Kalau masalah spesifikasi hape mana yang paling bagus untuk kebutuhan tertentu, saya bisa pasang badan dan berani merekomendasikan beberapa pilihan merk dan tipe. Akan tetapi, kalau masalah laptop, saya memang agak telat paham. Buktinya, ketika tahun 2020, laptop dengan kondisi baru pertama yang saya beli masih pakai prosesor Intel Celeron. Keputusan yang membuat saya menaruh sedikit rasa penyesalan beberapa tahun ke belakang ini.
Ketika awal masuk kuliah di tahun 2020, saat Covid-19 masih tinggi-tingginya, saya memulai awal semester pertama tanpa mempunyai laptop. Masa orientasi kampus yang dilaksanakan secara online itu saya jalani dengan modal hape Realme 5 yang waktu itu meskipun termasuk kelas entry level, sudah termasuk badak dan tahan lama dengan baterai 5.000 mAh yang masih cukup jarang.
Ketika pertengahan semester, saya mulai ada rasa pengin punya laptop agar bisa mengerjakan tugas dan mengikuti kelas online dengan lebih nyaman. Dengan budget di bawah 5 jutaan saat itu, saya memberanikan diri untuk mencari laptop. Tidak apa-apa entry level, yang penting bisa menjalankan software perkantoran dengan lancar.
Tampilan cakep, tapi…
Sebagai orang yang lebih terbiasa belanja apapun secara online, saya juga memutuskan untuk melakukan riset dan membeli laptop secara online juga, tepatnya melalui marketplace si oren. Alasannya sederhana, selain toko laptop offline yang meyakinkan jaraknya cukup jauh, beli lewat marketplace tentunya bisa dapat harga lebih murah dan enggak akan akan terkena genjutsu dari penjual. Niatnya pengin beli merek A, eh pas pulang malah bawa merek C.
Saat itu, saya tidak begitu ingat ada opsi saja untuk laptop baru di bawah 5 jutaan, yang jelas tidak banyak. Namun, setelah melihat dan menonton beberapa review beberapa laptop, saya memutuskan untuk meminang laptop Asus A409M dengan spesifikasi singkat Intel Celeron® N4020 Processor dengan varian RAM 4 GB (upgradeable) dan HDD 1 TB (upgradeable to SSD).
Alasan saya nggak muluk-muluk memilih laptop tersebut. Selain harganya yang nggak sampai 4,5 juta saat itu, tampilannya juga memang cakep. Nggak terlalu minder kalau cuman disandingkan sama laptop harga 6-8 juta. Kalau mau nongkrong di cafe, nggak perlu malu gara-gara laptop yang bongsor. Asus yang saya miliki bisa dibilang paling elegan tampilannya untuk spesifikasi di kelasnya.
Tidak kuat buka beberapa tab di browser setelah penggunaan setahun
Hal yang saya banggakan berupa tampilan laptop yang cukup keren di harganya serasa tidak ada gunanya karena kecepatan laptop Intel Celeron ini semakin membuat kesal. Setahun kemudian setelah pemakaian, laptop ini sudah lemot minta ampun untuk buka beberapa tab di Google Chrome. Padahal, isi tab-nya cuma pencarian Google dan beberapa laman turunannya Google Drive.
Setelah itu, saya jadi tahu bahwa performa Intel Celeron memang sudah nggak bisa diandalkan, apalagi di tahun 2024 ketika tulisan ini diproduksi. Ya, boleh saja kalau mau memaksakan diri, tapi harus sabar untuk sekadar membuka browser.
Laptop dengan profesor Intel Celeron tentu saja nggak bakal cocok buat kamu yang nyari laptop buat workaholic. Nggak akan cocok buat budak perusahaan yang jobdesc-nya dobel-dobel. Jangankan dobel, satu jobdesc saja laptop ini susah ngangkat.
Tapi bener deh, kalau buat kerjaan atau kebutuhan pribadi, mending investasi lebih untuk beli laptop dengan prosesor dan spesifikasi lain yang lebih bagus. Kalau memang kepepet, opsi laptop bekas dengan harga di bawah 5 jutaan malah jauh lebih menjanjikan dan menggiurkan.
Baca halaman selanjutnya