Panduan Memahami Klasifikasi Aset dalam Perpajakan

Panduan Memahami Klasifikasi Aset dalam Perpajakan terminal mojok

Beberapa hari yang lalu, saya didatangi seorang klien yang masih muda dan tentunya kaya raya. Si klien ini marah-marah ketika tahu bahwa sepeda yang baru dibelinya wajib dimasukkan dalam pelaporan pajak tahunan. Begitu dia datang ke saya, tentu jawaban yang sama ia dapatkan. Kecewa? Sudah pasti. Bahkan saya kena umpatan kesalnya hingga akhirnya saya harus turun tangan menjelaskan keadaan yang sebenarnya.

Jadi begini, Mylov. Pada dasarnya, secara struktural pajak telah mengklasifikasikan jenis-jenis aset yang harus dan wajib dilaporkan. Kenapa saya bold? Karena saya menekankan urgensinya kepada WP (Wajib Pajak). Sementara itu, tidak semua WP memiliki pemahaman yang cukup terhadap dunia perpajakan.

Saya pernah membaca twit dari seseorang yang mengeluhkan aturan pajak mengenai ketentuan memasukkan aset pada laporan pajak tahunan dalam bentuk pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Tentunya si WP ini merasa ada yang berbeda dari urgensinya dibandingkan zaman dulu. Dia merasa saat ini sedang euforia sepeda, maka sepedanya wajib dimasukkan. Nanti di zaman punya gadget apa, nah gadget-nya harus dimasukkan, dan begitu seterusnya.

Tentu saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Saya memaklumi hal tersebut. Tidak ada yang patut disalahkan, tapi mbok ya kalau ngetwit tanya-tanya dulu, jangan asal menjustifikasi. Maka dari itu, saya akan sedikit memberikan penjelasan, mudah-mudahan si Mas itu baca, ya.

Klasifikasi aset

Mari saya ajak dulu mengenal klasifikasi aset dalam kewajiban pelaporan SPT Tahunan. Untuk mempermudah, saya akan membagi aset kedalam 3 jenis, yaitu aset likuid, aset tetap, dan aset bergerak.

Aset likuid adalah aset yang sifatnya dapat dicairkan, artinya dapat berbentuk uang dan setaranya. Aset tersebut terdiri aset yang nilainya terus berubah sesuai dengan kebutuhan, sebut saja uang tunai, tabungan, deposito, reksadana, obligasi, trading saham, saham, asuransi, dan masih banyak yang lainnya. Jadi, jika kalian memiliki salah satu atau banyak dari jenis-jenis aset yang saya sebutkan tadi, maka kalian wajib melaporkannya dalam pelaporan SPT Tahunan.

Aset tetap adalah aset yang sifatnya dan wujud fisiknya terlihat. Biasanya identik dengan kepemilikan properti. Nah, properti itu kan jenisnya banyak, tidak hanya rumah. Bisa tanah, ruko, kios, gedung, dan sejenisnya. Maka, jika kalian memiliki salah satu atau banyak dari aset tersebut, sudah menjadi wajib hukumnya dalam melaporkan ke SPT Tahunan.

Aset bergerak merupakan aset yang umumnya dapat digunakan untuk mobilitas sehari-hari. Bisa dalam bentuk sepeda motor, mobil, sepeda, dan sejenisnya. Jadi, aset yang dipermasalahkan tadi di atas berarti masuk dalam kategori di dalamnya. Gimana? Wajib dimasukkan atau tidak? Ya sudah pasti, dong.

Masalahnya, kepedulian WP merupakan persoalan yang masih belum bisa dituntaskan sampai saat ini, mengingat sistem pelaporan perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment, yang memiliki makna bahwa WP memiliki semacam hak prerogatif dalam melaporkan seluruh aset yang dimilikinya dalam pelaporan pajak. Lah, di mana dong tugas petugas pajak? Kewajiban fiskus di dalam ritme atau sistem kepatuhan perpajakan di Indonesia sebatas supervisi, yang bertugas untuk mengawasi, menegur, dan memberi sanksi apabila pelaporan yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan perpajakan.

Sistem big data yang diterapkan oleh DJP

Perlu saya sampaikan pula bahwa DJP (Direktorat Jenderal Pajak) telah memiliki akses yang peranannya cukup penting dalam pengawasan kepatuhan perpajakan di Indonesia. Misal sebut saja ada WP bernama Agus Mulyadi. Blio memiliki tabungan di Bank Mojok, namun karena kealpaannya, si Agus ini lupa melaporkan tabungannya di Bank Mojok. Begitu lambat laun, petugas pengawas memberikan imbauan untuk melaporkan aset sesuai dengan kepemilikannya. Si petugas ternyata menemukan ada aset berupa tabungan yang alpa dilaporkan pada pelaporan SPT Tahunan Agus.

Agus tentu kaget bukan kepalang, kok bisa ya petugas tahu kalau Agus ini punya tabungan di Bank Mojok. Mengingat saat ini sistem big data yang diterapkan oleh DJP, maka semua sistem yang berbalut keuangan tidak hanya tabungan, tapi berbentuk deposito dan bahkan pinjaman online pun sudah terintegrasi dengan sistem DJP. Oleh karena itu, pengawasan ini akan menjadi optimal dalam rangka kepatuhan perpajakan seluruh WP di Indonesia.

Jadi beli sekecil apa pun, semurah apa pun, baiknya dilaporkan dalam SPT Tahunan.

Pahami pergerakan aset

Melaporkan SPT Tahunan tidak hanya membutuhkan kejelian serta kejujuran WP, tetapi membutuhkan pemahaman dan nalar logika yang harus jalan juga. Sebagai konsultan, tugas saya adalah menekankan kepada seluruh klien untuk memahami pergerakan aset masuk dan keluar. Selama hampir 5 tahun saya berkarir di dunia perpajakan, saya memahami kenapa WP sangat takut melaporkan asetnya di dalam SPT Tahunan.

Alasan yang logis dan tidak logis juga menurut saya, dari sekian banyak klien, mereka mengungkapkan bahwa takut akan membayar pajak besar apabila melaporkan aset yang nilainya besar.

Sebentar, sebentar. Perlu saya tekan bahwa melaporkan aset pada dasarnya tidak ada hubungannya dengan membayarkan berapa besarnya pajak terutang. Namun yang perlu diperhatikan, ada berapa penghasilan yang diterima sehingga bisa membeli aset tersebut. Saya beri contoh agar lebih mudah mengilustrasikan.

Misal ada WP bernama Ega Fansuri. Blio bekerja di Mojok dengan gaji standar UMR Jogja dan sekitarnya, memiliki mobil dengan harga 500 jutaan, dan dilaporkan. Akan tetapi, melihat sumber penghasilan yang diterimanya, ternyata gaji di Mojok selama satu tahun tidak bisa mem-backup pembelian tersebut. Maka ini akan menjadi pertanyaan bagi fiskus, apakah ada penghasilan yang belum dilaporkan atau ada faktor lainnya.

Ternyata usut punya usut, mobil tersebut merupakan mobil pembelian orang tuanya yang diberikan kepada Ega untuk mobilisasi dan mempermudah dalam menjalankan pekerjaannya.

Atau misal, ada WP bernama Ahmad Khadafi memiliki rumah di kawasan Sleman dengan nilai perolehan Rp550 juta yang dibeli secara kredit dari Bank ABC dengan penghasilan yang ia peroleh selama sebulan misalnya Rp9,5 juta, tentu akan masuk akal bila diperuntukkan untuk pembelian aset dengan nilai tersebut.

Jadi pada dasarnya, melaporkan pajak tidak bisa serampangan dan butuh nalar logika yang cukup, tentu diiringi untuk memiliki rasa tidak perlu takut melapor pajak. Selama WP melaporkan pajaknya secara tertib dan sesuai aturan, serta bisa menjelaskan ke mana arah pengeluaran, penghasilan, serta perolehan aset, saya rasa akan aman-aman saja kok untuk laporan pajak.

Yang salah itu kalau kamu NGGAK LAPOR PAJAK!

BACA JUGA Salah Kaprah Definisi Penghasilan dalam Perpajakan dan tulisan Muhammad Abdul Rahman lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version