Mau Sampai Kapan Pakai Detergen yang Ngerusak Air dan Mencemari Lingkungan?

Mau Sampai Kapan Pakai Detergen yang Ngerusak Air dan Mencemari Lingkungan?

Pernah dengar tidak, sebuah pernyataan yang mengatakan, “apa-apa yang tidak natural akan semakin sulit dicerna oleh tubuh dan bumi?” Saya sendiri sering membaca kalimat tersebut di artikel atau tulisan-tulisan yang membahas tentang lingkungan.

Ya, pepatah itu saya rasa semakin relevan dengan kondisi di lingkungan kita saat ini. Semakin berkembangnya teknologi dan pemikiran manusia, semakin tidak sedikit pula kerusakan atau dampak negatif yang diakibatkan olehnya. Misalnya dengan penggunaan bahan kimia yang berlebihan dan senyawa tidak alami lainnya.

Pasalnya, sesuatu apa pun yang mempermudah manusia (dalam beraktivitas) itu pada akhirnya akan merusak manusia itu sendiri. Contohnya saja sabun dan detergen yang tidak pernah luput dari aspek kehidupan domestik. Selain menimbulkan masalah kesehatan, sabun dan detergen juga dapat menimbulkan masalah lingkungan yang serius.

Dilansir dari Health Grid, air berbusa yang dihasilkan dari detergen dengan bahan kimia (konvensional atau yang banyak dijual dipasaran), akan menghilang ke saluran pembuangan air dan akan mencemari lingkungan melalui aliran dan proses infiltrasi.

Air bekas mencuci ini akan menimbulkan berbagai masalah pencemaran yang juga dapat merusak ekosistem dalam air, seperti: mencemari kualitas air tanah dengan bahan kimia, pertumbuhan ganggang atau tumbuhan air berlebihan yang merusak ekosistem dalam air, hingga menipisnya oksigen dalam air yang akhirnya membunuh ikan dan organisme lainnya.

Alhasil, dampaknya akan kembali kepada kita sendiri. Kita akan menggunakan air hasil pencemaran detergen, atau makan ikan yang sudah terpapar berbagai bahan kimia tersebut. “Semua jenis detergen punya efek beracun pada ekosistem air” kata EPA (Environment Protection Authority Victoria).

Saya sendiri akhir-akhir ini sedang tertarik ketika ada sebuah tanaman yang tumbuh dari tumpukan sampah organik milik tetangga kamar kos. Saat saya tanyakan, ternyata itu berasal dari biji lerak yang ditimbun bersama sampah-sampah organik. Tanaman itu tumbuh tanpa sengaja, katanya. Bahkan tidak disiram air dan terbilang tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup. Namun jika dilihat, daun-daunnya bisa tumbuh subur.

Saya yang semakin kepo lalu bertanya, memang buat apa biji lerak?

Dia bilang, untuk mencuci baju.

Bagaimana caranya sebuah biji tanaman bisa dijadikan detergen?

Kita tinggal mencampurkan buah lerak yang sudah dipotong-potong ke dalam air, lalu rebus hingga airnya berkurang. Dan jadilah detergen lerak cair. 3/4 kg buah lerak bisa menghasilkan 6 liter sabun lerak siap pakai, katanya.

Dan lanjut ke pertanyaan, dapet leraknya dari mana?

Jika kita benar-benar berniat mencari, segala sesuatu itu pasti dapat ditemukan kok. Apalagi cuma lerak. Di Jogja, kamu bisa cari saja di Pasar Beringharjo. Pasar yang menjual segala kebutuhan, tapi tidak menjual gebetan. Di lantai satu, area pasar rempah. Selain menjual biji leraknya, di sana juga tersedia lerak yang sudah dalam bentuk cair, jadi kita tinggal pake aja kayak detergen biasa. Satu kantong cuma 20 ribu.

Nah, jika kita punya lahan yang cukup, bisa menanam sendiri. pohonnya bisa tumbuh 10 sampai 50 meter dengan diameter satu meter, pohonnya pun punya kualitas yang baik dan setara seperti pohon jati. Kan lumayan bisa buat ngadem sambil rujakan. Hehehe.

Pada dasarnya, lerak bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia yang notabene penghasil rempah-rempah. Namun, karena ketergantungan kepada detergen dan bahan kimia lain untuk pembersih, kita jadi tidak mengenal potensi yang dihasilkan oleh lingkungan kita sendiri. Padahal kan, selain lerak ada banyak sekali tanaman yangi lebih berkhasiat dari olahan dengan bahan-bahan kimia itu. Tapi dasarnya kita mah, maunya yang instan-instan.

Detergen sendiri datang ke Indonesia pada tahun 1970-an. Apakah berarti sebelum itu masyarakat Indonesia tidak mencuci? Justru masyarakat sebelum mengenal sabun dan detergen, mereka menggunakan lerak. Tanaman yang seratus persen alami dan biodegradable.

Tapi ya balik lagi, kitanya mau belajar dan cari tahu nggak?

Saya jadi ingat perkataan Pak Bambang, Pendiri Lintang Panglipuran, “Semakin banyaknya kita memproduksi produk-produk berbahan kimia tinggi, berbanding lurus dengan semakin rendahnya kepercayaan kita kepada khasiat-khasiat tanaman secara alamiah yang diolah tanpa bahan kimia.”

Padahal dari hal kecil seperti itu dampaknya kan bisa gede banget. Buat lingkungan terutama. Seperti mengganti penggunaan detergen dengan biji lerak. Bumi kita semakin tua dan rusak, kalau bukan kita yang menyelamatkannya, siapa lagi?

BACA JUGA Plastik Tercipta untuk Selamatkan Bumi, Sekarang Malah Jadi Masalah Lingkungan atau tulisan Annatiqo Laduniyah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version