Demak Kota Wali. Begitulah kira-kira julukan yang tersemat pada kabupaten yang terletak di sebelah barat Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah itu. Demak mendapatkan julukan tersebut tidak lain karena dulu, kabupaten yang sekarang dipimpin oleh ibu Hj. Eisti’anah ini memiliki peran penting dalam perkembangan agama Islam khususnya di pulau jawa. Kabupaten ini merupakan pusat penyebaran agama Islam pada masa Kerajaan Demak yang berdiri sekitar abad ke-15 silam.
Sejarah mencatat, dulu, Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Sehingga kalau kita tahu, bukan hanya andil dari umara saja Islam berkembang di sana, tapi juga pastinya ada peran penting dari para Wali Songo dalam mengajarkan agama Islam di wilayah Kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah tersebut, khususnya Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Kudus. Malahan pada tahun 1479 M, saat Raden Patah mendirikan Masjid Agung Demak, itu juga dibantu sepenuhnya oleh Wali Songo.
Kalau saya boleh memaknai, Demak Kota Wali itu maksudnya daerah ini sejak zaman kerajaan hingga menjadi sebuah kabupaten, kehidupannya masih ditopang oleh para wali. Sebab saya pernah membayangkan, jika dulu para wali nggak pernah singgah ke Demak, saya yakin Demak nggak bakalan bisa berkembang seperti sekarang ini. Kok bisa?
Daftar Isi
Demak tidak menjadi kabupaten yang agamis
Satu hal yang bakalan kalian jumpai saat tinggal di daerah Demak adalah kultur masyarakat yang agamis. Benar, banyak sekali kegiatan keagamaan yang dapat kita temukan di Demak, mulai dari yasinan, khataman al-qur’an, pembacaan maulid diba’ bahkan pengajian rutinan. Semua ada. Bahkan kegiatan ini selalu dilaksanakan setiap minggunya.
Saya meyakini bahwa hal ini tentunya nggak terlepas dari peran para Wali Songo saat dulu menyebarkan Islam di Kota Wali. Dampaknya bisa dirasakan hingga sekarang ini. Malahan, kalau kita tinggal di Demak kemudian diundang untuk datang ke acara pengajian warga, tapi kita tidak datang tanpa alasan yang pasti, itu sudah seperti aib bagi kita semua.
Selain itu, bukti kalau Demak merupakan kabupaten yang agamis adalah, misalnya saat kita berkunjung ke Alun-alun Demak saja, kita akan menjumpai di sepanjang jalan alun-alun terdapat hiasan asmaul husna yang berderet. Tentu hal ini membuat kultur Islam di Demak semakin kental. Dan tentunya, kalau nggak ada peran dari Wali Songo, Demak nggak akan bisa seperti sekarang ini.
Kondisi ekonomi tidak stabil
Diakui atau tidak, sebenarnya perekonomian di Demak itu masih ditopang oleh para wali. Coba bayangkan, jika makam para wali dan Masjid Agung Demak yang masyhur itu tidak terletak di Demak? Ada berapa orang yang bakalan kesusahan cari nafkah? Sebab faktanya, banyak dari masyarakat Demak menggantungkan hidupnya dari para peziarah, ada yang menjadi pedagang, pengurus makam, tukang ojek, tukang parkir dsb.
Dan untungnya lagi, setidaknya ada tiga titik sentral yang sering dikunjungi oleh para peziarah dari penjuru daerah. Di antaranya, di daerah kota Demak ada Masjid Agung Demak serta makam raja-raja Demak. Di daerah Kadilangu ada makam Sunan Kalijaga dan di daerah Bedono, Sayung ada makam Syekh Abdullah Mudzakir. Tentu, tiga titik ini sangat merasakan dampak keberkahan dari para wali termasuk dalam hal perekonomian.
Jika dipikir-pikir, pariwisata di Demak itu juga nggak ada yang istimewa. Mau mengajukan apa coba? Pantai Istambul yang di Karangtengah itu? Bagi saya, nggak ada kesan menarik selain panas, masih jauh kalau dibandingkan pantai-pantai di Jepara. Tracking mangrove yang ada di Bedono? Itu malah sudah terbengkalai. Brown Canyon? Eits, meski masyarakat Demak sering megaku itu milik Demak, namun sebenarnya tempat yang juga merupakan site tambang pasir tersebut milik Semarang lho, tepatnya daerah Rowosari dan masuk Kecamatan Tembalang.
Jadi, kalau pengin mengandalkan pariwisata pun sebagai penunjang ekonomi, hal itu masih kalah dengan pemasukan dari Masjid Agung Demak dan makam para walinya. Bahkan kalau kita searching tempat wisata di Demak, maka yang keluar paling atas adalah Masjid Agung Demak, kemudian makam Sunan Kalijaga, makam Syekh Mudzakir dll. Dan tentunya terdapat embel-embel wisata religi.
Tak ayal lagi, Masjid Agung Demak dan makam para wali di Demak merupakan salah satu faktor yang membuat kondisi ekonomi di Demak menjadi stabil.
Julukan Kota Wali nggak pernah ada
Hal yang paling masuk akal jika para wali nggak pernah singgah ke Demak adalah julukan Demak sebagai Kota Wali nggak bakal pernah ada. Mungkin Demak bisa dijuluki Kota Pesisir, sebab letaknya di daerah pesisir pantai utara. Atau mungkin Kota Seribu Lubang? Karena jalanan di Demak yang banyak lubangnya. Atau Kota Agraria? Karena kebanyakan masyarakat Demak juga merupakan seorang petani.
Entahlah, apa pun itu, yang terpenting sekarang kita tahu bahwa Demak memang nggak bisa jauh dari para wali. Singgahnya Wali Songo di Demak merupakan sebuah karunia yang bisa kita rasakan dampaknya hingga sekarang ini.
Penulis: Ahmad Nadlif
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 3 Alasan Demak Kalah Tenar Dibanding Kabupaten di Sekelilingnya