Melihat Bagaimana Diskriminasi Melahirkan Konflik Muslim dan Hindu di India

konflik india

Melihat Bagaimana Diskriminasi Melahirkan Konflik Muslim dan Hindu di India

Belum lama ini konflik kekerasan terjadi di India. Konflik in sudah merenggut puluhan korban jiwa. Awal mula konflik terjadi adalah terjadinya serangan kepada kelompok muslim yang melakukan aksi protes atas Undang-Undang Kewarganegaraan di New Delhi.

Berawal dari seorang pria bernama M. Zubair yang berpapasan dengan sekelompok massa. Zubair ingin menghindarinya dengan berbalik arah, namun pilihan itu menjadi kesalahannya. Detik itu juga ia merunduk dan melingkarkan tangannya diatas kepala untuk melindungi dirinya dari serangan massa.

Kepala Zubair sudah mengucurkan darahnya, tetapi ia tetap diam di tempatnya melainkan ratusan massa lainnya hanya menonton kejadian itu. “kupikir aku akan mati” kata pria 37 tahun itu. “mereka melihatku sendirian. Mereka lihat peciku, janggut, dan shalwar kameez (pakaian tradisional India). Mereka melihatku sebagai orang Muslim dan kemudian mereka mulai menyerang, meneriakkan slogan-slogan. Padahal aku tidak menyakiti mereka. Tidak mengatakan apapun juga” lanjut Zubair. Penyerangan yang terjadi kepada Zubair merupakan rangkaian dari peristiwa kerusuhan di New Delhi.

Konflik ini berawal ketika Narendra Modi (Perdana Mentri India) mengeluarkan Undang-Undang (UU) kontroversial yang bersifat anti-muslim “Citizenship Amendment Bill” (CAB). Dalam UU tersebut diberitakan bahwa para imigran yang ilegal dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan punya kemungkinan untuk mendapatkan kewarganegaraan India, kecuali bagi mereka yang beragama Muslim.

Al Jazeera menulis, partai oposisi Kongres Nasional India berpendapat bahwa hukum ini sangat diskriminatif untuk umat Muslim, terlebih diberlakukan di Negara sekuler dengan penduduk 1,3 miliar yang mana 15% diantaranya adalah masyarakat Muslim.

Yang dikritik dari UU CAB adalah langkah itu bagian dari agenda supermasi Hindu di bawah pemerintah Perdana Menteri sejak berkuasa hampir 6 tahun lalu.

Sanjay Jha adalah juru bicara partai oposisi utama Partai kongres,mengatakan kepada Al Jazeera bahwa hukum itu ialah “bagian dari strategi Politik Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) yang memecah belah lebih dalam untuk menyinari India”.

UU CAB pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada Juli 2016, dimana merupakan amandemen UU Kewarganegaraan Citizenship Act 1955 yang menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan. Sementara itu, UU sebelumnya tidak menjadikan agama sebagai kriteria kelayakan untuk menjadi warga negara. Kontroversi utama UU CAB tahun ini adalah peraturan tersebut dapat dipakai untuk menghalangi Muslim dalam mencari kewaranegaraan. Sebagaimana yang diberitakan oleh tirto.id.

Lain halnya dengan konflik kekerasan antar agama, berita tentang seorang tetangga Hindu yang menyelamatkan satu keluarga Muslim dari amukan massa memperlihatkan adanya toleransi di tengah konflik tersebut. Kejadian bertoleransi di tengah konflik ini mungkin hanya segelintir orang saja. Tetapi satu orang bertoleransi di tengah konflik jadi hal yang sangat berarti.

Bahwasannya tidak semua warga Hindu New Delhi mendukung pasal UU ini. Masih banyak orang India yang punya toleransi tinggi tanpa memandang agama. Dan ini bukan hanya terjadi di masyarakat saja, tetapi juga kepada publik figur di India.

Lolosnya UU Kontroversial ini membuat dunia geger dan konflik kekerasan ini menjadi konflik antar agama yang paling parah. Keresahan yang terjadi di luar negeri bahwa PM ingin mengubah India yang sekuler menjadi negara Hindu. Perdana Menteri Narendra Modi adalah seorang nasionalis Hindu, dan ia tak pernah menutupi fakta ini. Yang mana diperjelas dengan meloloskan UU tersebut untuk memuluskan agenda politikya.

Seharusnya dengan melihat jumlah korban jiwa dan juga kecaman dunia dalam melihat konflik kekerasan ini, Perdana Menteri India bisa terketuk  pintu hatinya untuk menarik UU kontroversial mengenai anti-muslim. Hal ini tentu harus menjadi pelajaran bagi Indonesia. Jangan sampai negara membuat kebijakan diskriminatif karena kebijakan diskriminatif selalu, dan akan selalu, melahirkan konflik-konlik baru.

BACA JUGA Memahami Konteks Konflik Muslim dan Hindu di India biar Nggak Terprovokasi atau tulisan Qonitah Az-zahra Fatoni lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version