Rabu, 1 November 2023, untuk kali pertama saya menginjakkan kaki di Pulau Jawa, lebih tepatnya di Magelang, Jawa Tengah. Setiap daerah memiliki budaya yang berbeda. Oleh sebab itu, kita harus bisa dengan cepat menyesuaikan diri, minimal menghargai.
Nah, selama di Magelang, saya merasakan gegar budaya. Ada beberapa perbedaan jika saya membandingkannya dengan Palembang. Sebuah perbedaan yang membuat daerah ini begitu menyenangkan, sekaligus mengecewakan, meski tipis saja. Izinkan saya menjelaskannya.
Daftar Isi
#1 Di Magelang, hari lebih cepat terang
Saya baru sekali ini merasakan bahwa pagi cepat datang. Baru pukul 5 pagi, tapi rasanya seperti pukul 7. Saya jadi bimbang mau tidur lagi atau tidak karena di luar sudah terang.
#2 Membuat pecinta pedas menangis
Sebelum berkunjung ke Magelang, saya mendapatkan cerita bahwa di Jawa, rasa masakannya cenderung manis. Selain itu, masakan atau sambal di sini juga tidak pedas.
Nah, informasi itu menemui kebenarannya ketika saya berkunjung. Saya makan sambal agak banyak, tapi tidak merasakan kepedasan. Masalahnya, bagi yang suka sekali pedas, makanan seenak apapun jadi terasa kurang nikmat. Oleh sebab itu, bagi orang Sumatera atau siapa saja yang suka pedas, ada baiknya membawa sambal sendiri.
Baca halaman selanjutnya: #3 Yang bikin kecewa: pelayanan kurang …
#3 Yang bikin kecewa: pelayanan kurang baik
Sebelumnya saya harus menegaskan bahwa ini pengalaman saya pribadi. Maka, bisa jadi pembaca mengalami hal yang berbeda terkait pelayanan di Magelang.
Jadi, saya tahu kalau orang Jawa itu sangat sopan dan ramah. Itu pemikiran saya dan mungkin pikiran banyak orang dari luar Pulau Jawa. Maka, pemikiran itulah yang saya bawa ketika masuk sebuah restoran untuk makan siang. Rumah makan yang kami tuju itu sangat asri dan sejuk. Pokoknya sangat memanjakan mata. Makanan yang tersaji juga beragam dan enak.
Namun, ada satu hal yang membuat saya kaget, lalu kecewa. Bermula dari saya yang memesan minuman. Saya memanggil pelayan, “Mas… Mas!” Eh, si mas cuek saja. Saya berpikir positif saja, mungkin si Mas tidak mendengar suara suara saya. Makanya, saya memanggil lagi dan dia menghampiri saya.
Saya berkata: “Mas, pesan 1 air es, ya.”
Si Mas mendengar pesanan saya dengan ekspresi datar, tanpa senyum, atau anggukan kepala. Setelah mendengar pesanan saya, dia langsung balik badan dan berlalu. Tentu saya kaget melihat respons seperti itu. Saya jadi kecewa ketika pesanan saya sampai. Namun, yang sampai adalah ES BATU, padahal saya memesan AIR ES.
#4 Jalanan Magelang yang menyenangkan dan tidak terlalu padat
Awalnya saya mengira Magelang seperti kota-kota pada umumnya di Pulau Jawa; padat dengan kendaraan. Ternyata saya salah. Di sana, jalanan tidak macet, masih banyak kendaraan umum, aspalnya bagus, bahkan masih ada delman. Intinya, jalanan di sana itu sangat menyenangkan.
#5 Udaranya sejuk
Sudah jalanan tidak macet, udara dan hawa di Magelang terasa sejuk. Terutama ketika subuh dan pagi, rasanya cocok sekali untuk jalan kaki. Bagi saya yang sehari-hari menghirup debu dan asap kendaraan merasa kaget. Sebuah suasana yang membuat saya ingin tinggal selamanya di sana.
Itulah 5 hal yang membuat saya gegar budaya. Sebuah perpaduan perasaan yang membuat Magelang terasa menyenangkan, sekaligus mengecewakan. Apakah kalian pernah mengalami perasaan yang sama seperti saya?
Penulis: Hendy Saputra
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Sego Godog Magelang: Makanan Underrated yang Enak Sekali
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.