Jember Tidak Lebih Baik dari Bangkalan Madura, Kondisi Pendidikannya Juga Buruk

Jember Tidak Lebih Baik dari Bangkalan Madura, Kondisi Pendidikannya Juga Carut Marut Mojok.co

Jember Tidak Lebih Baik dari Bangkalan Madura, Kondisi Pendidikannya Juga Carut Marut (unsplash.com)

Jember yang katanya Kota Pendidikan di Tapal Kuda ternyata juga masih menghadapi tantangan serius di bidang pendidikan. Tidak jauh beda dengan Bangkalan Madura. 

Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan di Terminal Mojok berjudul Bangkalan Madura Gudangnya Masalah Pendidikan, Anak-anak Terancam Nggak Bisa Lanjut SMA. Abdur Rohman, penulis artikel tersebut menggambarkan keprihatinannya terhadap pendidikan di Bangkalan Madura. Bahkan, anak-anak berusia 7 tahun terancam tidak bisa lulus SMA saking buruknya kondisi pendidikan di sana. 

Saya jadi tertarik menulis kondisi pendidikan di tempat tinggal saya, Jember. Kota Tembakau ini memang menjadi tujuan belajar bagi warga di daerah Tapal Kuda. Namun, angka tidak sekolah di tempati ini ternyata cukup besar. 

Banyak angka anak tidak sekolah di Jember

Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, setidaknya ada sekitar 40.000 anak tidak sekolah di Jember. Faktor ekonomi menjadi alasan besarnya angka tersebut. Selain itu,  Ketidaknyamanan lingkungan sekolah juga menjadi alasan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) enggan bersekolah karena malu. Ini membuktikan bahwa akses kesejahteraan sosial bagi anak-anak marjinal, serta keamanan dan kenyamanan belajar di sekolah-sekolah Jember masih perlu dibenahi.

Kalau Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember seharusnya segera mengambil langkah konkret mengatasi permasalahan ini. Sebagai contoh, Pemkab Jember harus mulai berinvestasi di bidang pendidikan, pemerataan bantuan sosial kepada keluarga yang kurang mampu, menciptakan kultur pendidikan yang setara, serta peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi ABK yang aman dan nyaman.

Rata-rata lama sekolah (RLS) Kabupaten Jember tidak tamat SMP

Selain angka putus sekolah yang tinggi, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) di Kota Tembakau ini juga menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan. Pada 2023, data RLS di Jember sekitar 6,52 tahun. Artinya, anak di atas usia 25 tahun banyak yang nggak berhasil menamatkan SMP di Jember. Bahkan, angka ini jauh di bawah RLS daerah tetangganya, seperti Banyuwangi (7,76 tahun) dan Lumajang (7,14 tahun).

Menurut saya, salah satu penyebab mengapa RLS di Jember rendah adalah aksesibilitas pendidikan yang kurang optimal. Terutama di daerah yang jauh dari pusat kota. Ditambah lagi, faktor ekonomi yang membuat banyak anak harus putus sekolah untuk membantu mencari nafkah keluarga.

Rendahnya angka RLS berujung pada ketimpangan sosial,  kesenjangan masyarakat semakin lebar. Selain itu, generasi yang nggak mampu menyelesaikan pendidikan akan sulit bersaing di pasar kerja yang kian kompetitif ini. Makanya, saya tekankan lagi, perlu ada upaya nyata untuk memperbaiki sistem pendidikan di Jember agar setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Jumlah Janda Usia Sekolah paling tinggi di Jatim

Belum cukup sampai di situ, permasalahan lain yang menyangkut pendidikan di Jember adalah tingginya angka Janda Usia Sekolah (JUS). FYI,  JUS adalah perempuan yang menjadi kepala keluarga sekaligus tercantum di Kartu Keluarga (KK) tanpa tertera nama suami. Di Jawa Timur, angka JUS nyatanya cukup mencengangkan, yakni sebanyak 856 orang di bawah 15 tahun dan sebanyak 2.922 orang usia 15-18 tahun. Nah, Kabupaten Jember sendiri, adalah daerah dengan jumlah JUS tertinggi se-Jatim, tercatat ada 189 JUS. 

Penyebab utama JUS di Jember adalah pernikahan dini karena kehamilan yang tidak diinginkan, kemudian diikuti dengan perceraian. Bahkan, pada 2023, dispensasi kawin usia di bawah 18 tahun di Pengadilan Agama (PA) Jember mencapai 1.294 anak. Angka ini bisa jadi lebih besar. Mengingat BKKBN Jember hanya mencatat yang ada di Pengadilan Agama (PA) dan data adminduk.

Melihat angka-angka ini Pemkab Jember perlu mengambil langkah yang pasti untuk mencegah angka anak putus sekolah serta pernikahan dini dengan menangani dampaknya. Misalnya, pemerataan akses pendidikan, bantuan pendidikan, peningkatan beasiswa, pendidikan seksual yang komprehensif, pemberdayaan perempuan, dan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan yang lebih baik.

Saya rasa, kita semua harus melihat masalah pendidikan di Kabupaten Jember secara lebih kritis dan nggak menganggapnya sebagai hal yang sepele. Pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait harus bersatu untuk memberikan solusi yang konkret dan berkelanjutan untuk masalah ini. Tujuannya, demi menciptakan masa depan anak-anak Jember yang lebih baik lagi. 

Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Jember “Gagap” Jadi Kota Tujuan Belajar. Fasilitas Publik Alakadarnya dan Mengecewakan Mahasiswa

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version