Saya termasuk orang yang berusaha jaga jarak dari drama Korea. Saya takut terpesona lalu jatuh cinta. Saya takut tenggelam dalam lautan luka dalam, lalu tersesat dan tak tahu arah jalan pulang. Jalan pulang ke tumpukan cucian, rekapan orderan, dan WAG wali murid setor hafalan. Halah.
Dari entah berapa ratus judul drakor yang sudah pernah lewat di semesta indra saya, baru dua judul yang saya tonton. Dong Yi dan TWOM (The World of the Married). Keduanya berjarak mungkin sekitar 8 tahun. Jauh. Namanya juga jaga jarak.
Menghanyutkan diri dalam arus pesona drakor itu menurut saya butuh level kepasrahan tertentu. Pasrah untuk bermata panda berhari-hari beserta segala kekacauan turunannya. Terabaikannya kerjaan rumah, beberes, masak, nyuci, nyetrika, ngurus anak, you name it. Pendeknya, guilty feeling of wasting time that tiring lahir batin. Segitunya? Untuk saya iya. Soalnya saya kalau nonton banyak scene yang saya ulang-ulang, terutama yang mengaduk-aduk emosi. Takjub aja sama skill mereka membuat adonan emosi seblended itu. Untukmu beda? Ya, kau tulislah sendiri.
Drama Korea, setidaknya dua judul yang saya tonton itu dan sepertinya kebanyakan judul lain yang banyak direview para drakor mania di medsos, enak dilihat menurut saya karena karakter-karakternya kompleks tapi manusiawi. Ada sisi baik dan sisi jahat yang natural. So human. Konfliknya rumit, dramatis, tapi make sense. Everything happen for a reason. Kalau konfliknya sederhana, eksekusinya yang paripurna. Kalaupun ada unsur kebetulan, ya masih logis dan manis, tak berlebihan. Alurnya nggak ngebosenin, penuh kejutan dan memancing rasa penasaran. Brengsek betul emang.
Pendek kata, jelas terlihat bahwa naskahnya ditulis dengan sepenuh respek pada akal sehat manusia normal. Manusia normal yang kalau bangun tidur ya muka bantal dan bukannya bermake-up tebal lengkap dengan bulu mata yang cetar. Manusia normal yang punya sisi baik dan buruk secara bersamaan, satu paket yang tak terpisahkan. Sesederhana itu yang ingin kami lihat, wahai para produser sinetron Indonesia.
Drakor umumnya juga mampu mengeksplorasi setiap ceruk rasa dengan cara yang kaya dan detail. Gesture, mimik, shot dan tutur yang efektif dan terukur. Nggak banyak yang mubazir seperti pelototan mata yang overdosis untuk sekadar menggambarkan keterkejutan. Properti cerita juga tertata rapi serta tak lupa misi-misi kapitalis yang tersisip manis. Amboi, apa aspek hidup di hari gini yang tidak disusupi misi halusinasi?
Ada sebuah web series bikinan Indonesia yang jadi tontonan baru bagi saya, judulnya My Lecturer My Husband (MLMH). Sebetulnya, sebelumnya juga sering muncul berbagai judul web series di timeline media sosial saya, tapi saya nggak tertarik sama sekali. Saya langsung pengin nonton My Lecturer My Husband apalagi kalau bukan karena ada Reza Rahadian-nya.
Saya nonton juga nggak banyak ekspektasi, cuma penasaran dengan Reza dengan level skill seperti itu mengeksekusi peran di sebuah web series yang tadinya saya pikir bakal kayak sinetron. Apalagi sutradaranya Monty Tiwa yang sering bikin film layar lebar dan bagus, hmmm bakal seperti apa ya garapannya?
Saya tontonlah 4 episode yang sudah tayang itu.
Wow, amazing. Menurut saya, feel-nya udah kayak nonton drakor. Ceritanya sederhana, tapi eksekusinya oke banget. Scene by scene-nya mengalir wajar. Terasa ada rasa hormat pada akal sehat. Ia mengakomodasi emosi-emosi manusiawi. Pun ada keseharian yang wajar sebagai umumnya pasangan suami istri yang canggung karena dijodohkan. Shortly, beyond my expectation.
Ternyata, Prilly itu nggemesin dan cute banget. Lihat dia makan aja, saya jadi ikutan lapar. Kalau Reza mah nggak usah dibahas, lah, ya. Saya bayangkan para gadis yang nonton dia jadi sibuk kayak pak kusir yang sedang bekerja. Mengendali jantung supaya baik denyutnya. Dag dig dug-nya pasti intens sekali. Astaga, merepotkan sekali dia, ya. Repot dalam tanda petik tentu saja.
Saya paling suka ekspresi keduanya ketika ketemu di kafe untuk pertama kali sebagai dua orang yang dijodohkan. Kaget-kagetnya, canggung-canggungnya, sebel-sebelnya, dan manis-manisnya serba pas. Bikin nagih nontonnya. Dinamika interaksi sehari-hari pasangan ini kocak dan nggak lebay. Hidup, ngalir, bikin gemes, dan baper.
Jadi, buat kamu yang suka series dengan cerita ringan, menghibur, dan nggak bikin kebanyakan mikir, nggak ada salahnya untuk coba nonton My Lecturer My Husband. Ceritanya memang sudah dapat ditebak dengan mudah hanya dari judulnya. Namun, dengan eksekusi yang serius, ia nggak bikin kita misuh-misuh karena logika alur ceritanya yang ngawur, kok.
Jadi, apakah saya siap pasrah dengan menghanyutkan diri dalam web series My Lecturer My Husband seperti drama Korea sebelumnya yang sudah saya tonton? Tampaknya iya. Mohon maaf, duet pesona Reza Rahadian dan Prilly yang menggemaskan susah untuk diabaikan begitu saja.
Sumber gambar: Instagram @mylecturermyhusband
BACA JUGA Nonton Webseries: Sebuah Cara untuk Berdamai dengan Waktu dan Diri Sendiri