Lee Hwi The King’s Affection, Sosok Paling Malang Sejagat Drakor

Lee Hwi The King’s Affection, Sosok Paling Malang Sejagat Drakor terminal mojok

Kalau sampai akhir drakor The King’s Affection nanti Lee Hwi beneran nggak bahagia, dia layak dapat penghargaan “Unlucky Character of the Year”, deh.

Dalam drama Korea, karakter yang ditampilkan sangatlah beragam. Latar belakang setiap tokoh memiliki kisah yang menarik dan nggak jarang membuat penonton merasa simpati, terutama pada tokoh yang kurang beruntung dalam hidup. Menurut kalian, siapa tokoh dalam drama Korea yang paling patut dikasihani? Apakah itu Cha Eun Sang di drakor The Heirs? Atau Geum Jan Di dalam drakor legend Boys Before Flower?

Bagi saya, Lee Hwi atau sang Putra Mahkota palsu dalam drakor The King’s Affection merupakan karakter dalam drakor yang benar-benar mengundang rasa iba. Hidupnya nyaris nggak pernah bahagia sama sekali. Sukacita yang muncul dalam hidupnya hanya bertahan sementara. Meski tergolong berkecukupan secara finansial, Lee Hwi ini ibarat sosok manusia yang sangat sering diuji oleh takdir. Berikut alasannya:

#1 Kelahirannya nggak diharapkan

Lahir dari seorang ibu yang bergelar putri mahkota dan kelak menjadi permaisuri nggak lantas membuat Lee Hwi disayang. Justru kakek dan ayahnya mengharapkannya untuk nggak pernah dilahirkan. Ini karena adanya kepercayaan bahwa seorang penerus takhta nggak boleh berbagi rahim yang sama dengan saudara kembarnya. Ditambah lagi jika kembarannya ini berjenis kelamin perempuan. Maka, dengan kekuasaannya, kakek dan ayah Lee Hwi berupaya melenyapkannya.

#2 Menjalani hidup sebagai “anak buangan”

Demi menyelamatkannya, Ibu Lee Hwi menyamarkan kematiannya dengan bantuan akupunturis istana. Lee Hwi lantas berhasil dibawa keluar istana dan tinggal sebagai orang biasa di kuil dengan nama Dam I. Kehidupannya di kuil pun nggak berjalan lancar karena ketika usianya menginjak fase remaja, kuil tersebut terbakar. Dam I pun mencoba peruntungan dengan menjadi pelayan di istana.

#3 Dimanfaatkan oleh Putra Mahkota

Baru sebentar menjalani profesi sebagai pelayan, Dam I ini bertemu dengan Putra Mahkota alias saudara kembarnya sendiri. Menyadari wajah dan fisiknya sama persis, Putra Mahkota lantas bertukar pakaian dengan Dam I. Putra Mahkota pada saat itu memiliki misi untuk menyelamatkan tutornya dari hukuman mati. Dam I terpaksa membatalkan kencannya dengan Jung Ji Un, seorang laki-laki bangsawan yang disukainya, gara-gara permintaan Putra Mahkota ini.

#4 Hidup bukan sebagai dirinya sendiri

Rupanya dalam menjalankan misi itu, Putra Mahkota terbunuh oleh perwira kepercayaan kakeknya yang haus akan kekuasaan. Putra Mahkota yang menyamar menjadi seorang perempuan ini disangka kakeknya, Tuan Sangheon, sebagai Dam I. Semenjak kematian Putra Mahkota itulah Dam I harus terus berpura-pura menjadi penerus takhta. Sebab jika dia mengaku, ibunya beserta pelayan-pelayan yang mengetahui jati dirinya akan dieksekusi mati. Dam I sempat merasa begitu tertekan ketika kehidupannya berubah total, sampai-sampai dia kabur dari kediamannya dan bersembunyi.

#5 Menghadapi kejamnya politik dan istana tanpa sosok ibu

Bagi Dam I, yang kini memakai nama Lee Hwi dan berstatus sebagai putra mahkota, ibunya adalah satu-satunya pelindungnya. Ibunya yang mengajarkan berbagai adat di istana dan mencegah kesewenang-wenangan Tuan Sangheon padanya. Tapi baru sebentar merasakan kehangatan kasih sayang ibu, ibunya jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Lee Hwi pun harus menghadapi kejamnya dunia seorang diri.

#6 Menyukai seseorang tanpa bisa mengutarakannya

Ketika dewasa, Lee Hwi yang telah mengenakan topeng sebagai laki-laki penerus takhta berjumpa lagi dengan Jung Ji Un. Pada saat itu, Jung Ji Un baru pulang dari Kerajaan Ming dan sesuai janjinya sebelum pergi, dia pengin menjadi tutor Lee Hwi. Lee Hwi berupaya memecat Ji Un karena dia belum sanggup menghadapi cinta pertamanya sekaligus masih menyimpan dendam pada Jung Seok Jo, ayah Ji Un sekaligus pembunuh saudara kembarnya.

Seiring berjalannya cerita, Ji Un, yang nggak menyadari bahwa Lee Hwi adalah perempuan, merasa bahwa Lee Hwi mirip dengan sosok Dam I yang dulu juga dicintainya. Ji Un dan Lee Hwi saling mencintai, tapi Lee Hwi nggak bisa membalas perasaan Ji Un karena Lee Hwi berpenampilan laki-laki meski jati dirinya adalah perempuan.

Menjalani hubungan dengan Ji Un akan membuatnya dicap sebagai pelanggar adat sebab pada masa itu pun masih sangat tabu bagi pasangan sesama jenis untuk menjalin hubungan. Dan apabila Ji Un dan Lee Hwi memang bersatu, apakah Lee Hwi sanggup menjadi menantu dari oknum yang selama ini membuatnya berada dalam penderitaan menjadi seorang putra mahkota gadungan?

#7 Kekuasaannya disetir oleh sang kakek

Dalam drama ini, Tuan Sangheon sangatlah berpengaruh dalam politik dan militer. Untuk mewujudkan semua keinginannya, Tuan Sangheon menekan dua raja sebelum Lee Hwi dan meminta cucunya itu untuk nggak macam-macam. Mobilitas dan inisiatif Lee Hwi sangatlah terbatas karena dominasi kakeknya.

#8 Terpaksa menikah

Ketika sudah dewasa, Lee Hwi didesak oleh Ibu Suri untuk segera menikah. Lee Hwi tahu bahwa mau nggak mau dia harus menikah dengan sesama perempuan. Diiyakannya perintah neneknya itu. Pernikahannya pun diputuskan secara politis. Lee Hwi diharuskan menikah dengan keluarga yang memiliki pengaruh kuat agar saat menjadi raja nanti, takhtanya nggak goyah. Maka, Lee Hwi pun menikah dengan putri menteri perang yang berada dalam fraksi politik yang sama dengan kakeknya.

Lihatlah, betapa mengundang iba hidup Lee Hwi ini. Sudah nggak bisa menjalani kehidupannya sendiri secara bebas, kehilangan identitas, sengsara pula karena nggak bisa mencintai laki-laki pujaan hatinya. Mari kita lihat ending dari drakor The King’s Affection ini. Kalau sampai akhir Lee Hwi nggak bahagia, dia layak mendapatkan penghargaan “Unlucky Character of the Year”.

Sumber Gambar: Unsplash

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version