Pak Menteri, Memangnya Kenapa kalau Sinyal 5G buat Nonton YouTube doang? Terserahlah Mau buat Apa, Bebas!

Pak Menkominfo, Memangnya Kenapa kalau Sinyal 5G buat Nonton YouTube doang? Terserahlah Mau buat Apa, Bebas!

Pak Menkominfo, Memangnya Kenapa kalau Sinyal 5G buat Nonton YouTube doang? Terserahlah Mau buat Apa, Bebas! (Pixabay.com)

Pentingnya jaringan 5G di era ini jelas tidak bisa diabaikan begitu saja. Makanya jadi terasa aneh ketika Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa sinyal 5G tidak begitu penting, terlebih jika hanya untuk hal sepele macam YouTube. Pernyataannya jelas tidak bisa mewakili masyarakat dan memang jangan sampai mewakili masyarakat. Sebab, masyarakat mana yang tidak pengin punya jaringan internet yang cepat?

Terlepas dari apa motif Menkominfo berkata seperti itu, ada satu hal yang menggelitik: betapa orang masih meremehkan YouTube. Benar bahwa konten YouTube banyak yang sampah dan tidak mendidik (lagipula, siapa yang mewajibkan kontennya harus mendidik?). Tapi, bukan berarti tak ada konten yang benar-benar bagus bukan?

YouTube benar-benar lebih dari TV

Coba cari berapa orang yang hidupnya berubah jadi makin sukses gara-gara konten YouTube. Anda jelas tidak akan bisa menuliskan daftarnya di sini saking banyaknya. Ini bukan kreator kontennya lho ya, tapi orang yang hidupnya membaik gara-gara melihat konten educational di YouTube.

Jika dengan sinyal seampas itu saja sudah menciptakan begitu banyak keberuntungan, bayangkan sinyalnya 5G, yang jelas jauh lebih kencang. Maksa? Oh ya tidak sama sekali. Efisiensi kerja, itu benar-benar berpengaruh dengan kualitasnya. Dan sinyal yang cepat jelas masuk alat pendukung efisiensi kerja, sekalipun itu buat YouTube doang.

Kalian baru tahu sinyal kenceng itu bantu efisiensi kerja? Ya wajar sih, orang pada nggak pernah ngerasain sinyal kenceng.

Aplikasi belajar yang butuh koneksi internet kuat

Bagi banyak orang, terutama mahasiswa, dosen, dan pekerja yang terlibat dalam pertukaran informasi penting, koneksi internet yang cepat dan stabil adalah kebutuhan mutlak. Aplikasi seperti Zoom, Google Meet, dan aplikasi konferensi lainnya menjadi alat vital untuk rapat dan pertemuan jarak jauh. Kualitas sinyal yang buruk jelas mengganggu kelancaran pertukaran informasi dan mempengaruhi produktivitas dalam aktivitas tersebut.

Oleh karena itu, menyatakan bahwa sinyal 5G tidak diperlukan artinya ya memang nggak paham aja kebutuhannya. Mentang-mentang masyarakat banyak yang pakai internet buat YouTube, bukan berarti semua kebutuhan hanya untuk YouTube kan?

Pernyataan Menkominfo memang agak gimana gitu. Lumrahnya, ya apa yang rakyat butuh, itu yang diusahakan. Kalau rakyat butuh 5G buat YouTube, seaneh apa pun kedengarannya, ya diusahakan. Bukannya mengerdilkan atau menganggap nggak penting. Toh, lebih nggak penting lagi jika nggak kerja kan?

Lagipula, udah 2023 masih bilang internet cuman buat YouTube-an. Padahal ada lebih dari satu miliar situs internet di luar sana. Hm, susah.

Penulis: Nurul Fauziah
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Apa itu Jaringan 5G dan Perlukah Membeli Hape 5G di Indonesia?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version