Metamorfosis Bubur Ayam, Dulu Murah Sekarang Mewah

Menguji Validitas Bubur Ayam Palapa, Bubur Terenak Sedunia menurut Cing Abdel Achrian

Berbicara masalah makanan pasti tak akan ada habisnya. Selalu saja muncul makanan baru di setiap daerah. Entah itu makanan yang baru ada atau makanan yang sudah ada, tapi dikreasikan lagi oleh para pengolah makanan. Nah, salah satu untuk makanan yang sudah ada dan dikreasikan lagi adalah bubur ayam.

Siapa sih yang tidak kenal dengan makanan yang satu ini? Semua orang pasti tahu bubur ayam. Bubur sendiri adalah makanan yang berbahan pokok nasi. Maka tak heran, hampir semua daerah di Indonesia ada bubur ayam. Dari kecil saja kita sudah disuguhkan dengan bubur. Sebagian bayi memulai makanan yang berat dari bubur. Oleh karena itu, makanan satu ini dapat dinikmati oleh semua orang tanpa mengenal usia.

Bahkan jika sakit melanda, bubur ayam seakan menjadi satu menu makanan yang wajib bagi setiap orang sakit. Karena bubur berbeda dengan nasi biasa atau makanan yang lain, di mana semua makanan yang masuk ke mulut akan terasa pahit di lidah dan membuat mual saat masuk ke dalam perut, kecuali bubur. Selain itu, meski berbahan dasar sama dari beras, bentuk dan teksturnya berbeda jika sudah diolah. Maka tak heran jika bubur ayam selalu identik untuk makanan orang yang sakit.

Beda lagi dengan sekarang, pedagang bubur ayam hadir setiap waktu. Dari pedagang yang jualan di pagi hari sampai malam hari pun ada. Dulu bubur identik dengan sarapan pagi. Sekarang bukan hanya untuk sarapan pagi, bubur bisa dijadikan menu makan siang dan makan malam. Kenapa bisa seperti itu? Mungkin salah satu alasan bubur ada tiap waktu dan dijadikan menu makan adalah kreasi yang dibuat oleh para pedagang bubur saat ini.

Banyak pedagang bubur memberikan suguhan yang berbeda dari biasanya. Dulu makanan ini mungkin terbilang murah, namun siapa sangka kini bubur ayam dapat dijadikan menu yang mewah. Mungkin untuk generasi 90-an, dulu harga bubur paling mahal hanya Rp 5 ribu, namun sekarang harganya sudah lebih dari Rp 5 ribu. Paling mahal bahkan bisa mencapai kisaran Rp 20 ribuan ke atas. Sungguh suatu harga yang sama harganya dengan beberapa makanan berat pada umumnya. Maka tak heran dengan harga seperti itu, pedagang bubur ayam sekarang bersaing dengan para pedagang makanan berat yang tersaji di setiap jalan atau pertokoan, misalnya pedagang warteg dan rumah makan Padang.

Lantas, apa yang menyebabkan harga bubur saat ini bisa mencapai kisaran harga Rp 20 ribuan? Salah satunya adalah topping. Ya, topping untuk bubur sekarang variatif. Namun, rata-rata para pedagang bubur menambahkan toppingnya dengan bagian ayam lainnya seperti ati ampela, ceker, usus, dan telur, atau bahkan telur puyuh.

Selain topping yang berbahan ayam, yang membuat mahal harganya adalah topping standar bubur yang biasanya seperti cakwe, suwiran ayam, dan kerupuk dalam porsi tidak biasa. Porsi dari ketiga topping tersebut dibuat banyak. Dengan banyaknya topping dari bubur saat ini membuat para pedagang menyiapkan wadah untuk makanannya sendiri tidak hanya satu, minimal dua wadah. Satu untuk bubur dan satu lagi untuk topping.

Maka, tak heran jika harga bubur yang dulu sekitar Rp 5 ribuan kini naik menjadi Rp 10 ribu ke atas. Meski harganya bisa dikatakan mahal, tak mengurangi minat para penikmat bubur, khususnya pecinta kuliner. Mereka tetap menikmati bubur ayam dengan varian topping yang disuguhkan oleh para pedagang bubur masa kini.

Masih ada pedagang bubur ayam yang selalu digandrungi oleh masyarakat saat ini meski harganya tak lagi seperti yang dulu. Wajar dong, harga segitu juga bukan hanya berisi bubur biasa pada umumnya. Mereka yang membeli bubur bahkan rela mengantre demi makan bubur dengan topping yang banyak seperti itu.

Mungkin bubur sekarang bukanlah makanan untuk sekadar sarapan, makanan untuk bayi, atau untuk orang sakit. Pandangan tersebut kini terbantahkan dengan makin maraknya kreasi dari pedagang bubur itu sendiri. So, apakah kamu menyukai bubur ayam dengan varian topping meski harganya tidak semurah dulu lagi?

Sumber Gambar: endeus.tv

BACA JUGA Makanan Murah sebagai Tolok Ukur Kesejahteraan Daerah Itu Anehnya Paripurna.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version