Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Pertanyaan Makan sebagai Penanda Kelas Ekonomi dan Kadar Moral Seseorang

Muhammad Adib Mawardi oleh Muhammad Adib Mawardi
2 Mei 2020
A A
Nggak Habis Pikir Sama Orang yang Tidak Menghabiskan Makanan Hajatan terminal mojok.co

Nggak Habis Pikir Sama Orang yang Tidak Menghabiskan Makanan Hajatan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Cara pandang seseorang terhadap makan dapat dijadikan tolok ukur tingkat perekonomian mereka, apakah masuk dalam kategori orang kaya, cukup, atau fakir. Pandangan terhadap “makan” juga dapat digunakan untuk menentukan moralitas seseorang, apakah mereka termasuk kategori orang baik atau biadab. Ekspresi cara pandang orang tentang makan/makanan itu ada pada pertanyaan makan mereka. Dari susunan kalimat mereka kita bisa tahu tingkat ekonomi dan moralitas orang yang mengatakannya.

Pertanyaan makan #1 “Hari ini mau makan di mana?”

Posisi ketiga ini adalah golongan paling mapan dari aspek perekonomian dibandingkan dua golongan yang akan saya bahas selanjutnya. Golongan ini yang bebas menentukan tempat makan sesuka hati karena harga dan ketersediaan uang bukan problem lagi.

Tapi, bisa juga golongan ini bertanya demikian karena mereka terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu untuk memasak sendiri. Insting homo economicus mereka membuat mereka segera bisa mengalkulasi, makan di luar/jajan < meninggalkan pekerjaan.

Pertanyaan #2 “Hari ini makan apa?”

Kondisi perekonomiannya cukup baik daripada golongan ketiga nanti, sebab ia masih bisa menentukan masakan apa atau makanan apa yang bisa ia konsumsi pada saat itu: berbuka nanti pakai apa? Sahur nanti menunya apa? Apakah dengan nasi pecel, soto, rawon, dan seterusnya.

Pertanyaan #3 “Hari ini apa bisa makan?”

Satu-satunya arti: orang yang menanyakan hal ini (biasanya kepada dirinya sendiri atau pasangannya) adalah golongan orang yang sangat kekurangan. Saking miskinnya, mereka bahkan tak bisa memastikan apakah bisa memenuhi kebutuhan mendasar orang untuk hidup sehingga dalam benaknya selalu muncul angan-angan untuk menyingkap sebuah misteri besar, nanti apakah bisa makan?

Pertanyaan #4 “Nanti makan siapa?”

Untuk golongan keempat ini sudah jelas diisi oleh mereka yang berperilaku brutal dalam mencari makan. Biasanya mereka sudah berkecukupan tapi masih tak puas menumpuk harta. Begitu bento-nya orang-orang ini, selalu terlintas dalam benak mereka pertanyaan itu, nanti makan siapa? Nanti mau malak siapa? Nanti mau memanfaatkan siapa?

***

Di zaman kapitalisme ini banyak orang telah melupakan tradisi menghikmati pesan para leluhur mereka sebelum meninggal dunia. Umumnya para leluhur terilhami ajaran Nabi Yakub yang sempat menanyai anak-anaknya pada detik-detik menjelang wafatnya, “Maa ta’buduuna min ba’dii—apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?”

Baca Juga:

Jangan Terkecoh! Saya Jelaskan Kenapa Makan di Restoran All You Can Eat Itu Nggak Logis, Cuma Bikin Dompet Nangis

Ironi Wonosobo: Pemerintah Gencar Promosi Wisata, tapi Warga Tetap Miris Hidupnya

Pertanyaan ini adalah untuk memastikan keadaan keimanan anak cucu mereka tidak ada yang menyimpang setelah ia meninggal agar ia dapat menghadap Tuhan dengan jiwa yang tenang sebab tanggung jawab mendidik anak keturunan telah paripurna.

Tentunya, pemahaman anak dan keturunan tentang Tuhan ini tidaklah diperoleh dengan instan. Butuh pendidikan secara berkala. Keteladanan dari orang yang mengajarinya secara berulang dan konsisten sehingga menjadi sebuah keyakinan dan pembiasaan yang begitu melekat. Pada saat-saat akhir seseorang berada di dunia, mereka cukup menanyai anak turunnya dengan pertanyaan yang ringkas dan bersifat check point, “Apa sesembahan kalian setelah aku meninggal?” Maka berdasarkan proses belajar dan kesadaran mereka selama ini, mereka akan mantab menjawab, “Gusti Allah, Tuhan yang sama dengan Tuhannya Bapak, Tuhannya Simbah, Tuhannya Mbah Buyut, canggah, udeg-udeg, gantung siwur, debog bosok, dan para leluhur seterusnya.”

Pertanyaan singkat namun substantif disertai jawaban akurat seperti ini sulit terjadi manakala orang tua tidak menanamkan ajaran-ajaran ketuhanan kepada anak-anaknya. Seperti yang terjadi pada para orang tua generasi saat ini sampai-sampai yang mereka pedulikan saat ajal menjelang hanyalah “Maa ta’kuluuna min ba’dii—apa yang akan kalian makan sepeninggalku?”

“Makan” yang ia tanyakan pada anak turunnya menjelang kematian itu merupakan pertanda kepanikannya bahwa ada kemungkinan keluarga yang ditinggalkan bisa kesulitan sekadar untuk “makan”, untuk bertahan hidup. Pertanyaan inilah adalah tanda pergeseran orientasi utama kehidupan dari ta’bud (menghamba pada Tuhan) menjadi ta’kul (makan).

*Diolah dari penjelasan Cak Nun (Emha Ainun Nadjib) dalam “Sinau Bareng”.

BACA JUGA Menghitung Utang Budi (yang Bisa Diingat) Anak pada Orang Tua dan tulisan Muhammad Adib Mawardi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 2 Mei 2020 oleh

Tags: Cak NunekonomimakanmoralTuhan
Muhammad Adib Mawardi

Muhammad Adib Mawardi

Pedagang yang suka nulis.

ArtikelTerkait

3 Tips Makan di Restoran All You Can Eat biar Nggak Rugi Terminal Mojok

3 Tips Makan di Restoran All You Can Eat biar Nggak Rugi

2 Februari 2022
Cewek Indonesia Impiannya Menikah dengan Bule Apa Nggak Pernah Pikir Panjang? terminal mojok.co

Cewek Indonesia yang Impiannya Menikah dengan Bule Apa Nggak Pernah Pikir Panjang?

24 Februari 2021
paylater, beli rumah

Paylater Bikin Susah Beli Rumah? Yang Benar Saja!

13 Februari 2023
Bukan Sekretaris, tapi Tugas Bendahara Adalah yang Terberat di Masa Sekolah terminal mojok.co

Inflasi, Penyebab Negara Tidak Mencetak Uang yang Banyak untuk Mengatasi Kemiskinan

11 Juni 2021
Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Menerima Beasiswa Bidikmisi? Ya Salah lah, Pake Nanya, Moralnya di Mana?

Memangnya Kenapa kalau Orang Tajir Menerima Beasiswa Bidikmisi? Ya Salah lah, Pake Nanya, Moralnya di Mana?

24 Desember 2023
Merdeka Pikiran dari Keinginan untuk Jadi Sesuatu di Luar Dirimu MOJOK.CO

Merdeka Pikiran dari Keinginan untuk Jadi Sesuatu di Luar Dirimu

21 Agustus 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

18 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.