Zaman sudah modern, teknologi semakin maju, tapi mengurus KTP hilang aja bikin naik darah. Udah ribet, di-php terus!
Orang Indonesia bagian mana yang merasa mengurus dokumen identitas di negeri ini mudah? Mau itu KK, akta lahir, SIM, ataupun KTP, ada? Sok, sini kasih tahu saya. Memang saya sempat nggak percaya kalau kata orang mengurus dokumen penting itu ribet banget, mungkin ya cuma sedikit njelimet karena beberapa persyaratan, wajar. Tapi, saya akhirnya mengalami sendiri dan itu membuat saya harus geleng kepala seratus kali.
Suatu waktu setelah perjalanan pulang dari kampus, saya baru menyadari di rumah kalau ternyata ritsleting tas saya terbuka. Saya kaget bukan kepalang begitu mengetahui KTP saya hilang. Saya akui ini kecerobohan karena terburu-buru dan nggak sempat memasukkan kembali KTP ke dompet. Bisa jadi KTP saya terjatuh dari dalam tas saat melewati banyak aspal yang penuh lubang menuju rumah.
Akibat kejadian itu saya harus mengurus KTP hilang ke salah satu kantor kecamatan di Kabupaten Malang. Namun sebelum mengurusnya, saya terlebih dulu bertanya pada teman yang kebetulan juga pernah kehilangan KTP. Waktu itu sih harapannya biar saya nggak kebingungan soal prosedur pengurusannya dan bisa cepat selesai.
Teman saya mengatakan kalau mengurus hal-hal semacam ini butuh waktu dan kesabaran ekstra. Uniknya pula, menurut teman saya entah kenapa proses mengurus KTP hilang tiap kecamatan bisa berbeda. Di kecamatan teman saya butuh waktu kurang lebih dua minggu sampai dia bisa mendapatkan KTP baru. Saya berpikir mungkin saja proses di kecamatan saya lebih cepat mengingat gedung kecamatan saya lebih bagus. Yah, cocoklogi aja, sih.
Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Butuh waktu empat minggu bagi saya untuk mengurus KTP hilang. Selama proses mengurus KTP tersebut banyak hal aneh dan nggak masuk akal yang rasanya cuma dibuat-buat sama petugas.
Daftar Isi
Mengurus KTP hilang ribet banget
Biasanya ketika ingin mengurus sesuatu yang mengharuskan saya ke kantor kecamatan, saya diminta oleh ketua RT untuk membawa surat pengantar darinya dan dari ketua RW. Namun setelah mendengar saran teman saya yang juga pernah kehilangan KTP, saya memutuskan langsung pergi ke kecamatan.
Alih-alih senang karena merasa lebih mudah, saya justru mendapat tantangan di kantor kecamatan. Begitu datang dan menjelaskan masalah saya, seorang petugas saat itu menyuruh saya ke polsek setempat untuk membuat surat kehilangan dengan membawa KK dan fotokopi KTP yang hilang jika ada. Semua itu sebenarnya sudah saya prediksi berkat bertanya pada teman saya tadi, makanya dokumen pendukung sudah ada di dalam tas saya. Tanpa babibu, saya langsung datang ke polsek.
Nah, di sinilah keanehan mulai terjadi. Pembuatan surat kehilangan lama sekali, padahal hanya ada satu orang yang datang lebih dulu dari saya. Sembari duduk menunggu, saya mendengar percakapan polisi yang sedang membuat surat dengan rekan di sebelahnya. Ternyata mereka kesulitan membuat surat kehilangan. Aneh kan? Hingga akhirnya datang seorang wanita yang sepertinya bertugas soal surat-menyurat. Beliau dengan cekatan membereskan surat kehilangan saya.
Disuruh balik tapi KTP belum jadi
Setelah surat kehilangan jadi, saya kembali ke kantor kecamatan yang jaraknya memang nggak jauh. Jalan kaki 3 menit aja sudah sampai. Saya sodorkan surat kehilangan itu ke petugas dengan penuh percaya diri. Si petugas lalu berkata, “Nomor HP-nya tolong dibacakan, Mas.”
Wah, mendengar kalimat itu, saya merasa proses mengurus KTP hilang ini sudah selesai dan saya akan dikabari untuk mengambil KTP baru. Saya pun membacakan nomor HP saya dengan nada ramah. Kemudian si petugas berkata lagi, “Balik lagi minggu depan ya, Mas.”
Saya pun kembali ke kantor kecamatan tepat satu minggu kemudian. Namun yang terjadi saya justru mengulangi tahapan yang sama. Datang, melapor, dimintai nomor HP, disuruh balik lagi minggu depan. Alasannya, KTP saya mau dicetak barengan dengan warga lainnya. Sebenarnya saya mulai jengkel karena di sela-sela kesibukan kuliah, saya harus menyempatkan datang ke kantor kecamatan yang jaraknya sekitar 17 kilometer dari kampus, Gaes!
Lebih jancuknya lagi, keruwetan ini terjadi hingga 4 kali! Alasannya pun nggak jelas. Blangko habis lah, blangkonya belum datang lah, dan sampai di minggu ketiga mengurus KTP hilang saya sampai protes saking lelahnya di-PHP. “Saya sudah datang, disuruh balik minggu depan dan terus begini sampai tiga kali, Bu. Saya sibuk kuliah tapi menyempatkan ke sini untuk mengurus KTP yang hilang, lho. Kampus saya jauh, Bu.”
Di satu sisi, saya sadar ini akibat dari kecerobohan saya. Tapi di sisi lain, hal ini menunjukkan betapa ribetnya mengurus dokumen seperti KTP di negeri ini. Jadi wajar kalau di luar sana banyak orang yang mengandalkan calo atau orang dalam meski harus mengorbankan sekian rupiah. Nyatanya proses itu bisa jauh lebih cepat dan nggak menguras emosi.
Akhirnya di minggu keempat, KTP saya baru jadi. Rasanya benar-benar lega. Dengan sedikit senyuman dan ucapan terima kasih pada petugas saya berjanji dalam hati agar nggak teledor lagi.
Dimintain nomor HP tapi nggak ada gunanya juga
Bagian ini memang paling aneh waktu mengurus KTP hilang, sih. Saya heran, kenapa setiap kali kembali ke kantor kecamatan, saya selalu dimintai nomor HP.
Maksud saya gini, kenapa petugas nggak menggunakan nomor HP saya ini untuk menghubungi saya? Para petugas di kecamatan bisa lho menghubungi saya—dan warga lain yang dimintai nomor HP-nya—untuk sekadar mengabari kalau KTP-nya belum jadi atau terkendala karena blangko belum datang, dll. Kenapa nggak mengabari lewat WhatsApp, misalnya?
Merenungi bagian ini membuat saya akhirnya merasa goblok sendiri. Saya selalu mau membacakan nomor HP saya, padahal sebenarnya saya juga tahu kalau petugas kecamatan juga nggak bakal menghubungi.
Semoga hal-hal yang saya alami saat mengurus KTP hilang nggak perlu kalian alami ya, Gaes. Zaman sudah makin modern dan canggih, mengurus dokumen gini aja kok masih ketinggalan?
Penulis: Muhammad Mundir Hisyam
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mengurus STNK Hilang Lebih Menjengkelkan daripada Kehilangan Itu Sendiri.