Mendaftar 15 Kutipan Nggatheli dalam Film Tilik

Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Opini Julia Suryakusuma terhadap Film ‘Tilik’ Berbau Kolonialisme Gaya Baru feminisme terminal mojok.co

Film pendek Tilik (2018) adalah realisasi kegelisahan saya sejak kecil. Saya berpikir, ibu-ibu kalau sedang naik kendaraan untuk tilik atau menjenguk (orang sakit, meninggal atau, baru melahirkan), biasanya mereka ngomongin apa. Dan rasa penasaran tersebut terbayarkan dengan karya dari sutradara Wahyu Agung Prasetyo melalui Ravacana Films yang didukung Dinas Kebudayaan DIY. Setelah film ini di-upload melalui kanal YouTube mereka, trending topic menjadi ganjaran manis. Sekaligus memperlihatkan bahwa tidak hanya saya yang resah dan penasaran.

Film Tilik ini mengisahkan budaya para ibu-ibu Dasawisma di Bantul dan sekitarnya. Atas asas solidaritas dan bumbu bernama nggosip, kedua hal ini melebur menjadi hal yang padu. Di Bantul sendiri budaya tilik—jika tepatnya jauh—bisa melakukan hal-hal ekstrem yang digambarkan melalui film tersebut, ya, naik truk. Ibu saya bahkan pernah naik truk dari Bantul sampai Pacitan (Jawa Timur), pulang-pulang katanya bisa bikin buku karena saking banyaknya gosip yang ia dapatkan.

Saya juga pernah menulis tentang hubungan bilateral antara tilik dan Kobutri dalam “Adu Tangkas Bus Kota Kopata, Aspada, Puskopkar, dan Kobutri” dan tak banyak yang dapat digali. Hadirnya film Tilik seakan menambah khazanah hasil observasi mengenai hal ini. Maka dari itu, di sini saya akan mencoba membedah beberapa kutipan menarik dari film yang pernah menjuarai Piala Maya untuk kategori film pendek.

Mendaftar kutipan-kutipan nggatheli dalam film Tilik

#1 Dian ki gaweane opo, yo? (Dian itu kerjaannya apa, ya?)

Barangkali kalimat ini tidak pantas dijadikan kutipan yang mengesankan. Namun, kata-kata ini mengajarkan saya bahwa sebuah gosip ibu-ibu itu dimulai dari sebuah pertanyaan. Dari pertanyaan tersebut, biasanya yang menjawab itu adalah yang melemparkan pertanyaan. Lalu muncul asumsi, setelah itu perang argumen yang sifatnya sesat pikir (baca: gosip) pun terjadi. Dalam kasus ini, Bu Tejo adalah moderator yang luar biasa.

#2 Njenengan mbok ra waton yen ngendikan (Kamu jangan asal kalau ngomong)

Formasi bergunjing bertambah seru, semisal ada salah satu ibu-ibu yang sifatnya kontra. Di sini, Yu Ning adalah antitesis dalam melerai gosip-gosip tersebut. Biasanya, ia akan kalah suara dan gibahan dari pihak pertama akan semakin bertambah dan nggapleki. Alasannya akan melebar ke keluarga dan harta benda target gosip.

#3 Nek Dian gaweane nggenah, ra mungkin ndue bondo ngono kuwi (Kalau Dian kerjaannya bener, maka nggak mungkin akan punya harta sebanyak itu)

#4 Ya Allah, Yu Nah, ki piye to, Yu Nah, ngahahaha, wong ameh ndelok padang awit negoro kok malah muntah-muntah to, Yu Nah, ngahahaha

Ini merupakan kata-kata penenang jika ada salah satu ibu-ibu yang sedang mukok-mukok atau mabok perjalanan. Lagi-lagi, Bu Tejo adalah pusat kegayengan dan ke-kemlinthi-an tata surya.

#5 Bukane aruh-aruh karo aku, malah minggati coba (Bukanya menyapa melihatku, malah menghindar)

Bu Tejo kembali membuka diskursus dengan dialektikanya untuk Dian yang ia prediksi sedang hamil di luar nikah. Ini seharusnya blio membuat spanduk begini, “Seminar Bergunjing di Atas Truk Bersama dengan Ibu-Ibu Mau Tilik”.

#6 Jempol e kareti ndisik, ben ra sido kepuyuh (Jempolnya dikareti dulu, biar nggak kebelet kencing)

Ajur! Hidup sembilan tahun di Bantul, saya baru tahu mitos ibu-ibu yang satu ini.

#7 Piye to Gotrek (si sopir bus), keeeh, aku kon nguyuh neng tengah sawah po piyeee! Wegah aku, wedi ulo! (Gimana sih Gotrek, aku disuruh pipis di tengah sawah apa gimana? Nggak mau, takut ular!)

Kemudian, salah satu ibu-ibu menggoda begini, “Tur ora wedi karo ulone Pak Tejo to, Bu?” (Tapi nggak takut sama “ular”-nya Pak Tejo kan, Bu?). Seluruh truk nimpali dan bersorak, “Huuuuu.” Kalau ada saya, bakal saya timpali, “Cekiweeer!”

#8 Heee?

Scene berpindah kala Bu Tejo memberi tambahan uang kepada Gotrek. Kemudian, Yu Ning bilang diterima saja dan memberi tahu Pak Tejo bakal maju pemilihan lurah. Bu Tejo pun bilang begini, “Ora, ora, tur yo sakjane kih, ehem, ehem, nek misal, eheeem (ia sembari memainkan gelang di tangannya), yo warga seng ngajokke bojoku dadi, nganu… lurah, koyo Gotrek ngono, opo Yu Ning dadi tim sukses, yo, mosok aku yo nolak, ngahahaha.”

“Kuwi mau melbu sogokan, ketimbang dadi memolo, lho.” (Itu tadi termasuk sogokan, ketimbang jadi musibah lho.) Begitu timpal Yu Ning.

“HEEE?” ini merupakan gaya kaget khas Bu Tejo yang ikonik.

#9 Langsung tumandang, ora kakehan omong. (Langsung bekerja, nggak kebanyakan bicara)

Ia perkataan Bu Tejo saat sedang kampanye terselubung untuk suaminya. Hal ini disebabkan Bu Lurah sedang sekit-sakitan dan anak lanangnya imbas-imbis nggak jelas. Bu Tejo adalah penerapan grass-root politik bobrok terbaik.

#10 Bojoku wes ora iso ‘atahiyat’ (Suamiku sudah nggak bisa ‘atahiyat)

Guyonan ibu-ibu muslim untuk menggambarkan laki-laki impoten ini lebih lucu dan lebih sadis dari guyonan bapak-bapak cakruk.

#11 TUOOOT, TUOOOTTT!

Suara klakson truk Gotrek untuk menandakan ibu-ibu harus ngumpet duduk lantaran mereka melewati perempatan. “TUOOOT, TUOOOT”, klakson kedua, ibu-ibu sudah boleh berdiri kembali. Ilmu tambahan untuk memahami pola tilik ibu-ibu menggunakan truk yang mengabaikan unsur kesalamatan babar blas.

#12 Aku ki ora fitnah, aku gur jogo-jogo wae lho (Aku tuh nggak fitnah, aku cuma jaga-jaga lho)

“Ora usah nyebar fitnah, Bu!” tegur Yu Ning yang sepertinya sudah muntab dengan gosip yang disebarkan Bu Tejo sepanjang perjalanan. Dengan ndakik, Bu Tejo bilang, “Aku ki ora fitnah, aku gur jogo-jogo wae lho. Yo, jogo-jogo nek Dian ki wedokan ra nggenah. Nggoda-nggodani bojo-bojone dewe”. Trik ini umum dijumpai pada orang yang mau mengadu domba atau ngeles ketika informasi yang ia berikan tidak valid. Kedudukan kutipan ini setara dengan “Aku nggak ada maksud, tapi… (isi dengan fitnahannya)” dan “(Fitnah)… tapi, semua kembali ke pribadi masing-masing.”

#13 Aku sengit yen ono seng ngerasani bapake bocah-bocah (Pak Tejo). Dumeh saiki dadi pemborong sukses, kekancan karo para pejabat (Aku kesal kalau ada orang menggunjingkan bapaknya anak-anak. Hanya karena sekarang jadi pemborong sukses, berteman dengan para pejabat)

Jebul, selain ofensif dalam nggosip, Bu Tejo bagus juga dalam defensif embela diri saat terimpit oleh praduga Yu Ning. Tak cokot lho, Bu Tejo!

Yu Ning pun melawan, “Informasine Bu Tejo ki ra jelas je sumberne. Lha wong mung seko omogan-omongan nggon Pesbuk ro internet kok.” Tapi, yang paling wangun adalah jawaban dari Bu Tejo, “Welah, isih langka lho. Informasi seko internet ki mitayani ono fotone, ono gambare, heee.” Tuh kan, ternyata ada yang lebih bahaya dari bocah SD ngomong bajilak saat kalah push-rank: yakni orang yang percaya semua info di internet pasti benar.

#14 Apa tak telponkan saudara saya yang polisi, ya, Phaaaak? (Apa saya teleponkan saudara saya yang polisi, ya, Paaaak?)

Gara-gara perdebatan antara Bu Tejo dan Yu Ning yang berlangsung sengit, kode klakson khas truk pembawa gabah, “TUOOOT, TUOOOT” dari Gotrek tidak mereka pedulikan dan mereka pun ditilang oleh polisi.

“Apa tak telponkan saudara saya yang polisi, ya, Phaaaak? Bintangnya lima jejer-jejer gini berani apaaa?” teriak Bu Tejo, yang menggunakan kata-kata template dan kebiasaan orang Indonesia ketika ditilang.

#15 Dadi wong ki mbok yo sing solutip ngono lho (Jadi orang tuh ya yang solutif gitu lho)

“Dadi wong ki mbok yo sing solutip ngono lho” kata Bu Tejo dengan gaya yang mangkeli. Ini adalah sarkas dari Bu Tejo kepada Yu Ning yang salah menerima informasi dari Dian. Solutip di sini bukan solatip, namun solutif. Kata-kata ini pada dasarnya sangat benar, tapi karena diucapkan oleh Bu Tejo yang sedang berada di atas angin, kok rasanya tetap menyebalkan.

Dan dengan ending yang harus kalian lihat sendiri, film Tilik menyajikan realitas kehidupan yang maha membolak-balikkan perasaan. Kita jadi bingung, di film ini sebenarnya penjahatnya siapa.

BACA JUGA 5 Panduan Ghibah Bu Tejo di Film ‘Tilik’ bagi Netizen Sejagat dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version