Menjadi warga Sumenep adalah salah satu cobaan bagi saya. Mulai dari menjadi kabupaten termiskin ketiga Jawa Timur, langganan dilanda banjir dan kekeringan karena buruknya kelola tata ruang, maraknya alih fungsi lahan yang tak pernah tercover secara baik oleh kebijakan, dan tentu masih banyak lagi.
Baru-baru ini, cobaan itu terasa makin berat, ketika Pemerintah Kabupaten (Pemkab) melalui pernyataan Wakil Bupati, Imam Hasyim, akan melarang masyarakat mengibarkan bendera Jolly Roger dari kartun One Piece di momen kemerdekaan. Tak tanggung, masyarakat yang melakukan itu akan diberikan sanksi. Imam menganggap pengibaran itu akan memecah belah masyarakat.
Imam juga mengatakan kalau pihaknya sudah berkoordinasi dengan semua perangkat di bawahnya hingga ke tingkat desa untuk memastikan tak ada pengibaran bendera One Piece di Sumenep.
Tak harus menjadi Nakama untuk terganggu atas pernyataan ini. Kita paham, berkibarnya bendera One Piece di bawah merah putih yang viral akhir-akhir ini justru adalah bentuk kecintaan masyarakat terhadap negaranya. Kita juga paham, masyarakat melakukan itu sebagai wujud protes dan kritik. Sangat berlebihan jika dianggap sebagai pemecah belah.
Wabup pernah tak bayar pajak mobil
Saya rasa Imam bukan cuma terlalu lebay, tapi juga ngala’ karebba dibi’ (seenaknya sendiri). Padahal beberapa waktu yang lalu, dirinya dan Cak Bupati, Fauzi Wongsojudo kepergok tidak bayar pajak mobil dinas (Mobdin). Ya, mereka nunggak pajak tahunan.
Mobdin Bupati Sumenep yang nunggak pajak adalah mobil Mercy GLS dengan nomor polisi M 1367 VP. Mobil ini menunggak pajak selama 2 tahun, terhitung sejak Desember 2023. Selain itu juga ada Pajero Sport dengan nomor M 1236 VP yang ternyata nunggak selama 1 tahun.
Sementara Dua Mobdin Wabup Sumenep yang juga menunggak pajak yaitu Toyota Voxy V A/T Vin Colour Black berpelat nomor M 1535 VP sejak 27 September 2024 dan Toyota Fortuner M 1513 VT sejak 1 April 2025.
Pelat nomor mobil dinas ternyata juga tidak sesuai atau menyalahi data kendaraan yang tercatat di instansi kepolisian. Dan ini dikonfirmasi langsung oleh Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso. Lucu, kan?
Pajak mobil terbayarkan setelah hal tersebut viral. Ya, ini kasus sudah terlewat dan warga mungkin sudah melupakan. Tapi ketika Imam Hasyim bicara soal pemecah belah dan sanksi atas berkibarnya bendera One Piece, saya jadi ingin menyoal keadilan Pemkab atas masalah yang terjadi.
Sumenep makin tak jelas
Padahal kalau kita mau objektif, tidak bayar pajak kendaraan oleh orang yang disebut Bupati dan Wakil Bupati itu lebih krusial ketimbang hanya mengibarkan bendera anime sebagai upaya kritik. Tak ada retorika memecah belah, tak ada statemen menye-menye tentang nasonalisme ketika ketangkap basah tak bayar pajak. Sampai sini saya harap Pemkab sekalian paham.
Dari pemerintah di tingkat nasional hingga ke tingkat daerah, satu yang membuat saya heran adalah sibuknya mereka mengurusi hal-hal sekelas bendera anime. Padahal jelas tak ada bentuk makar. Kita bisa saksikan di beberapa gambar yang viral, bendera merah putih tetap gagah berkibar di atas bendera tengkorak itu.
Di Sumenep, melarang dan mengurusi pengibaran bendera One Piece bagi warganya adalah tindakan konyol dan buang-buang waktu. Pemkab Sumenep masih punya bejibun PR untuk dikerjakan, seperti; Korupsi dana BSPS yang melibatkan oknum aparat Desa, alih fungsi lahan, migas Kangean, Visit Sumenep yang makin nggak jelas arahnya, disparitas akses warga kepulauan, jalan rusak, dan yang paling penting adalah kemiskinan struktural.
Bukan justru menuding warga yang mengibarkan bendera anime sebagai pemecah belah. Apalagi sampai akan menjatuhkan sanksi. Wassalam…
Penulis: Aqil Husein Almanuri
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
