Ada banyak nama unik di dunia ini. Misalnya Anti Dandruf, Honda Suzuki Impalawati, Lalu Dunia Pun Tersenyum. Dan, saya adalah bagian dari sedikit manusia di planet bumi ini yang memiliki nama unik yang sering bikin orang terkecoh: Dinas.
Perkenalkan, saya Dinas Bayu Aji. Ya, Anda tidak salah baca. Saya bukan “DIMAS” tetapi saya adalah “DINAS”.
Satu hal paling bikin badmood adalah ketika berkenalan dengan orang baru. Ada banyak cerita menyebalkan tentang nama saya. Khususnya ketika berkenalan dalam dunia formal karena harus menyebutkan nama lengkap.
Mau dinas ke mana?
“Dinas ke mana?” itu adalah guyonan yang sering dilontarkan oleh orang yang baru mengenal saya. Saya tidak tersinggung. Wong dunia ini memang tempatnya lucu-lucuan.
Terakhir, orang yang sering melontarkan guyonan seperti itu adalah dosen saya. Setiap kali ngabsen dan ketika sampai di urutan nama saya, beliau selalu nyeletuk, “Mas Dinas mau dinas ke mana?” Lalu seperti biasa, teman saya sekelas akan tertawa.
Selama satu semester, sebanyak 16 pertemuan, tak sekali pun beliau lupa dengan celetukan seperti itu. Saya bahkan sempat berpikir bahwa mungkin saja teman-teman sekelas hanya pura-pura ketawa untuk menghargai sang dosen. Mengingat jokes tersebut selalu dilontarkan tiap pertemuan.
Tiga tahun dipanggil “Dimas” oleh guru sendiri
Gimana perasaanmu dengan orang yang seharusnya sangat mengenalmu, justru untuk sekadar manggil nama saja salah? Parahnya lagi, salahnya gak cuma sekali atau dua kali, tapi berkali-kali selama tiga tahun. Sakit nggak, tuh?
Itulah yang saya rasakan ketika saya masih SMP. Guru saya, sebut saja beliau dengan sebutan “Pak Doni”, selalu memanggil saya “Dimas”. Padahal berkali-kali beliau mengabsen tulisannya juga “Dinas”.
Dugaan saya, kekeliruan Pak Doni dalam penyebutan nama saya ini terjadi karena…
Pertama, beliau adalah guru yang sudah sepuh. Mungkin saja karena matanya agak rabun makanya huruf N dikira M.
Kedua, “Dinas” bukanlah kata yang lazim digunakan sebagai nama orang. Jadi, mungkin saja beliau sebenarnya tahu kalau tulisannya “Dinas”, bukan “Dimas”. Namun karena itu tidak lazim, beliau mengira itu hanya typo. Lebih tepatnya, beliau mengira itu adalah typo yang berkepanjangan. Soalnya dari kelas 7 sampai kelas 9 tertulis “Dinas”.
Dikira typo dengan argumen yang logis
Waktu kuliah, ada teman saya yang pernah mengeluarkan teori konspirasinya mengenai nama saya. Dia bilang, “Ji, aku yakin sebenarnya bapakmu memberi kamu nama Dimas, tetapi yang membuat akte kelahiran typo.”
“Kok kamu bisa seyakin itu?” tanya saya penasaran.
“Soalnya di keyboard, huruf N dan M itu berdekatan. Jadi, kemungkinan besar terjadi salah ketik,” jawabnya dengan raut muka penuh keyakinan.
Saya hanya tertawa mendengarnya. Dan saya pikir, itu argumentasi yang logis.
Namun kebenarannya tidak begitu. Nama saya memang Dinas, bukan Dimas. Saya sudah mendengarkan kebenaran ini dari bapak saya sendiri. Alasannya apa? Nanti dulu, sabar. Di subjudul selanjutnya akan saya jelaskan. Pada subjudul ini saya fokus ke cerita teori konspirasi kawan saya saja.
Sekali lagi, nama saya bukan Dimas!
Sekali lagi, melalui Terminal Mojok, saya akan umumkan pada dunia: Saya bukan Dimas. Jadi jika suatu saat kalian bertemu orang baru, dan orang itu adalah Dinas Bayu Aji, wah, selamat, berarti Anda orang yang beruntung. Anda telah bertemu dengan salah satu kontributor Mojok.
Nggak perlu merasa salah dengar lalu bertanya, “Dinas atau Dimas, ya?” Percayalah, di dunia ini ada orang yang memiliki nama “Dinas”.
Awalnya saya sempat minder dengan nama ini. Namun setelah saya tanyakan ke si pembuat nama alias bapak saya sendiri, ternyata maknanya luar biasa keren. Cara bapak saya dalam menjelaskan pun saya rasa tak kalah keren untuk ukuran orang yang hanya tamatan SMP.
“Dinas Pendidikan berarti tempat layananan pendidikan. Dinas Kebersihan berarti tempat layanan kebersihan,” katanya. “Berarti, Dinas adalah tempat layanan, mengatur, atau mengelola,” lanjutnya.
Saya mengangguk kemudian bertanya, “Kalau Bayu?”
“Bayu berasal dari bahasa Sansekerta artinya angin. Angin itu kuat,” jawabnya.
“Angin kan bisa merusak,” sanggah saya.
“Betul, tapi kamu adalah angin yang aji. Aji itu mulia. Mulia berarti bermanfaat bagi manusia lainnya. Jika diartikan secara keseluruhan, Dinas Bayu Aji berarti orang yang memiliki kekuatan untuk memberi manfaat bagi orang lain,” papar bapak saya.
Setelah percakapan itu, tiba-tiba saya merasa bangga sekali dengan nama saya. Ternyata, nama saya bukanlah nama abal-abal yang kosong akan makna. Nama saya menyimpan harapan besar dari orang tua.
Sebenarnya perihal orang lain menganggap nama saya typo, dibuat guyonan seperti “Mau dinas ke mana?” saya sama sekali tidak sakit hati. Justru dengan keunikan ini banyak orang baru yang saya jumpai dapat dengan mudah mengingat nama saya. Bahkan beberapa dosen bisa menyapa saya ketika bertemu lantaran mengingat nama saya yang mungkin bagi mereka terdengar unik.
Bersyukur diberi nama unik
Pada akhirnya saya bersyukur diberi nama Dinas Bayu Aji. Tau kenapa? Karena saya pernah gooling “Dimas Bayu Aji”. Hasilnya banyak sekali muncul foto orang yang berbeda-beda.
Saya jadi mikir, meski tak pernah bikin skripsi, mungkin bapak saya memegang teguh prinsip: Jika membuat sebuah produk baru, harus berbeda dari produk-produk yang pernah ada. Karena itu akan menjadi kebaruan (novelty) dari produk yang kamu ciptakan. Ah, keren sekali.
Penulis: Dinas Bayu Aji
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Punya Nama Lengkap Hanya Satu Kata Ternyata Merepotkan




















