Pasta Gigi Kok Harus Pakai Kotak Lagi?

pasta gigi

pasta gigi

Setiap kali berkunjung ke warung, minimarket atau supermarket, apakah kalian pernah merasa terganggu dengan penampilan pasta gigi? Apakah pernah ada muncul pertanyaan tentangnya? Jujur, saya selalu terganggu apalagi saat membeli pasta gigi—merek apapun itu.

Di saat “peduli lingkungan” bergaung di mana-mana, saya malah merasa geli setiap kali melihat tampilan pasta gigi. Pertanyaan yang terus muncul ketika mata melihatnya adalah, mengapa pasta gigi selalu punya kotak—bungkus? Kadang-kadang di jalan pulang saya masih sering memikirkannya. Tidak penting-penting amat sih, tapi bagi saya tetap menarik, hehe

Pasta gigi adalah kebutuhan sehari-hari. Sekarang mungkin sudah termasuk kebutuhan primer kali ya. Apalagi iklannya berbunyi: menurut Federasi Dokter Internasional, sikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride membuat gigi sehat. Atau, pesan Persatuan Dokter Indonesia: waktu terbaik sikat gigi adalah pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Kita pun akhirnya merasa sikat gigi adalah sebuah kewajiban seperti sebuah ibadah.

Karena itu pula, saya merasa sangat tidak afdol kalau tidak sikat gigi barang satu kali dalam sehari. Sikat gigi itu sangat penting apalagi saya termasuk orang yang mudah sariawan. Bahkan saking pentingnya sikat gigi, saya sendiri pernah melakukan hal konyol dan menggelikan—menggunakan sabun mandi atau shampoo—karena pasta gigi kebetulan sudah habis dan badan sudah terlanjur basah. Sumpah, di gigi atau di mulut rasanya sangat-sangat tidak enak. Hayo siapa pernah sekonyol saya, haha

Karena hampir setiap orang memakai atau membutuhkan sikat dan pasta gigi, maka pasar pun menyediakan beragam rasa dan varian. Mulai dari rasa biasa sampai mint atau mentol. Untuk gigi tahan banting sampai gigi sensitif. Bentuk sikatnya pun beragam. Kita benar-benar membutuhkannya agar gigi lebih bersih dan sehat. Selain itu, pasta gigi juga membuat napas lebih segar. Konon membuat kita lebih percaya diri juga saat berbicara di hadapan orang lain. Seorang teman bahkan menjadikan sikat gigi sebagai syarat utama sebelum ciuman. Bayangkan, gairah saja dimulai dengan gigi yang bersih, hehe

Sekarang coba kita pikirkan. Berapa banyak sampah yang dihasilkan dari pasta gigi? Padahal, tube—tabung—pasta gigi saja sudah merupakan sampah. Lalu buat apa menambah sampah dengan kotaknya? Menurut saya, pasta gigi hanya dengan tube—tanpa kotak atau bungkus—sudah layak jual. Dan tampilannya tetap menarik kok. Jadi buat apa kotaknya? Toh keterangan pada kotak biasanya tertera pula pada tube-nya. Selain menambah ongkos produksi, itu juga pekerjaan yang mubajir.

Takut tulisannya tidak terbaca? Atau takut tampilannya tidak menarik atau artistik? Saya tidak yakin orang-orang terlalu peduli atau membacanya. Dari pengalaman saya pribadi, setiba di kos kotak pasta gigi yang baru saya beli biasanya langsung terbang ke tempat sampah, hehe Jadi, kotaknya tidak perlu, tidak krusial, tidak penting-penting amat.

Sejauh ini, belum ada satu merek pun yang pernah saya temui tanpa kotak—hanya dengan tube—di warung, minimarket atau supermarket yang pernah saya kunjungi. Semuanya masih lengkap dengan kotak. Kalau ada, saya pasti menjadi pelanggan pertama yang setia. Saya jamin itu.

Saya bingung kenapa produsen yang masih menyertakan kotak tambahan itu sampai hari ini. Sementara, “masalah sampah” sedang gencar-gencarnya dibicarakan di banyak tempat, di banyak media. Kalau mereka mau, sebenarnya itu bisa digunakan sebagai salah satu strategi marketing untuk merebut hati konsumen. Tapi entahlah, hehe

Masalah kotak pasta gigi ini hanya sebagai contoh. Kalau anda pergi ke warung atau berbelanja ke berbagai tempat belanja cobalah perhatikan produk-produk yang dijual. Betapa banyak produk yang mubajir dalam penggunakan bungkus, kotak dan sebagainya. Misalnya, anda akan banyak menemukan bungkus snack atau makanan yang lebih besar daripada isinya.

Kalau perusahaan ingin terlibat dalam penanganan sampah, seharusnya lebih peka lebih detail  dengan hal-hal kecil kemasan produknya. Aqua misalnya sudah memberi contoh dengan membuang plastik pada tutup botol. Itu mungkin hal kecil tapi itu pasti memiliki dampak yang positif. Kita sebagai konsumen juga harus lebih peka. Kita juga harus bijak dalam berbelanja. Membeli produk-produk yang lebih “sedikit” memberi dampak negatif pada lingkungan akan mendorong produsen membenahi dirinya.

Semoga produsen pasta gigi membaca tulisan ini. Saya berharap, tak lama lagi saya bisa menemukan pasta gigi tanpa kotak di berbagai tempat belanja. hehe

Exit mobile version