Saya sudah sampai pada titik jemu dengan iklan-iklan penggalangan dana yang terlalu mengekspos kesedihan. Apalagi untuk penggalangan dana bantuan medis, mereka yang sakit dipamerkan sedemikian rupa agar terlihat semakin menyedihkan. Tak jarang, unggahan memperlihatkan penyakit yang mereka derita tanpa ada sensor sedikit pun. Iya, tanpa sensor, Saudara-saudara.
Sebenarnya salah saya juga, saya masih mengikuti akun-akun penggalangan dana di media sosial. Padahal, saya punya kendali untuk berhenti mengikuti. Meski kesal, saya masih tertarik mengikuti pola penggalangan dana semacam itu. Awalnya karena tuntutan pekerjaan, lama-lama menjadi kebiasaan. Setelah berhenti bekerja, masih saja kebiasaan tersebut terbawa.
Saya sebenarnya selalu menolak ketika disuruh membuat konten yang terlalu membeberkan kesedihan. Pernah suatu ketika, saya menolak membuat konten penggalangan dana medis untuk operasi mata anak yang menderita glaukoma. Kala itu, lembaga tempat saya bekerja, bekerja sama dengan lembaga lain. Saya lebih memilih dimarahi atasan daripada harus melakukan hal yang menghianati hati saya. Beruntung, atasan saya mengerti dan memilih membatalkan kerja sama tersebut.
Saya juga tidak pernah mau jika disuruh mem-posting foto atau video yang terlalu mendramatisasi orang-orang yang sedang sakit. Iya, saya tahu mereka sedang sakit dan butuh bantuan, tapi tolonglah, jangan dilebih-lebihkan apalagi memperlihatkan penyakit mereka tanpa sensor sedikitpun.
Mereka itu sedang sakit, kenapa malah tega mengekspos secara berlebihan? Pernah berpikir bagaimana rasanya di posisi mereka atau keluarga mereka? Sudah tahu sedang sakit, malah dibuat semakin parah di mata publik. Saya jadi mikir, sebenarnya yang sakit di sini siapa? Yang akan dibantu atau Anda yang katanya peduli dan ingin membantu? Duh, nggak paham lagi saya.
Foto merupakan bahasa komunikasi visual yang merepresentasikan keadaan sekitar dan memberikan efek emosional secara langsung. Melihat foto bisa menghadirkan perasaan senang, sedih, benci, takut, dan perasaan lainnya. Begitulah hebatnya peranan sebuah foto.
Makanya saat kita melihat foto yang memperlihatkan kondisi seseorang yang sedang mengalami suatu penyakit dan foto tersebut disebarkan tanpa sensor sedikit pun, kita punmerasa iba sampai akhirnya melakukan tindakan untuk membantu. Minimal membagikan foto tersebut dengan harapan semakin banyak yang menyebarkan akan semakin banyak yang membantu.
Semakin sedih, semakin banyak yang membagikan, dan semakin banyak yang membantu. Bisa dibayangkan berapa banyak dana yang terkumpul? Setidaknya bisa menutupi dana untuk orang yang akan dibantu.
Tidak ada yang salah dengan membantu orang. Jelas suatu tindakan yang baik. Tapi, kenapa caranya dengan mengekspos secara berlebihan? Oh, tentu agar semakin banyak orang yang membantu, iya kan? Lagi pula foto-foto atau video yang menjual kesedihan biasanya lebih laku. Semua tergantung pada permintaan pasar. Kalau di pasaran laku, ya terus diproduksi dong. Hmmm….
Saya percaya orang-orang di Indonesia adalah orang-orang baik. Lihat saja setiap ada penggalangan dana dari lembaga kemanusiaan, komunitas, atau penggalangan pribadi pasti banyak yang akan membantu. Apalagi jika penggalangan dana tersebut viral, lalu dilakukan oleh orang yang terkenal dan memiliki pengaruh. Saya juga bahagia karena dari sini semakin banyak orang yang terbantu.
Teman saya pernah menyampaikan kebosanannya dengan pola penggalangan dana yang terlalu menjual kesedihan. Ia pernah mengusulkan untuk membuat penggalangan dana dengan konten yang bisa membuat orang bahagia. Jadi, orang membantu karena mereka bahagia bukan sebatas kasihan semata. Dalam hati saya berkata, benar juga apa yang dikatakan teman saya ini.
Boleh dong kalau saya iseng mempertanyakan kenapa konten penggalangan dana terlalu memamerkan kesedihan? Tujuannya apa? Beneran membantu demi kebaikan atau jangan-jangan biar dapat dana banyak, ya? Eh.
Ah, sudahlah. Saya harusnya bilang terima kasih karena kalian masih peduli dengan sesama, berkat kalian banyak orang yang terbantu. Semoga kebaikan kalian dibalas dengan berlipat-lipat kebaikan oleh Tuhan.
BACA JUGA 4 Hal yang Membuat Bekerja dengan Sistem Kekeluargaan Tidak Selalu Menyenangkan dan tulisan-tulisan Iim Halimatus Sadiyah lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.