Punya Guru BK yang Beneran Ngasih Konseling Adalah Sebuah Privilese

Punya Guru BK yang Memang Memberikan Konseling Adalah Sebuah Privilese terminal mojok

Dalam suatu sistem pendidikan menegah atas, peran konselor atau tenaga pendidik yang berperan melakukan konseling sangat penting. Merekalah yang membantu murid mengaktualisasikan ilmu yang didapat di sekolah ke dunia nyata. Entah dengan membantu pemilihan jenjang pendidikan selanjutnya, atau bahkan membantu memilih karier. Di Indonesia, tugas konselor biasanya jatuh ke tangan guru bimbingan dan konseling atau akrab disebut BK.

Tentu ada harapan besar agar guru BK bisa menjadi tempat bagi setiap murid untuk dapat berkonsultasi akan keputusan hidup ke depannya. Apalagi murid yang tinggal di kota besar pada era modern ini sering dihadapkan dengan banyak permasalahan kompleks. Salah satu contohnya, biaya kuliah di perguruan tinggi swasta di saat kuota di perguruan tinggi negeri terbatas. Selain itu, ada juga masalah lain seperti sulitnya mencari pekerjaan di sektor formal bagi lulusan SMA yang memutuskan tidak lanjut kuliah.

Tapi, kalau boleh jujur, menurut saya kinerja mayoritas guru BK ya gitu, deh. Pelayanannya ala kadarnya, kayak orang masak sayur tanpa garam, yang penting sayurnya matang. Di sini saya bicara langsung pengalaman pribadi dengan guru BK waktu sekolah di SMA negeri saya saja, ya.

Sebagai catatan, SMA saya lokasinya ada di ibu kota, jadi seharusnya punya akses terhadap sumber daya manusia yang baik dan beragam. Walau kenyataannya sumber daya manusia yang baik malah terkonsentrasi di SMA negeri unggulan. Kalau ada sumber daya manusia yang baik di SMA saya, kemungkinan dalam waktu kurang dari 5 tahun bakal ditarik oleh dinas ke SMA di tengah kota. Maklum, sekolah saya bukan termasuk unggulan dan murid-muridnya juga bukan berasal dari kalangan berada seperti di SMA negeri unggulan.

Di tengah situasi seperti ini, harapan buat guru BK untuk komunikatif dan perhatian pada murid yang dibimbingnya itu sangat besar. Tapi namanya harapan, sering kali bertepuk sebelah tangan. Guru BK di sekolah saya bisa dibilang tipe melakukan bimbingan dan konseling seadanya saja. Kayak cuma formalitas yang perlu dilakukan biar tidak dibilang makan gaji buta.

Contohnya setiap kali ada pelayanan tatap muka di kelas dengan guru BK. Kelas seperti ini sebenarnya diamanatkan oleh PP No. 74 Tahun 2008 untuk dilakukan oleh guru BK untuk memperoleh tunjangan profesi. Namun, namanya doang pelayanan, isihnya sih lebih seperti kelas biasa. Malahan guru BK di sekolah saya malah menyuruh kami mencatat teori-teori konseling tiap ada kelas dengannya.

Lah, maaf ya, yang harusnya tahu teori-teori konseling kami para murid atau njenengan sebagai guru BK? Kami mah sudah pusing dengan tugas dan ujian dari pelajaran lain, eh pas kelas konseling masih disuruh mencatat ceramah guru. Bukankah konseling seharusnya dilakukan dua arah dan fokus pada yang meminta konseling? Ini malah tak ubahnya seperti pelajaran Bahasa Indonesia yang isinya cuma nyatet terus.

Keadaan sama juga terjadi kalau kami konseling pribadi secara langsung dengan guru BK. Boro-boro disuruh menyelesaikan masalah berat seperti perundungan, diajak konseling soal masa depan saja berasa mereka rada ogah-ogahan. Padahal guru BK di sekolah saya cuma 3 orang, tapi pelayanannya seperti cuma 1 orang yang mengampu satu sekolahan.

Satu-satunya memori saya akan percakapan di ruang BK saat pendaftaran SNMPTN adalah soal pertanyaan kampus mana yang akan saya pilih beserta jurusan. Lalu pilihan jurusan akan dicatat untuk pendataan dan… sudah gitu saja.

Tidak ada yang namanya pertanyaan seperti, “Apakah pilihan jurusanmu sudah sesuai minat?” atau, “Kamu sudah melakukan riset terkait universitas tujuan?”. Malahan saya mendapat lebih banyak informasi soal SNMPTN dan SBMPTN seperti jumlah peminat tahun lalu di jurusan pilihan saya dari lembaga bimbel.

Apalagi kalau kamu memutuskan langsung kerja setelah lulus SMA karena kekurangan dana untuk kuliah seperti banyak teman seangkatan saya. Jangan harap bakal diajari cara membuat CV atau mengikuti wawancara kerja. Malahan kamu tidak bakal diladeni atau dipanggil ke ruang BK buat konseling masa depan. Dianggap sudah lost cause sama mereka yang duduk di singgasana ruang BK.

Lebih nyeseknya lagi, waktu SMA saya sebenarnya cuma murid dengan nilai rata-rata. Saya tidak masuk dalam daftar murid elite yang sering jadi jagoan guru BK biar masuk PTN. Namun, waktu saya berhasil masuk PTN ternama dan kembali ke SMA di acara Campus Goes to School, semua guru BK menanyakan nama saya. Hadeh, jadi selama ini nama saya tidak diingat walau sudah melakukan pencatatan siapa yang ikut SBMPTN?

Makanya setiap kali saya nonton anime atau drama Jepang, dan guru BK di sana digambarkan benar-benar melakukan konseling, rasanya seperti menonton cerita fantasi. Coba guru BK di sini mengikuti guru-guru yang saya tonton di cerita fiksi nan utopis tersebut. Para siswa bukan cuma ditanya soal pilihan universitas, tapi ditanyai berbagai hal lainnya. Mulai dari persiapan untuk mengikuti ujian masuk universitas hingga apakah pilihan jurusan sudah sesuai minat diri sendiri.

Kalau perlu orang tua juga harus ikut dipanggil sekali agar murid dan orang tua satu suara soal pilihan kuliah. Waktu saya SMA, yang namanya orang tua memaksa anak masuk jurusan Teknik atau Kedokteran walau dari segi akademik si anak tidak sanggup itu sudah jamak. Harusnya, di sinilah guru BK berperan menjembatani perbedaan persepsi ini dan dan membuat pikiran orang tua juga terbuka akan bakat lain sang anak.

Belum lagi murid lain yang tidak akan lanjut kuliah. Mau mereka cuma lulusan SMA tetap harus ada bimbingan untuk membantu cari kerja. Jangan kaget kalau banyak lulusan SMA di Indonesia akhirnya kerja di sektor informal dengan gaji kecil, lha waktu sekolah saja mereka tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan untuk mencari kerja, kok.

Masa hanya karena keterbatasan dana untuk melanjutkan kuliah, mereka ditinggalkan begitu saja? Apalagi jumlah SMK di Indonesia kan masih kalah jauh dengan SMA. Harusnya guru BK di SMA pun proaktif dalam membantu para lulusan SMA ini untuk mempersiapkan mereka melakukan pencarian kerja setelah lulus.

Akhirnya, guru BK yang memang benar-benar ingin semua muridnya sukses terlepas dari nilai akademik atau pilihan mereka setelah lulus, benar-benar seperti hanya ada di cerita fiksi. Kalau guru BK di SMA kalian berbeda jauh dengan penjelasan saya, sekarang juga kalian harus chat mereka dan mengucapkan terima kasih atas bimbingan blio waktu SMA. Karena mendapatkan guru BK yang benar-benar peduli dengan muridnya dan melakukan konseling dengan layak adalah sebuah privilese.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version