Karya di tengah keterbatasan
Dibandingkan mengkritik sesuatu hal yang sudah tidak mungkin berubah, atau mungkin berubah tetapi terbentur keras oleh realitas. Penulis menawarkan untuk berkarya dengan cara masing-masing, di tengah keterbatasan infrastruktur yang tampaknya akan begitu-begitu saja. Pesimisme itu harus diubah menjadi jalan meraih optimisme, pesimisme tanpa solusi harus dihentikan.
Misalnya, Wonosobo harus berbenah secara ekonomi dengan tidak saja mengandalkan pertanian dan pariwisata. Melainkan harus mulai mengandalkan keunggulan manusia, budaya serta kekayaan intelektual. Itulah yang setidaknya bisa dilakukan oleh Wonosobo, namun lebih banyak luput dijadikan perhatian utama.
Mengkritik pemerintah dalam soal jalan rusak, sekarang hampir bisa dikatakan nirfaedah. Bukan karena mengkritik itu salah, tetapi ada batas tembok realitas yang belum mampu kita jawab bersama. Sebuah tembok yang berasal dari pusat kekuasaan di Jakarta, sebuah tembok yang membuat daerah menjadi seolah-olah pasrah dengan keadaan.
Masih banyak hal yang harus dikritisi di Wonosobo. Bukan untuk memojokkan pemerintah tetapi demi sebuah daerah yang lebih baik di masa kini dan masa depan. Lebih-lebih hal yang masih bisa kita lakukan perbaikan di dalamnya. Sementara dalam kasus jalan rusak, penulis belum menemukan rumus dan formula efektif untuk mengatasi kerusakan jalan di Wonosobo, mungkin khalayak dan pembaca berhasil menemukan formula efektif dalam problem jalan rusak di Wonosobo dengan melihat problem yang tadi sudah disebutkan?
Penulis: Yoga Aditya L
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Alasan Anak Muda Wonosobo Lebih Memilih Merantau daripada Menetap di DaerahnyaÂ
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















