refresh rate-nya sudah cukup tinggi, yaitu 90Hz. X3 SuperZoom menaikkannya ke level yang lebih tinggi, yaitu 120Hz dengan konsekuensi teknologi panel layar turun ke LCD. Berita ini terdengar kurang menyenangkan, mengingat banyak pengguna ponsel lebih membutuhkan tingkat kecerahan tinggi dan akurasi warna dibandingkan terhadap refresh rate. Tingginya refresh rate tentu juga meningkatkan konsumsi daya baterai, tetapi itu tentu tak mengapa bagi gamers.
Permasalahannya, 120Hz ini juga bukan kasta tertinggi saat ini. Nubia dan iQOO datang dengan ponsel yang sudah mengusung refresh rate 144Hz alias frame rate didukung sampai 144 fps. Bahkan, jika siap menggunakan merek ponsel yang anti-mainstream di sini dan produknya belum lama meluncur, yaitu Sharp Aquos Zero 2, Anda bisa membawa pulang refresh rate sampai 240 Hz dengan banderol Rp13 juta, korting RAM ke 8GB, dan prosesor Snapdragon 855 biasa (tanpa plus).
Menurut pengujian GameBench pada si Nubia, ketika Real Racing 3 bisa memaksimalkan kemampuan layar, PUBG masih mentok di 90 fps. Dan dengan prosesor Snapdragon 865 sekalipun, nilai tengah dari performa hanya berada di 83 fps. Itu Snapdragon 865, bagaimana dengan 855+? Tanggung dan mubazir, begitulah kesan saya saat ini. Jika saya menjadi desainer smartphone ini, mungkin hanya akan saya berikan layar LCD 90Hz untuk menekan harga. Resolusi Full HD Plus itu tidak salah dan tidak kurang, kebanyakan konten multimedia masih berjalan di sana. Akan tetapi, jika disediakan opsi untuk naik ke QHD, ya lebih baik dan bisa bersaing dengan Sharp Aquos R3. Jangankan R3, Galaxy S7 saya keluaran empat tahun lalu saja sudah QHD.
Hal ini kian diperparah dengan pindahnya sensor sidik jari dari di bawah layar ke samping. Tompel kamera depan pun mengikuti desain Realme 6 Pro untuk memberikan rumah bagi dua kamera sehingga terlihat kurang profesional. Saya setuju dengan pernyataan pengguna Twitter, cukup satu kamera depan saja atau gunakan konsep notch seperti iPhone X tentu lebih elegan.
Kecepatan pengecasan didiskon
Realme X2 Pro hadir dengan daya tarik pengecasan SuperVOOC 50W sebagai kompensasi atas kecilnya kapasitas baterai untuk zaman sekarang (4000mAh) dan penggunaan charger wajib besutan Realme atau Oppo (tidak ada dukungan produk aftermarket). X3 SuperZoom sedikit menaikkan kapasitas baterai ke 4200mAh, tetapi daya pengecasan malah dikorting ke 30W alias setara dengan Realme 6 Pro. Konektornya sudah type C tetapi masih berbasis USB 2.0, alias tidak maksimal kalau transfer data dengan kabel, misalnya ketika memasukkan APK bajakan atau save data dari suatu game berukuran besar (ingat, hal ini ilegal dan tidak disarankan).
Jika ponsel ini mau dikatakan sebagai ponsel gaming, jelas dia kalah dari Mi 10 dengan prosesor lebih rendah, kapasitas baterai lebih kecil, dan pengecasan harus menggunakan charger Realme. Dari ASUS ROG Phone 2? Baterai jauh lebih kecil dan lagi-lagi keterbatasan dukungan fast charging untuk charger aftermarket.
Konfigurasi kamera biasa saja
Karena namanya sudah jelas, SuperZoom, pasti fitur utama yang dijual adalah perbesaran foto. Dari caption video YouTube para pengulas yang telah mendapatkan unit untuk diuji, jelas bintangnya adalah kemampuan hybrid zoom dengan perbesaran hingga enam puluh kali.
Akan tetapi, jelas tidak sekeren itu, bahkan dari pemasarannya pun tidak. Galaxy S20 Ultra, meski memang jauh lebih mahal, setidaknya menawarkan hybrid zoom hingga seratus kali, jauh lebih besar kan? Jika melihat ke jeroan, Anda akan lebih shock lagi.
Sensor utama masih mengandalkan milik X2 Pro, beresolusi 64MP yang ujungnya di-binning jadi 16MP. Ini sih sudah cukup besar, tetapi kurang greget jika mau bersaing dengan camera phone lainnya, misalnya Mi Note 10 Pro dengan resolusi 108MP. Kamera ultrawide tetap diberi resolusi 8MP, cukup tetapi kurang greget juga. Kamera depth sensor beresolusi 2MP di X2 Pro hanya ditukar fungsi untuk makro, seharusnya minimal 5MP itu bisa. Dan, jeng, jeng, jeng.
Kemampuan optical zoom dari X3 yang katanya SuperZoom ini hanya lima kali! Ya, lima kali. Dengan resolusi 8MP, lensa kamera menggunakan susunan periskop untuk menghasilkan 5× optical zoom. Unggul dari X2 Pro memang dengan hanya 2× optical zoom, tetapi resolusi dipangkas. Dari Reno 10× Zoom? Sama perbesarannya, resolusi dipangkas. Dari Galaxy S20 Ultra? Perbesarannya memang hanya empat kali, tetapi resolusinya jauh lebih besar. Bukannya tidak cukup, tetapi kurang greget lagi-lagi.
Zaman sekarang, resolusi 12MP sudah menjadi suatu standar untuk foto yang dikatakan cukup bagus. Komentar para pengulas di luar negeri, perbesaran lima kali itu tidak ideal karena justru lebih umum digunakan perbesaran dua kali. Berarti, X2 Pro tetap lebih baik. Lah?
Ketika ponsel Anda memiliki perbesaran optik lima kali, perbesaran yang kurang dari lima kali tetap dilayani oleh digital zoom. Hal ini dikarenakan lensa telefoto pada ponsel tidak dapat bergerak untuk menyesuaikan focal length, alias sudah ditetapkan. Menurut ilmu fisika, rasio focal length inilah yang kelak menentukan rasio perbesaran foto. Lebih dari lima kali? Diperbesar oleh lensa telefoto dulu, lalu diperbesar lagi secara digital.
Sepengalaman saya, butuh dua kali perbesaran, tiga kali perbesaran, dan sepuluh kali perbesaran untuk masing-masing skenario duduk di bagian depan, bagian belakang dari ruangan yang kecil, dan bagian belakang dari aula yang cukup besar dalam suatu acara. Di Reno 10x Zoom, yang notabenenya resolusi lensa telefotonya lebih besar, itu pun ukuran perbesaran yang optimal tanpa gangguan hanya mencapai 10.3 kali. Realme X3 SuperZoom? Kemungkinan kurang lebih sama atau bahkan lebih rendah.
Kamera depan juga tidak greget dengan resolusi 32MP untuk wide dan 8MP untuk ultrawide. Bagi saya, lensa ultrawide saja sudah cukup bagus asal diiringi dengan optimasi perangkat lunak yang pas. Sudah tidak greget, memperjelek tampilan ponsel pula. Huh.
Bukan ponsel Zoom-Zoom sejati
Sekalipun diberikan label SuperZoom, ponsel ini sama sekali bukan ponsel Zoom-Zoom sejati. Gelar itu lebih layak diberikan kepada Samsung Galaxy K Zoom. Apa itu?
Ya, Galaxy K Zoom adalah anak dari keluarga Samsung Galaxy S5 yang penampilannya benar-benar seperti kamera, termasuk soal dimensi yang cukup tebal. Bentuk lensanya benar-benar seperti lensa kamera profesional yang bisa bergerak menyesuaikan focal length. Perbesar dua kali, optical zoom. Perbesaran tujuh kali, optical zoom juga. Alhasil, perbesaran optik sampai sepuluh kali benar-benar terasa. Imbasnya, bodi belakang tidak rata, tidak cantik, dan tebal. Ponsel seperti ini memang tidak terlalu laku di pasaran, tetapi saya kagum sampai hari ini.
Andaikan ada produsen ponsel yang hanya memberikan satu lensa kamera saja tetapi bisa memberikan fitur zoom seperti Galaxy K Zoom, itu sudah lebih dari cukup bagi saya. Apalagi jika aperture juga bisa diatur manual dalam rentang tertentu untuk menyesuaikan masuknya cahaya dan membuat efek bokeh secara profesional, lebih salut lagi saya. Sekali lagi, kan berandai-andai itu boleh.
Realme X3 SuperZoom itu ponsel gaming, bukan ponsel foto-foto
Jadi, saya menyimpulkan bahwa Realme X3 SuperZoom lebih cocok dibilang sebagai ponsel gaming bagi mereka yang tidak membutuhkan tenaga setara Snapdragon 865, itu pun kurang lengkap tanpa jack 3.5mm yang hilang dari X2 Pro. Main game tanpa musik agar tidak mengganggu lingkungan sekitar atau harus menggunakan wireless earbuds, melupakan seni menggunakan earphone dong. Satu-satunya keunggulan X3 SuperZoom dari X2 Pro hanya refresh rate layar. Teknologi panel? Kecepatan charging? Kalah. Kenaikan kapasitas baterai? Tidak signifikan. Secara umum, saya tetap lebih menyarankan X2 Pro (kecuali soal umurnya yang lebih tua dan versi Android terakhir hasil update yang mungkin lebih rendah) atau naik ke Mi 10 sekalian (untuk urusan performa), bisa juga ASUS ROG Phone II (untuk urusan refresh rate layar dan kapasitas baterai besar, sampai 6000mAh!).
Kameranya kurang greget, layarnya pun bukan AMOLED, jadi sulit jika ingin mengatakan bahwa ponsel ini adalah ponsel fotografi atau camera phone. Jika mencari camera phone, Mi Note 10 Pro dengan lima lensa kamera belakang lebih cocok. Perbesaran optik dua kali ada dengan resolusi 12MP, perbesaran optik lima kali juga ada dengan resolusi 5MP (di-upscale kemudian secara digital ke 8MP), resolusi lensa ultrawide 20MP, dan lensa utama mencapai 108MP. Belum lagi, infrared blaster yang jadi daya tarik keluarga Mi untuk menjadi remote alternatif atas TV dan AC. Snapdragon 730G? Lebih dark cukuplah kalau bukan untuk gaming. Baterai mencapai 5260mAh, sangat cocok diajak bepergian mencari spot terbaik untuk berfoto.
Kelayakan harga
Kemarin di peluncuran Redmi Note 9 Pro, entah kebetulan atau tidak, harganya menyesuaikan dengan harga wajar yang saya usulkan. Realme? Tidak!
Di atas kertas, ponsel yang dijuluki David GadgetIn sebagai produk Realme terbaik di 2020 ini berada di antara dua produk BBK Lainnya, yaitu Oppo Reno 10x Zoom dan Realme X2 Pro. Jadi, harganya secara idealdiperkirakan antara Rp7 sampai 7,8 juta. Membandingkannya dengan ASUS ROG Phone 2 (jika dikategorikan ponsel gaming) atau Mi Note 10 Pro (jika dikategorikan ponsel fotografi) memberikan penilaian harga wajar di Rp7,5 juta. Ya, harga rilisnya adalah Rp8 juta alias lebih mahal dari itu semua. Worth sih masih, tetapi memang siap-siap merogoh kocek lebih dalam.
Melawan Sharp Aquos Zero 2 dan R3 yang baru meluncur resmi di Tanah Air? Mudah bagi Realme untuk memenanginya. Mahal? Ya, karena pesaing dengan prosesor setara atau di atasnya juga minim dan mahal-mahal.
Akan tetapi, kaum mendang-mending masih menganggap harga itu mahal. Jika Anda merasa masuk dalam kategori itu, mungkin Rp8 juta bisa membuat Anda kecewa setelah dibanding-bandingkan dengan Xiaomi Mi 10. Tidak ada fitur perekaman 8K, tidak ada wireless charging dan reverse wireless charging, tidak ada IR blaster, resolusi kamera lebih rendah, tidak ada modem 5G, prosesor lebih rendah, layar bukan AMOLED, meski ini semua juga belum tentu berpengaruh pada pengalaman penggunaan Anda dan mungkin ini juga tidak diperlukan. Jika harga ponsel belum terjun ke Rp6,4 juta, jelas bukan jadi pilihan yang baik untuk Anda dan lebih baik jangan beli karena ujungnya hanya akan membuat Realme pusing dengan protes Anda. Naik saja langsung ke Mi 10 jika ada uangnya, gampang kan? Mau menunggu, bisa sampai Poco F2 Pro rilis.
Aksesoris tambahan
Di paket penjualan, sudah tersedia soft case dan pelindung layar. Hal yang penting untuk dibeli, ya power bank yang mendukung fast charging berdaya besar karena kapasitas baterainya biasa saja. Jika Anda takut ponsel jatuh dan membentur bagian layarnya, flip book case mungkin juga penting.
Sekian preview Realme X3 SuperZoom, baik dari segi pemikiran wajar maupun kaum mendang-mending. Silakan dipikirkan lagi oleh para Mojokers, pinang pulang atau tidak.
Sumber gambar: Twitter @MadhavSheth1
BACA JUGA Butuh HP Android Murah? Lirik Ponsel Zaman Old untuk Alternatif di Tengah Pandemi! dan tulisan Christian Evan Chandra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.