Ibu kos yang overprotektif ke penghuninya benar-benar bikin nggak nyaman. Baiknya sih kalian nggak usah nyoba kos yang terkenal strict.
Dua tahun awal kuliah di Semarang, saya ngekos di seberang kampus. Saya pilih kos dekat kampus karena nggak bawa kendaraan pribadi. Biar saya nggak capek dan males bolak-balik kuliah. Maklum hawa di Semarang itu cukup panas.
Sebulan awal ngekos di sana, nggak ada masalah apa-apa. Akan tetapi, setelah satu semester, saya menyadari bahwa ibu kos overprotektif. Kebetulan… eh nggak kebetulan juga, sih, emang beliau tinggal di samping kos yang sewa. Tembok kos saya dengan rumahnya berdempetan.
Punya pasangan yang overprotektif aja nggak enak. Apalagi kalau punya ibu kos yang overprotektif, pasti lebih nggak enak lagi. Kalian mau tahu nggak enaknya kayak gimana? sini saya kasih tahu ceritanya.
Daftar Isi
Dilarang mengajak teman menginap
Kesalahan saya sejak awal adalah nggak menanyakan peraturan di kos tersebut. Ditambah bu kosnya juga belum membuat peraturan kos secara tertulis. Sebab, kos itu baru selesai dibangun. Dan ndilalah saya jadi penghuni pertamanya.
Pernah suatu ketika ada seorang teman yang kuliahnya ngelaju, ia berniat pulang ke rumahnya, tapi hari sudah terlalu larut. Badannya pun sudah sangat lelah untuk melalui jalanan dengan waktu tempuh kurang lebih 90 menit. Daripada kenapa-kenapa di jalan, dia akhirnya numpang di kos saya. Pikiran saya sangat positif waktu, nggak mungkin bu kos marah karena teman saya ini laki-laki.
Paginya, setelah teman saya pulang. Saya dipanggil ke rumah bu kos. Saya nggak punya firasat akan dinasihati. Bu kos bicara baik-baik ke saya, kemudian memberi satu aturan baru yaitu melarang semua penghuni mengajak nginap temannya di kos dengan alasan apa pun.
Larangan mengajak teman menginap di kos tak mengenal gender. Baik laki-laki apalagi perempuan. Kalau cuma melarang nginap teman lawan jenis, saya masih bisa mengerti. Jelas, untuk menghindari zina.
Usut punya usut, alasan Bu Kos melarang teman penghuni menginap di kos karena khawatir biaya air dan listrik rumahnya naik. Sebab, tagihan listrik dan air di kos masih ngikut ke rumah bu kos. Makanya, dia sangat ketat soal ini.
Tapi, nginep semalem nggak bakal naikin listrik sebanyak itu sih. Nggak mungkin juga saya bawa temen ke kos buat ngelas rangka motor. Kalau gitu mah, diusir nggak apa-apa.
Diawasi saat ada teman main ke kos
Entah mengapa bu kos itu suka sekali mengawasi penghuni kos yang membawa temannya ke kamar. Sekali pun yang dibawa itu bukan lawan jenis. Kenapa saya tahu diawasi? soalnya setiap saya atau penghuni lain bawa teman ke kamar, tiba-tiba bu kos mondar-mandir di depan kamar. Tanpa alasan yang jelas.
Gara-gara diawasi terus, para penghuni kos jadi males bawa temannya ke kamar. Mereka lebih memilih ngajak main temannya di kampus daripada di kos. Sampai ada penghuni kos yang berkalakar kalau ibu kos kami ini cita-citanya dulu menjadi anggota BIN.
Ditanyain kalau pulang larut malam
Harga sewa kos saya ini termasuk sangat terjangkau. Untuk ukuran kos yang berada di dekat kampus. Dengan harga yang sangat terjangkau, saya nggak bisa berharap banyak terkait fasilitasnya. Sudah bisa belajar, tidur, dan MCK dengan nyaman saja sudah cukup.
Karena nggak ada fasilitas wifi di kos, kalau butuh akses internet, saya langsung pergi ke kampus. Maklum, saya ini termasuk mahasiswa fakir kuota. Lagian kampus saya juga dekat dari kos kok. Cukup dengan jalan kaki beberapa menit saja.
Namanya mahasiswa kalau sudah dapat internet yang kenceng suka nggak kenal waktu. Ketika ngenet di kampus minimal saya bisa sampai jam 10 malam. Kadang bisa lebih. Bahkan tak jarang juga sampai tengah malam.
Kalau sudah pulang terlalu larut, mesti paginya saya ditanya oleh Bu Kos kenapa pulang malam sekali. Entah dari mana dia bisa tahu saya pulang larut. Padahal, setiap pulang larut, saya selalu pelan-pelan dan nyaris nggak menimbulkan suara. Mungkin bu kos saya ini benar-benar anggota BIN.
Ditungguin jika nggak pulang ke kos
Saat akhir pekan, waktunya saya bebas dari segala tugas perkuliahan. Akhir pekan saya jadikan masa melepas stres dari tugas kuliah. Kadang untuk melepas penat, saya nongkrong di angkringan sampai pagi buta bersama teman-teman ormawa. Atau, main PS hingga adzan subuh berkumandang.
Sekitar jam tujuh pagi, saya baru pulang ke kos untuk tidur. Setelah selesai sarapan tentunya. Kalau saya pulang pagi, bu kos sudah duduk manis di depan rumah untuk nungguin saya lewat. Lalu, saya dicecar berbagai pertanyaan olehnya. Untuk menghormati dia, saya jawab semua pertanyaan itu. Walaupun sering saya jawab sekenanya karena sudah ngantuk.
Begitu sekiranya berbagai hal nggak enak ketika punya ibu kos overprotektif. Setelah menginjak tahun ketiga kuliah, saya memutuskan pindah ke basecamp ormawa. Selain butuh kebebasan, saya juga ingin belajar hidup bersama dengan orang banyak.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Polisi Tidur: Dibutuhkan Warga, tapi Bikin Jengkel Pengendara
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.