Lomba Gratisan di Instagram Sukses Bikin Saya Jadi Manusia yang Emosian

Lomba Gratisan di Instagram Sukses Membuat Saya Jadi Manusia yang Emosian

Untuk menambah pengalaman, minggu lalu saya mencoba mengikuti lomba cipta puisi gratis di Instagram. Hadiahnya memang cukup menarik, dan saya antusias dengan itu. Namun, semua itu sirna ketika saya mengikuti persyaratannya langkah demi langkah. Saya pun memutuskan untuk menyesali keikutsertaan saya.

Menjadi mahasiswa yang dituntut banyak pengalaman, mengikuti berbagai ajang perlombaan tentu diharuskan. Kalau bisa dibilang, perlombaan dalam perkuliahan itu hukumnya fardhu ‘ain. Setiap orang harus ikut, jika nggak, eksistensi dan esensi kemahasiswaanya harus dipertanyakan.

Hal itu pun menyulut rasa semangat saya untuk mengikuti lomba yang ada di media sosial, Instagram contohnya. Beberapa kali scrolling di beranda, saya menemukan banyak event lomba yang menarik. Mulai dari karya tulis ilmiah, membuat poster, fotografi, video pendek, bahkan sampai lomba yang paling sederhana seperti cipta puisi pun ada.

Bagi saya, mengikuti lomba tentu harus memasukkan sedikit prinsip ekonomi. Ya, setidaknya saya bisa mengeluarkan modal seirit-iritnya guna mendapatkan hadiah yang sebanyak-banyaknya. Maklum mahasiswa, kan, kebanyakan adalah pengacara (((pengangguran banyak acara))), seperti saya ini.

Dari sekian banyak lomba tersebut, akhirnya saya memilih lomba cipta puisi gratis. Sebab, dari beberapa lomba yang saya temui sebelumnya, tampaknya lomba cipta puisi adalah lomba yang paling santuy dan gampang dibuat. Berbeda dengan lomba-lomba lainnya yang memerlukan banyak effort.

Nah, guna menjadi peserta dalam perlombaan gratis tersebut, saya akhirnya mengikuti persyaratan-persyaratannya. Alangkah syoknya saya ketika persyaratan yang saya ikuti nyatanya sangat njelimet dan ruwet. Serta, sukses membuat saya naik pitam. Berikut ini ulasannya.

#1 Peserta harus follow akun penyelenggara lomba

Poin pertama yang saya temui adalah perintah untuk mengikuti (follow) akun-akun media sosial penyelenggara. Mulai dari ketua pelaksana, sponsor, bahkan akun-akun panitianya sendiri. Saya, kan, bingung. Kenapa saya harus mengikuti akun-akun sebanyak ini? Seharusnya, kan, suruh mengisi formulir atau apa gitu. Bahkan, saya kadang sampai mikir, “Bener, sih, gratis, tapi kenapa malah nyusahin saya gini? Tolong!”

Dengan keadaan terpaksa, saya pun akhirnya mengeklik satu per satu rekomendasi akun medsosnya. Ada yang akunnya dobel (akun bisnis dan pribadi), ada yang akunnya nyabang dari akun part A sampai akun part Z, bahkan yang paling nggatheli adalah akun sponsor yang banyaknya minta ampun.

Misalnya, dari akun sponsor yang terkait, seperti akun penerbit, maupun akun sponsor yang nggak ada hubungannya sama sekali, seperti akun PT semen. Coba bayangin, lomba cipta puisi pakai sponsor semen tuh ngapain? Supaya bait-bait puisi saya kokoh gitu?

#2 Peserta harus membagikan pamflet ke berbagai macam ruang medsosnya

Selain itu, yang paling menyebalkan lagi adalah persyaratan membagikan pamflet ke berbagai macam grup media sosial, khususnya WhatsApp. Biasanya, setiap peserta diwajibkan untuk membagikan ke lima grup chat atau paling nggak ke sepuluh temannya secara personal.

Bagi saya, hal itu nggak apa-apa. Tapi, yang jadi masalah, teman-teman saya merasa terganggu. Pasalnya, di grup chat WA saya isinya ya teman yang itu-itu saja. Bagaimana tidak, ada grup mata kuliah, grup angkatan, grup kelas, grup kelompok, sampai grup gibah pun isinya sama. Malahan, kata teman-teman saya, pamflet yang saya share itu menuh-menuhin isi chat saja. Saya, kan, jadi bingung.

#3 Peserta wajib posting ini dan itu

Belum cukup sampai di situ, persyaratan selanjutnya juga nggak kalah menyebalkan. Bagi peserta yang ingin mendaftar, biasanya harus mengunggah twibbon dengan takarir yang telah ditentukan panitia.

Hal ini tentu sangat mengganggu keestetikan feed Instagram saya. Sebab, feed yang sudah saya tata rapi bak feed instagram Fiersa Besari, kini malah dihiasi oleh gambar twibbon yang sama sekali nggak estetik blasss. Tapi, mau gimana lagi, guna memenuhi persyaratan, dengan berat hati saya harus merelakan tampilan estetik feed instagram saya. Hasilnya, feed saya saat ini malah terlihat amburadul dan blas ra mashok.

#4 Peserta harus mention akun medsos teman-temannya di kolom komentar

Kelihatannya lomba gratis, nyatanya harus saya bayar cukup mahal. Memang, sih, nggak bayar lewat uang, tapi dengan memenuhi persyaratan tersebut, sejatinya kita bayar lewat usaha dan tenaga.

Menengok pengalaman saya di persyaratan sebelumnya, saya nggak mau lagi disemprot teman-teman saya karena share atau mention sembarangan. Hasilnya, demi menghindari itu, saya membuat banyak akun di Instagram. Yah, ada enam lah kira-kira. Bukannya bermaksud menjadi pengepul akun bodong atau apa, tapi njagani event seperti ini. Supaya nanti kalau ada persyaratan suruh nge-tag atau mention teman-teman saya, mereka nggak mangkel. Pasalnya, saya sudah kapok! Suwer, deh.

#5 Setelah semuanya selesai, peserta harus konfirmasi melalui admin/CP yang absurdnya naudzubillah

Terakhir, ini mungkin menjadi bagian yang sangat-sangat menyebalkan bagi saya. Lebih jauh lagi, setelah ruwet dengan persyaratan-persyaratan sebelumnya, saya disuruh mengumpulkan bukti-bukti itu ke seorang CP atau admin pendaftaran. Mulai dari barang bukti tangkap layar follow, share pamflet, mention, dan posting sekaligus.

Di samping itu, yang jadi masalahnya adalah CP atau adminnya kadang-kadang nggatheli. Mulai dari slow respons, syaratnya kurang, alasan penuh, ada syarat tambahan, dan segala macam. Sampai-sampai terbesit niatan untuk nggak jadi ikutan lomba Instagram itu. Tapi, kalau dipikir-pikir eman, sebab saya sudah melakukan berbagai lika-liku persyaratan yang super duper ruwet itu.

Nah, pesan saya untuk pihak penyelenggara lomba “gratis” di Instagram ini, niat Anda sangat mulia dan patut saya acungi jempol. Pasalnya, Anda secara nggak langsung membantu kaum-kaum ODP (Ora Duwe Penghasilan) seperti saya ini untuk terus kreatif dan berkarya. Tapi, mbok ya dimudahkan gitu, lho, syarat-syaratnya.

Kadang, mahasiswa seperti saya nggak jadi ikut lomba bukan karena lombanya susah, tapi kaget lihat persyaratan yang bikin puyeng kepala kita. Masa iya galeri foto saya isinya full tangkap layar persyaratan semua.

Meski begitu, permasalahan ini saya rasa dapat disimpulkan dengan hikmat. Bahwa di dunia ini semuanya nggak ada yang gratis, tis, tis, tis. Kalaupun ada, ya seperti ini, kita digiring ke jalan yang penuh lika dan liku, serta ruwetnya bikin emosi. Sampai-sampai, kita punya niatan untuk kembali dan nggak jadi mengikutinya.

BACA JUGA Cara Menang Giveaway di Instagram yang Paling Ampuh dan tulisan Adhitiya Prasta Pratama lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version