Memahami Mere-exposure Effect dalam Ungkapan ‘Witing Tresno Jalaran Soko Kulino’

witing tresno jalaran soko kulino atlet bucin pengalaman selingkuh pacaran dari sudut pandang laki-laki mojok.co

atlet bucin pengalaman selingkuh pacaran dari sudut pandang laki-laki mojok.co

Meskipun saya bukan orang Jawa, saya sudah sering mendengar dan membaca kalimat “witing tresno jalaran soko kulino”. Pertama kali membaca ungkapan ini saya tidak tahu artinya. Saya sempat salah mengartikan ungkapan ini dengan salah satu pepatah Jawa lainnya yang cukup terkenal yakni “alon-alon asal kelakon”. Saya kira “witing tresno jalaran soko kulino” ini artinya biar pelan asal selamat. Setelah mencari di google, barulah saya paham bahwa ungkapan ini berarti cinta tumbuh karena terbiasa.

Setelah membaca arti dari ungkapan tersebut, saya yang saat itu masih remaja tanggung langsung mengamininya. Menurut saya memang valid dan cukup masuk akal kalau cinta bisa tumbuh karena terbiasa. Semakin sering kita berinteraksi dengan seorang lawan jenis, semakin banyak hal yang kita ketahui tentang orang tersebut. Lama-lama ya kita bisa jatuh cinta dengan orang tersebut. Saya cukup meyakini hal ini meskipun hanya berdasarkan pertimbangan logika saja.

Sampai kemudian suatu hari dalam salah satu topik perkuliahan yang membahas tentang hubungan interpersonal dan cinta. Saat itulah saya pertama kali mengetahui istilah mere-exposure effect atau bisa diartikan dengan efek eksposur berulang. Teori efek eksposur berulang ini pertama kali dijelaskan oleh psikolog asal Polandia, Robert Zajonc, di sebuah jurnal penelitian yang terbit pada 1968. Baru setelah saya mengetahui hal ini, saya kemudian sadar bahwa selama ini ungkapan legendaris witing tresno jalaran soko kulino ini memiliki keterkaitan dengan salah satu topik penelitian yang sudah cukup lama dibahas oleh para psikolog sosial.

Lalu sebenarnya, apa sih mere-exposure effect ini? Dalam jurnal penelitian tadi, Zajonc pertama kalinya mencetuskan hipotesis bahwa ketika seseorang terus mendapat eksposur yang berulang-ulang terhadap suatu stimulus maka perlahan-lahan sikap seseorang tersebut terhadap stimulus ini akan menjadi positif. Jika disederhanakan, bisa dibilang mere-exposure effect ini berarti ketika seseorang semakin sering bertemu dan berinteraksi dengan orang lain maka semakin besar kemungkinan kita akan memberi penilaian positif terhadap orang tersebut. Efek paparan berulang ini juga tidak hanya berlaku dalam hubungan interpersonal saja, tapi juga biasa digunakan dalam mempromosikan iklan ataupun lagu.

Dari hipotesis awal Zajonc ini kemudian banyak penelitian dan eksperimen yang mencoba membuktikan hipotesis ini. Penjelasan dan penelitian yang cukup lengkap dari mere-exposure effect ini datang dari ilmuwan psikologi bernama R. F. Bornstein yang menuliskan penelitiannya di jurnal yang terbit pada 1989. Di jurnal inilah kemudian Bornstein menjelaskan mere-exposure effect dengan lengkap. Bornstein menyimpulkan konsep efek eksposur berulang ini dengan gagasan sederhana: keakraban atau kedekatan kita dengan seseorang mengarahkan kita pada kesukaan terhadap orang tersebut.

Penjelasan Bornstein ini tentu saja memvalidasi bahwa suka atau rasa cinta bisa bertumbuh karena biasa sebagaimana ungkapan witing tresno jalaran soko kulino itu tadi. Bahwa cinta bisa bertumbuh karena semakin seringnya kita berinteraksi dan semakin akrabnya kita dengan orang lain. Menurut Zajonc, awalnya kita mungkin merasa cukup awkward ketika pertama kali berkenalan dengan seseorang. Lama-kelamaan rasa awkward ini akan menghilang dan stimulus yang kita kembangkan, penilaian dan evaluasi kita terhadap seseorang ini lama-lama akan jadi positif seiring dengan semakin seringnya kita bertemu.

Rasa-rasanya menurut saya mere-exposure effect ini juga menjelaskan bagaimana seseorang bisa terjebak cinta lokasi, ataupun jatuh cinta dengan sahabat sendiri. Sesuatu yang mungkin sangat sering kita jumpai. Dari yang awalnya canggung satu sama lain, jadi sering bercengkerama atau berinteraksi karena ketemu setiap hari. Perlahan-lahan tentu saja kamu akan mulai mengenali hobi dia, kebiasaan baik dan buruk dia, juga kamu semakin bisa mengenali perangai dan kepribadian orang tersebut.

Semakin lama tentu kamu mulai semakin dekat dengannya, dari yang awalnya cuma bercengkerama, sekarang mulai saling bercanda. Ketertarikan yang terbangun ini menurut para psikolog sosial yang meneliti tentang mere-exposure effect memang seringnya tidak kita sadari. Di kejadian nyatanya juga banyak yang seperti ini, tahu-tahu kita justru sudah jatuh cinta begitu saja dengan sahabat sendiri. Tentu saja tidak semua kedekatan ini berakhir dengan cinta, ada yang sekadar berakhir dengan rasa suka atau sekadar perasaan senang semata.

Menariknya, masih ada satu penelitian terkait efek eksposur berulang ini yang juga sangat berpengaruh. Berdasarkan penelitian R. F. Bornstein bersama dua rekannya Amy R. Kale dan Karen R. Cornell di tahun 1990, menemukan bahwa kebosanan bisa menghentikan terjadinya efek eksposur berulang ini. Dari penelitian ini, bisa kita tarik kesimpulan bagaimana mau witing tresno jalaran soko kulino kalau kesan pertamamu saja sudah ngebosenin, dan obrolanmu juga itu-itu aja, halahh.

BACA JUGA Return Trip Effect : Alasan Waktu Berangkat Lebih Lama dari Waktu Pulang atau tulisan Muhammad Harits Hikmawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version