Pengalaman Absurd Saya Saat Numpang di Mobil Polisi

Pengalaman Absurd Saya Saat Numpang di Mobil Polisi terminal mojok.co

Pengalaman Absurd Saya Saat Numpang di Mobil Polisi terminal mojok.co

Dari sekian banyak pengalaman menumpang kendaraan, pengalaman saat menumpang mobil polisi menjadi salah satu pengalaman absurd dalam hidup saya. Saya sebut salah satu karena seingat saya ada tiga pengalaman yang kalau saya ingat-ingat, rasanya antara mau mengumpat dan mau ngakak guling-guling.

Untuk pengalaman menumpang mobil polisi, gara-gara kejadian itu, muncul cerita kesalahpahaman yang membuat tetangga saya geger dan orang tua saya jadi panik bukan main.

Kejadiannya sendiri sebenarnya sudah lama berlalu. Sekitar dua belas tahun yang lalu. Saat itu, saya dan teman-teman yang tergabung dalam ekstrakurikuler Pramuka Saka Bhayangkara, mendapat undangan untuk menghadiri sebuah kegiatan di Sekolah Polisi Negara (SPN) di Makassar. Kami pun diminta untuk berkumpul di Polsek tempat kami biasa latihan pramuka, baru kemudian sama-sama naik angkot menuju tempat kegiatan.

Saya lupa waktu itu kami diminta ngumpul pukul berapa dan kegiatannya berlangsung pukul berapa. Saya cuma ingat, waktu itu saya datang sedikit terlambat karena ada kerja kelompok untuk tugas sekolah. Begitu sampai di Polsek, teman-teman baru saja berangkat. Alhasil, saya pun numpang mobil polisi yang kebetulan waktu itu juga akan ke tempat kegiatan.

Mobil polisi yang saya tumpangi itu, saya tidak tahu apa nama dan jenisnya. Saya tahunya, kalau di Makassar disebut dengan mobil bombe’-bombe’ alias mobil (ber)musuhan. Kenapa disebut seperti itu? Sepertinya karena posisi bangku belakang yang saling punggung-punggungan. Jika tiap-tiap bangkunya diduduki, posisi orang yang duduk juga akan punggung-punggungan, laiknya orang bermusuhan.

Di bangku belakang, saya duduk diapit oleh dua orang polwan, sementara di bangku satunya ada tiga polisi.

Sepanjang jalan, tidak terhitung berapa banyak pengguna jalan yang menatap saya dengan tatapan minta penjelasan. Seolah-olah mereka harus tahu, saya ini tersangka kasus apa? Perasaan tidak menyenangkan itu masih ditambah dengan perasaan mual karena saya yang terus menunduk. Saat mobil berbelok, saya juga sempat hampir terjatuh ke depan karena lebih memilih menutup muka daripada pegangan.

Sialnya lagi, pada saat itu, entah kenapa saya merasa mobil terlalu lambat berjalan. Dalam hati saya terus berdoa, semoga mobil ini nggak dapat lampu merah dan semoga saya tidak berpapasan dengan orang yang mengenali saya.

Ajaibnya, yang terjadi justru sebaliknya. Tepat ketika mobil berhenti karena lampu merah, saya malah ketemu dengan tetangga saya. Dia menatap saya, saya balas dengan senyum. Dia ingin menyapa, tetapi tidak berani. Saat itu, yang ada di pikiran saya, senyum saya tentu bisa menjadi jawaban bahwa saya baik-baik saja. Saya bukan tersangka kasus apa pun.

Meninggalkan kejadian tidak sengaja ketemu dengan tetangga, akhirnya saya tiba di tempat kegiatan. Kegiatannya baru saja berlangsung. Keseruan ngumpul bersama teman-teman membuat saya sedikit lupa kejadian absurd di jalan tadi.

Selesai acara, saya pulang ke rumah. Kali itu saya sudah tidak numpang di mobil polisi, saya sudah bergabung dengan rombongan teman-teman yang naik angkot.

Sesampainya di lorong dekat rumah, cerita absurd selanjutnya dimulai.

Tetangga saya teriak-teriak, “Tamy sudah pulang… Tamy sudah pulang.” Saya tentu saja heran. Memangnya, apa yang istimewa dari kepulangan saya? Sampai saya disambut sebegitunya.

Di dalam rumah, ada ibu saya dan beberapa tetangga yang juga ibu-ibu. Ibu saya menangis, sementara bapak saya pergi mencari saya. Saya makin bingung. Kok, saya dicari?

Usut punya usut, tetangga yang tadi melihat saya di atas mobil polisi, menyebarkan berita bohong bahwa saya ditangkap polisi karena kasus narkoba. Luar biasa!

Pantesan dicari ke Polsek katanya tidak ada nama saya dalam daftar orang yang ditahan. Makanya bapak saya pergi ke Polrestabes.

Sepulangnya dari Polrestabes, bapak saya kaget karena saya sudah ada di rumah. Saya juga kaget. Memangnya, yang diharapkan itu, saya ada di mana?

Sejak hari itu, saat saya melihat mobil polisi yang satu itu, saya selalu merasa geli sendiri. Terlalu mengesankankan cerita bersamanya.

Dari kejadian itu saya berharap, semoga nantinya di mobil itu disiapkan semacam gantungan yang biasa dipakai saat olah TKP. Tulisannya: cuma numpang, MyLov.

BACA JUGA 4 Hal yang Mungkin Terjadi Ketika Jadi Anggota Keluarga Polisi dan tulisan Utamy Ningsih lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version