Mengapa Air Putih Kalah Pamor Dibanding Es Teh Manis?

es teh

es teh

Beberapa bulan lalu, salah seorang teman mengajak saya ke rumah makan ayam bacem. Di sana saya memesan seporsi nasi ayam bacem dan es teh. Teman saya pun berceletuk. Ia bertanya-tanya mengapa banyak sekali orang yang lebih memilih memesan es teh daripada air putih. Saya pun hanya tersenyum. Ia berkata dengan santai kalau ia jadi lebih sering pesan air putih daripada es teh saat makan di luar. Ia bilang, kalau bisa pesan air putih, kenapa pesan yang lain.

Lama saya tidak memikirkan perihal minum air putih. Hingga saya berpindah ke kota lain. Dan di sini, tiap kali saya makan di luar, saya tidak pernah memesan air putih. Dengan berbinar, saya lebih sering memesan minuman berwarna-warni. Es teh, es jeruk, teh hangat, jeruk hangat, es sirup, thai tea, jus alpukat, dan banyak lainnya. Meneguk itu semua, kerongkongan saya bersorak gembira. Lega~~

Saya pernah membaca perbandingan kadar gula di beberapa jenis minuman. Yang buat saya agak kaget waktu itu adalah tingginya komposisi gula di minuman bersoda. Namun, meskipun tahu, saya tetap minum soda di beberapa kesempatan. Tahu saja, tanpa timbul keinginan mengubah perilaku. Saya pikir, saya boleh bebas memilih makanan dan minuman yang saya konsumsi. Lagipula, usia saya masih muda. Saya pun tidak punya riwayat keluarga kencing manis. Hasil general check up saya dalam batas normal. Semua situasi itu membuat saya terlalu ‘bebas’.

Meski punya pengetahuan medis, saya masih sering bandel. Makan seenaknya. Minum semaunya. Yang penting rasa di lidah. Soal komposisi dan zat gizi tidak terlalu saya pikirkan. Dan malangnya, sesuatu yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Hingga mengkristal menjelma perilaku.

Hingga suatu hari lalu, saya bertemu dengan seorang perempuan muda. Usianya baru 32 tahun. Dan terdiagnosis kencing manis. Ia memang punya riwayat keluarga kencing manis. Tapi ia juga mengaku kalau pola makan yang ia terapkan sejak muda jauh dari sehat.

Saya mulai berpikir keras. Cerita perempuan muda itu berhasil membuat saya merenung. Melakukan kilas balik pada ‘dosa-dosa’ saya. Hingga saya menyadari pola makan saya juga jauh dari sehat. Saya omnivora sejati. Semuanya saya asup tanpa pilih-pilih. Termasuk, saat menentukan pilihan minuman saat makan di luar.

Saya, salah satu manusia yang menganaktirikan air putih bila ada es teh. Ditimbang-timbang pun, es teh tetap lebih lezat dan menyegarkan. Namun sesungguhnya, apakah sehatnya tubuh hanya terletak di ujung lidah? Nikmatnya sesaat, tapi pengaruhnya mampu bertahan lama. Entah pengaruh buruk atau baik.

Salah satu alasan air putih kurang populer barangkali karena diasosiasikan dengan rumah. Air putih –biasanya- selalu tersedia di rumah. Maka, ketika melancong ke luar rumah, air putih tidak jadi pilihan. Seolah-olah keberadaannya dicukupkan di dalam rumah saja. Untuk mengobati dahaga di luar sana, kita jadi seolah-olah punya banyak pilihan.

Yang kedua, air putih tentu kurang menarik bila disandingkan dengan es teh. Air putih yang tanpa rasa, tanpa warna, dan tanpa kandungan macam-macam itu, seolah pantas jadi urutan terakhir di kertas menu. Minuman polosan tentu tidak menantang kita untuk mencobanya. Lagipula, sensasi rasa yang menghibur lidah tentulah tiada.

Padahal, semakin sering kita mengkonsumsi minuman manis, makin tinggi pula gula yang masuk ke tubuh kita. Kementerian Kesehatan dalam websitenya mencatat, perilaku mengkonsumsi gula bisa berefek terhadap hormon insulin dalam tubuh. Jika dibiarkan, dapat menjadi risiko terjadinya penyakit kencing manis, obesitas, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan banyak penyakit tidak menular lainnya.

Lalu berapa sih batas aman konsumsi gula per hari? Menurut Peraturan Menteri Kesehatan, batasan konsumsi gula per hari sebanyak 50 gram. Gampangnya, 4 sendok makan. Padahal, kita tidak tahu berapa sendok gula yang ditakarkan pada es teh yang kita pesan. Belum lagi kalau kita pesan dua gelas. Atau tergiur jus alpukat saat perjalanan pulang, yang kita juga tak tahu berapa banyak gula di dalamnya. Kecuali kita pesan es teh tawar, sudah pasti beda soal.

Solusi supaya kita jauh dari penyakit tidak menular yang bersumber dari konsumsi glukosa berlebih ternyata sangat sederhana. Salah satu di antaranya adalah perbaiki jenis makanan dan minuman yang kita pilih. And the easiest way is to choose plain water instead of sweet iced tea.

Hayo, siapa aja yang masih punya kebiasaan makan nasi padang ditemenin es teh manis? Coba deh cek gula darahnya hihihi.

Exit mobile version