Pelihara Ikan Koi: Stres Tak Sirna, Malah Bisa Bikin Gila

Pelihara Ikan Koi Stres Nggak Hilang, Malah Bisa Bikin Gila terminal mojok

Mungkin adem ya kalau di halaman rumah ada kolam ikan koi dengan air yang jernih? Gemercik aliran air terkena bebatuan kali tentu bisa membawa nuansa nyaman di rumah. Begitulah pikir saya di awal pandemi, ketika saya harus bekerja dari rumah.

Namun, itu semua tidak sepenuhnya benar setelah saya betul-betul mencoba membangun kolam dan mengisinya dengan ikan koi yang indah. Malah, hampir setiap waktu melihat ke kolam koi saya dihantui perasaan tidak nyaman.

Bagaimana mungkin nyaman jika setiap memandangi ikan-ikan yang harganya jutaan itu saya harus senantiasa menyaksikan dengan saksama, apakah ada ikan yang sakit atau semuanya sehat. Jika tidak demikian, dengan kata lain membiarkan ikan yang sakit berlama-lama di kolam berbaur dengan ikan-ikan yang sehat, maka kematian massal bisa terjadi. Alhasil, bisa saja uang jutaan rupiah saya hilang dalam waktu semalam. Seram, kan?

Seperti di awal-awal, dengan polosnya saya mengartikan kualitas air yang baik untuk ikan koi adalah air yang jernih sebening kristal. Oleh karenanya saya memasang filter kolam yang asal bisa membuat air kolam tetap bening saja. Padahal air kolam untuk koi yang berkualitas memiliki banyak sekali parameter seperti: tingkat keasaman, oksigen terlarut, bebas amonia, kandungan mineral, dan suhu air kolam.

Alhasil untuk membangun kolam koi yang ideal diperlukan banyak sekali alat dan bahan, tidak seperti yang saya pikirkan di awal bahwa koi akan hidup di air yang jernih saja.

Jika kualitas air kolam tidak diperhatikan atau dijaga kestabilannya, maka ikan bisa sangat mudah terkena penyakit dan berujung kematian. Seperti yang saya alami, menyaksikan ikan koi mati sudah menjadi hal yang wajar saja lantaran sudah terbiasa. Bukan karena sengaja, tapi inilah wujud sebuah proses pembelajaran.

Dulu, waktu awal-awal melihat ikan seharga jutaan rupiah itu mati, rasanya saya seperti tercekik, sesak, hampir tidak bisa bernapas sangking nyeseknya.

Duh, gimana sih menyaksikan kekasih yang sangat dicintai terkulai lemas tanpa napas meninggalkan kecantikan atau ketampanannya yang sebentar lagi terampas? Seperti itulah kira-kira rasanya melihat ikan koi saya mati berturut-turut.

Selain menjaga kualitas air kolam, kita perlu tahu cara yang tepat dalam menangani ikan yang sedang mengalami sakit. Ini tidak mudah! Seorang pemula harus bisa membedakan mana ikan sakit dan sehat hanya dengan mengamati perilaku ikan, dan itu sangat sulit.

Untuk menentukan manusia yang terkena Covid-19 saja kita perlu serangkaian tes. Lah, gimana dengan ikan? Tidak mungkin kan melakukan swab test pada ikan-ikan peliharaan kita?

Alhasil kita hanya bisa menebak-nebak penyakit ikan koi berdasarkan ciri-cirinya. Hal ini sangat penting karena koi memerlukan penanganan yang tepat. Jika salah penanganan, sudah pasti ikan akan semakin stres dan cepat mati!

Lah, bagaimana tidak stres coba kalau misalnya sakit perut malah dikasih parasetamol? Manusia seperti kita bisa protes, tapi kalau ikan? Cuma megap-megap sambil mengelus dada kali! Duh, kasihan kamu, koi, harus mati di tangan majikan tolol macam saya.

Sampai sekarang pun saya tidak bisa mengidentifikasi ikan yang sakit sedang terjangkit penyakit apa. Paling pol saya bisa mengetahui ikan yang sakit bila ia menyendiri, ogah makan, berenang seperti orang mabok (tak tentu arah), dan siripnya menguncup selama berenang.

Iya, aktivitas saya kalau sudah di depan kolam koi bukan seperti kebanyakan netizen yang bisa minum kopi sambil udud, lalu menatap ikan koi berenang lincah ke sana ke mari. Bukan!

Kalau sudah di depan kolam koi, saya memasang kedua mata untuk memastikan semua ikan peliharaan saya sehat. Jika ada ikan yang terindikasi tidak sehat, maka saya segera menyeroknya untuk dipindahkan ke akuarium karantina.

Nah, di dalam akuarium itulah saya mencoba mengidentifikasi lebih detail penyakit apa yang menyerang ikan koi saya. Apakah karena jamur, bakteri, virus, atau kutu? Selepas itu, saya akan memberikan treatment kepada ikan koi tersebut berdasarkan pengalaman para senior di media sosial yang biasa dipanggil “suhu”.

Setelah mengikuti anjuran para netizen, apakah ikan koi saya bisa sembuh? Tidak! Ikan saya biasanya mati, entah itu keracunan obat yang tidak sesuai dosis atau memang penyakit ikan yang sudah kronis. Kemungkinan besar sih memang ikannya saja yang sudah parah terserang penyakit. Begitu sajalah ya daripada menyalahkan diri sendiri melulu.

Tidak mudah menjadi dokter koi, lho! Saya sudah mencoba berbagai obat untuk berbagai jenis penyakit ikan koi. Saking stresnya lantaran selalu saja gagal, kadang saya berpikir perlu mengoplos obat-obatan itu untuk mengakhiri hidup saya diberikan kepada koi. Aduh, makin gila saja!

Belum lagi menghadapi istri kalau sudah hitung-hitungan duit yang sudah habis dibelanjakan untuk membeli ikan koi. Hiii, serem dah!

Pernah saya “kena mental” karena istri saya. Kata istri saya yang cantik jelita itu, penyebab sebenarnya ikan koi pada mati ya karena terlalu sering saya pindah-pindah. Katanya, ikan-ikan itu stres punya majikan yang kena “penghobi koi sindrom”. Whaaattt???

Lantas, saya harus bagaimana dong kalau ikan koi saya sakit? Diangkat ke akuarium karantina salah, didiamkan di dalam kolam juga salah. Ah, mbuh, Lur!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version