Sebagai anak dari pemilik warung kelontong, sudah sangat biasa saya menemui dan menghadapi orang-orang yang mau membeli. Walaupun mereka saya layani sebisa mungkin karena nggak terlalu hafal harga-harga barang di warung ibu. Setidaknya, saya mencoba bantu ibu saya yang sering kerepotan di warung sendirian.
Warung ibu saya memang tidak sebesar agen-agen besar di pasar yang melayani ratusan langganan dan setiap hari ada pasokan ratusan sampai ribuan dari sales. Warung ibu saya cuma warung kecil dan terletak agak ke dalam, tidak terlalu di pinggir jalan raya. Tetapi, berkat warung ini saya bisa kuliah dan belajar banyak hal. Contohnya belajar nulis di Terminal Mojok.
Sebagai anak yang taat dan mencoba berbakti kepada ibu, saya kira membantu di warung adalah cara yang paling baik dan mudah sebagai bukti. Bukti saya anak yang berbakti, maksudnya. Walaupun, ya namanya juga ibu-ibu pasti ada saja saya kenal omel karena salah barang atau salah harga. Saya anggap itu belajar saja, walaupun agak jengkel. Namun, ibu mah selalu maklum kalau saya cuma bisa melayani pembeli sebisanya, atau cuma bisa anter galon. Mau bagaimana lagi? Dari kecil saya sudah merantau jauh dan jarang di rumah, alhasil tidak paham banyak harga barang di warung.
Selain membantu ibu, dalam menghadapi pembeli terkadang saya suka iseng mengamati tingkah laku mereka. Ini serius, saya melihat tingkah laku para pembeli dan bagaimana sikap mereka dari cara mereka bicara. Mungkin kalian pikir saya orang yang gabut dan tidak jelas ya? Mosok orang beli diperhatikan segala, seperti kurang kerjaan saja. Tapi ingatlah, belajar sesuatu itu dari mana saja bisa, Bro.
Kegiatan yang saya lakukan ini bukanlah kegiatan yang berlangsung sebentar, atau pengamatan asal-asalan. Meski hanya riset dan pengamatan sendiri, tapi saya melakukan ini sudah menahun. Terhitung sudah lebih dari lima tahun saya melakukan kegiatan aneh bermanfaat ini.
Baiklah, daripada penasaran dan banyak omong inilah pengamatan saya terhadap para pembeli dari cara mereka mengucapkan belee dan tingkah mereka. Check this out.
Pertama: Bilang “Beleee“ dengan teriak panjaaang dan nyaring
Kalau yang satu ini dipastikan hanya anak-anak kecil yang jajan. Palingan, mereka jajan agar-agar Wong Coco atau beli bola seharga goceng. Tingkah lakunya berisik, banyak teriak dan ingus meler lalu dilap dengan bajunya. Serta ada bau bedak dan minyak telon.
Kedua: Bilang “Beleee” dengan salam, lalu memanggil nama
Untuk yang satu ini paling banyak dilakukan oleh para tetangga yang sudah haji, serta sudah akrab dengan ibu saya. Biasanya begini cara manggilnya, “Assalamu’alaikum, Bu Alif, beleee (dengan nada berat).” Kira-kira seperti itu cara bicaranya. Biasanya, beli barang sepulang ibadah dari masjid dan masih menggunakan baju koko dan peci takwa.
Ketiga: Bilang “Beleee” dengan nada yang pelan dan terlihat cemas
Kelakuan pembeli seperti ini yang menjadi momok semua pemilik warung kelontong dan sembako. Tidak lain dan tidak bukan adalah para pengutang. Saya ulangi, ini adalah para PENGUTANG yang paling sangat dihindari tidak terkecuali oleh ibu saya. Biasanya mereka datang dengan senyum-senyum tipis tapi agak miris, lalu muka memelas sambil usap-usap paha. Halahhh, ketahuan sekali orang mau utang itu dan template mau utang sepertinya sama semua. Bukan apa-apa, tapi orang yang utang suka pura-pura lupa terus saat ditagih lebih galak. Gimana mau cuan pas dagang kalau begitu! Muhasabah diri kalian tukang utang di warung!1111!!
Keempat: Bilang “Beleee” lalu mengucapkan permisi
Kebanyakan yang mengucapkan permisi atau salam sambil permisi diiringi ucapan beleee adalah orang asing. Bukan asli daerah saya, dan orang yang kebetulan sedang lewat atau main di daerah saya. Orang yang seperti ini tidak banyak omong tapi tetap harus diawasi, karena kadang-kadang ada saja yang potensi berperilaku kriminal.
Kelima: Tidak ada suara tapi gawai ibu saya berbunyi
Yang terakhir tapi bukan least, biasanya kalau ini sudah sangat sering langganan tapi agak mager karena lumayan jauh. Biasanya chat lewat WhatsApp atau SMS. Mentang-mentang kami ada motor dan dorongan galon, jadinya ada saja yang punya alasan buat mager. Hadeuhh, tapi ya sudah tak apa yang penting masih mau beli. Kadang kalau mengantar barang sampai rumah, suka ditawari makanan, sih.
Sudah ya segitu dulu, saya mau anter galon lagi sama gas elpiji.
BACA JUGA Nostalgia 6 Kebiasaan Masa Kecil Pas Disuruh ke Warung sama Ibu atau tulisan Nasrulloh Alif lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.