Berita menggegerkan datang dari artis berbadan kekar Agung Hercules. Ia meninggal dunia pada 1 Agustus 2019 di Rumah Sakit Dharmais. Siapa yang tak mengenal Agung Hercules dengan kekocakannya yang khas barbel itu. Dia sering tampil di media-media on air maupun off air dengan barbel kesayangannya. Saking cintanya dengan barbel, mikrofon yang biasanya dipakai untuk bernyanyi dia padukan dengan barbel. Sampai bakso yang menjadi usaha kulinernya juga berbentuk barbel. Suatu terobosan usaha bakso yang sama sekali baru. Mantul!
Selain itu, Agung Hercules juga sering memamerkan badannya yang kekar lagi bidang di setiap kesempatan. Ia seolah-olah menggambarkan manusia yang sempurna bak Hercules di cerita mitologi Yunani. Namun sayangnya, dengan kesempurnaan yang dimilikinya, tak menjamin umur panjang akan dipunyainya. Terbukti, ia meninggal di usia yang terbilang masih produktif.
Kalau dilihat-lihat, Agung Hercules itu tak merokok. Dia nampak menggunakan ‘pola hidup sehat’ yang didefinisikan oleh sekelompok orang. Suatu pola hidup yang mengesampingkan rokok, bahkan menganggap rokok perlu dijauhi.
Benar, pola hidup semacam itu ternyata hanya kontruksi dari sebagian kelompok saja untuk mengelabuhi masyarakat awam. Terbukti, masyarakat awam akan percaya pada pakar kesehatan yang memiliki prinsip pola hidup tanpa rokok. Padahal, itu semua hanya tipu-tipu saja!
Merokok dan tak merokok sama saja: semua orang pada akhirnya akan mati!
Justru, orang merokok lebih istimewa hidupnya daripada yang tak merokok. Ia bisa menikmati hidup lewat sesapan dan sebulan asap nikotin. Orang merokok tahu jeda yang tepat. Tahu bagaimana mengambil nafas dan mengeluarkan nafas panjangnya.
Sebagian orang sudah mengiyakan bahwa hidup sehat itu ya tanpa rokok. Produksi wacana ini dibangun melalui iklan-iklan televisi. Di sana, banyak digambarkan rokok sebagai barang yang membahayakan. Banyak penyakit muncul gara-gara rokok. Sampai, yang membuat saya tak habis pikir adalah dibungkus rokok tertuliskan, “Merokok dapat membunuhmu.”
Saya kok mau ketawa takut dosa, yak. Hehe
Dari mana hubungannya coba? Bisa-bisanya satu bungkus rokok yang tak tahu menahu duduk persoalannya dianggap sebagai pembunuh. Ambigu sekali. Rokok tak punya senjata macam laras panjang seperti para teroris. Rokok juga tak pernah berkata kasar pada siapapun, tiba-tiba dianggap pembunuh, pengrusak dan perlu dijauhi.
Iklan itu adalah pembodohan. Iklan itu juga bekerjasama dengan para kongsi instansi terkait, misalnya instansi kesehatan. Instansi kesehatan juga ternyata bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat yang, dalam hal ini, mewacanakan hidup sehat tanpa rokok. Bullshit semua, deh! Yakin!
Mohon maaf, ngomong-ngomong, jika rokok dianggap buruk dan perlu dijauhi kenapa peredarannya masih sangat besar di Indonesia? Kalau rokok adalah barang tak punya manfaat, kenapa justru para cendekiawan merokok? Bahkan, tokoh sekaliber Soekarno juga merokok.
Kalau ada yang mengatakan rokok dapat menyebabkan kematian, saya juga boleh mengatakan barbel dapat menyebabkan kematian, dong? Bahkan, tanpa mengurangi rasa belasungkawa dan hormat saya, Agung Hercules meninggal itu karena tak merokok. Jelas! Seandainya Agung Hercules merokok kemudian mati, kan bisa ‘dihidupkan’ kembali.
Masa mengkambinghitamkan rokok seperti itu, kan tak adil! Saya tak mau rokok dilambungkan seperti itu! Bahkan, orang merokok dengan yang tak merokok itu lebih riskan terkena penyakit orang tak merokok. Faktanya orang di rumah sakit lebih banyak didominasi oleh orang-orang yang tak merokok dari pada merokok, kok! Selain itu, orang yang mati karena merokok lebih sedikit dibanding orang yang mati tanpa rokok.
Sebentar-sebentar, nih. Sebenarnya orang yang merokok mati itu tak pernah mengalami kesulitan. Bahkan ia tenang-tenang saja. Sebab, mereka punya prinsip, kalau mati ya dihidupkan lagi pakai korek. Mudah, toh?