Saat kita pergi ke minimarket, kondom akan sangat mudah kita jumpai di dekat kasir. Kalau dipikir-pikir, peletakkan benda ini di dekat kasir tentu bukan tanpa alasan. Bagi saya, pihak manajemen minimarket sudah membuat keputusan yang benar. Hah, kok bisa? Apa saya pendukung pergaulan bebas? Oh, tunggu dulu.
Tentu tidak seperti alasan Kinder Joy yang dengan lucu dan unyu-unyunya dipajang di depan kasir karena targetnya anak-anak. Dengan asumsi, setiap anak kecil yang lihat akan tergoda untuk membeli Kinder Joy yang ada hadiah mainannya, tanpa peduli isi dompet emak atau bapaknya tinggal ribuan.
Setelah lama saya renungkan, setidaknya saya bisa menyimpulkan beberapa hal yang merupakan alasan filosofis kenapa kondom diletakkan di dekat kasir.
Pertama, untuk memberikan tanda bahwa barang tersebut bukan barang sembarangan yang bisa diambil bebas. Jika kondom diletakkan bersamaan dengan produk lainnya semisal obat-obatan atau sabun mandi, tidak ada jaminan kalau barang itu diambil oleh anak-anak dan disangka permen atau bahkan makanan.
Peletakkan barang tersebut di dekat kasir bisa meminimalisir orang mengambilnya sembarangan. Selain itu, remaja ingusan yang niat coba-coba juga bakal mikir-mikir dulu kalau mau ambil di deket kasir. Meskipun kasir nggak akan tanya untuk apa, pembeli setidaknya akan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang bisa membuatnya sungkan dan malu.
Kedua, pihak manajemen ingin melakukan survei. Untuk alasan ini, pihak manajemen tentu memiliki niat mulia dengan membantu lembaga-lembaga pengendalian kelahiran semacam BKKBN atau lembaga lainnya. Yakni dengan menjaring data usia pembeli alat kontrasepsi tersebut.
Dari karakter pembeli, usia bisa dikira-kira dari penampilan fisik. Lantas pihak manajemen minimarket bisa melakukan survei: berapa persen usia A atau usia B yang membeli kondom ini?
Pola perilaku pembeli juga bisa dianalisa dari bahasa tubuhnya. Jika pembeli kondom orangnya masih tampak muda dan malu-malu, bisalah dimasukkan pada pembeli usia muda. Bisa jadi dia baru nikah, yha, kaaan~
Jika pembeli adalah remaja yang saat membeli langsung menyembunyikan kondom yang mau dia beli, bisalah jika kita memiliki asumsi jika ia sedang coba-coba. Coba beli kondom maksudnya. Selebihnya, bisa kita anggap remaja tersebut sedang mempraktikkan pelajaran Biologi yaitu sistem reproduksi.
Selain survei karakter pembeli, manajemen minimarket juga bisa mengembangkan analisisnya tentang ketercapaian edukasi seks. Semakin banyak yang membeli kondom, itu berarti kesadaran untuk mengendalikan kelahiran tinggi. Jika sebagian besar pembeli adalah usia muda atau remaja, ketercapaian edukasi seks bisa dibilang meningkat. Kok bisa? Ya, berarti kehamilan remaja bisa dikendalikan, ya to? Eh, gimana?
Ini menunjukkan manajemen minimarket justru bisa memberikan kontribusi yang cukup besar dalam memberikan data ini sehingga berbagai pihak bisa menyikapi bersama.
Ketiga, melatih orang tua untuk berpikir kritis dan logis. Menjadi orang tua zaman sekarang dihadapkan pada tantangan bagaimana memberi edukasi dan pemahaman yang benar tentang reproduksi sejak dini. Nah, pihak manajemen minimarket membantu para orang tua agar mampu memberikan edukasi yang benar dan logis tentang benda yang berkaitan dengan reproduksi.
Bayangkan seorang bapak yang membawa anak kecil, lalu anaknya bertanya pada bapaknya, “Pak, itu apa sih?” sambil menunjuk ke arah kondom. Lalu si bapak akan berusaha keras memberi jawaban logis. Tentu saja jika menjawab itu permen pada anak kecil yang belum bisa membaca, bisa bikin dia minta dibelikan. Akan tetapi, jika si anak sudah bisa membaca dan masuk usia SD, ini memberikan tantangan yang semakin tidak mudah pada orang tua untuk menjawabnya.
Saya pernah mendengar seorang bapak menjelaskan pada anaknya bahwa itu dipakai untuk melapisi pisang. Jawaban ini tentu akan menimbulkan pertanyaan baru pada si anak, untuk apa pisang ditutupi? Gimana makannya, dong?
Penjelasan logis dan masuk akal tentu dituntut dari orang tua yang bijak bestari. Bukankah akan lebih baik jika pengetahuan tentang ini didapat langsung anak dari orang tuanya? Bagaimana jika anak justru mendapat pengetahuan dari orang lain atau sumber lain yang kurang terpercaya? Nah, sebagai orang tua, sebaiknya menggali lagi cara menjawab pertanyaan kritis anak dengan logis dan bijak seputar alat kontrasepsi.
Ketiga alasan tersebut membuat saya yakin bahwa manajemen minimarket telah membuat keputusan yang benar. Namun, jika masih ada protes, kenapa minimarket harus berjualan kondom? Poin alasan nomor tiga adalah penyebab utamanya.
Tentu membuat orang tua berpikir kritis dan logis tidak akan ditemui di apotik. Pasalnya, di apotik kondom sengaja diletakkan di tempat yang tidak kelihatan dari luar. Orang tua jadi nggak perlu repot menjelaskan barang yang sengaja nggak diperlihatkan sama anak, kan?
BACA JUGA Jangankan Bolu, Kondom Pun Harus Halal atau tulisan Hanifatul Hijriati lainnya.