Ponorogo, Kota dengan Sejuta Julukan

Membandingkan Kabupaten Ponorogo dan Trenggalek. Mana yang Lebih Maju?

Membandingkan Kabupaten Ponorogo dan Trenggalek. Mana yang Lebih Maju? (Unsplash.com)

Sebagai putra asli Ponorogo, rasanya sudah tidak asing lagi dengan julukan kota ini. Yaps, Ponorogo merupakan kota dengan berbagai hal ikonik di dalamnya. Hal yang pasti terlintas di benak kita tentunya Reyog. Kesenian ini sudah diakui di seluruh penjuru Nusantara sebagai kesenian khas Ponorogo.

Selayaknya kota-kota lain di tanah air, Ponorogo juga memiliki julukan. Tapi bedanya itu satu, kota ini julukannya kelewat banyak. Tergantung dari sudut pandang mana kalian memandang kota ini, kalian akan punya julukan yang berbeda untuk kota ini.

Nah, saya mau bagikan beberapa julukan untuk kota ini, yang selama ini melekat di kepala banyak orang.

Kota Reyog

Julukan ini tentunya sudah tidak asing lagi di telinga kita. Reyog merupakan kesenian khas Ponorogo. Tak salah jika kota ini mendapat julukan Kota Reyog. Namun, antara Reyog dan Reog, manakah yang benar?

Sebutan yang benar adalah Reyog. Hal ini disebabkan reyog sudah muncul sekitar empat abad yang lalu. Dalam aksara Jawa, tertulis menggunakan ‘ya’ bukan ‘ha.’ Lalu dari mana asalnya kata Reog?

Kata reog merupakan slogan Ponorogo pada era pemerintahan Bupati Markum Singodimedjo. Saat itu, beliau menggunakan branding Ponorogo sebagai kota Reog. Reog merupakan kepanjangan dari Resik, Endah, Omber, Girang-Gemirang.

Kota Santri

Selanjutnya yaitu Kota Santri. Julukan ini melekat tak lain karena di kota ini terdapat banyak sekali pondok pesantren. Terdapat lebih dari seratus pondok pesantren yang tersebar di penjuru kabupaten, mulai dari pesantren Salaf, pesantren modern, atau bahkan yang semi modern.

Di antara pesantren besar di Ponorogo antara lain Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, Pondok Pesantren Darul Huda Mayak, dll. Pesantren yang ada di kota ini tak kalah dengan jumlah pesantren di Kediri maupun di Pasuruan.

Kota Nikah Dini

Sekitar awal 2023, nama Ponorogo mencuat di jagat dunia maya. Hal ini tak lain dan tak bukan disebabkan karena banyak media yang memberitakan bahwa kota ini merupakan kota dengan jumlah pernikahan dini terbanyak. Berita ini sempat membuat heboh jagat maya tanah air. Tak hanya itu, kota ini bahkan disebut-sebut sebagai kota dengan jumlah pelajar hamil duluan yang banyak.

Nguawur.

Ya, walaupun kabar ini sebenarnya tidak sepenuhnya benar. Memang, berdasarkan data dari Pengadilan Agama menyatakan bahwa terdapat kenaikan angka dispensasi nikah. Namun, Ponorogo menempati peringkat ke-28 dari 37 kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan angka pernikahan dini. Bukankah ini berarti kota ini justru ada di urutan ke-10 terbawah?

Ya, saya sebagai putra asli Ponorogo tak begitu paham dengan fenomena ini. Entah karena ini merupakan propaganda dari media atau memang ada unsur kesengajaan dengan tujuan tersembunyi di baliknya? Entahlah.

Baca halaman selanjutnya

Berhala, balon, TKI…

Kota Berhala

Ketika memasuki Ponorogo, terutama di daerah kota, kita akan disuguhkan pemandangan berupa patung-patung yang ada di perempatan jalan. Patung-patung tersebut sengaja dibangun di tengah-tengah perempatan jalan sebagai bundaran.

Patung-patung yang ada di bundaran tersebut sebagian besar merupakan patung dari tokoh-tokoh dalam seni reyog, di antaranya warok, jathil, bujang ganong, dan kelana sewandana. Sehingga, ada yang menyebut kota ini sebagai kota berhala, ya karena ini alasannya. Walaupun patung ini hanya sebagai simbol, bukan sesembahan ya guys. Anggap aja bercandaan.

Kota Balon Udara

Jika di kota lain Idulfitri dirayakan dengan ketupat atau opor ayam, maka lain dengan di Ponorogo. Di kota ini, balon udara menjadi salah satu cara untuk merayakan Idulfitri. Balon udara yang dimaksud di sini merujuk pada balon yang terbuat dari bahan plastik yang diterbangkan dengan sumbu yang dibakar.

Namun, kini menerbangkan balon udara merupakan suatu tindakan yang dilarang hukum. Peraturan Menteri nomor 40 tahun 2018 menegaskan untuk melarang menerbangkan balon udara secara ilegal di atas ketinggian 150 meter tanpa awak maupun tali.

Walaupun sudah jelas dilarang, nyatanya masih ada saja warga yang nekat menerbangkan balon udara. Namanya juga tradisi. Begitulah alasan mereka. Pihak berwajib tak bosan-bosan dalam memberikan ketegasan kepada mereka yang melanggar. Tetapi nyatanya? Ya, begitulah.

Saya pun nggak habis pikir, Mengapa balon udara diidentikkan dengan kota ini. Padahal setau saya, di daerah lain juga banyak yang menerbangkan balon udara. Tapi yang identik hanya dengan Ponorogo.

Kota TKI

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Ponorogo menempati urutan pertama jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terbanyak se-Jawa Timur. Pada tahun 2022, TKI asal Ponorogo mencapai angka 29.022 jiwa yang tersebar di Hongkong, Taiwan, Saudi Arabiah, dll.

Tak heran, jika di Ponorogo ada sebuah desa yang dijuluki sebagai Kampung Korea. Kampung ini terletak di Desa Sukosari, Kecamatan Babadan. Di kampung ini, terdapat setidaknya 20 persen dari penduduknya yang bekerja sebagai TKI di luar negeri. Di kampung tersebut, berjejeran rumah-rumah elit bak istana di sisi kiri dan kanan jalan. Selain di Sukosari, ada juga kampung TKI di desa Blimbing, desa Kebonsari, dan desa Mojorejo.

Itulah sekilas tentang julukan Kota Ponorogo. Tergantung dari sudut mana kamu melihat kota ini, kamu akan punya julukan tersendiri. Mau menjulukinya dengan Kota Mantan, bebas, sakkarepmu, yang penting kamu bahagia, ra jotos-jotosan, dan tetap hafal Pancasila. 

Penulis: Miftakhu Alfi Sa’idin
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Membandingkan Kabupaten Ponorogo dan Trenggalek, Mana yang Lebih Maju?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version