Ternyata ada lho satu lembaga yang bisa membantu menyelesaikan masalah kita dengan pelaku usaha jasa keuangan, namanya LAPS SJK.
Pada pertengahan 2022, ramai pemberitaan dari pengusaha jalan tol yaitu Pak Jusuf Hamka yang bercerita bahwa dirinya merasa dizalimi oleh beberapa bank dalam sebuah skema pembiayaan untuk proyek tol yang sedang dikerjakannya. Dia merasa terzalimi karena ketika ingin melunasi pembiayaannya, dia justru mendapatkan denda karena dianggap melanggar ketentuan akad yang telah disepakati. Mau melunasi, tapi kok malah didenda, sih?
Nah, singkatnya, skema pembiayaan yang dilakukan oleh Pak Jusuf Hamka ini merupakan skema pembiayaan dengan model sindikasi. Jadi pembangunan jalan tol itu tidak hanya dibiayai oleh satu bank, melain beberapa bank sekaligus. Lantaran nominalnya pasti tidak sedikit, maka mayoritas pembiayaan sindikasi itu punya tenor yang sangat lama, minimal 10 tahun.
Dalam dunia perbankan, pembukuan terhadap pembiayaan itu dicatat disertai perkiraan pendapatan sesuai dengan waktu tenornya. Misalnya, pengajuan 10 miliar dengan tenor 10 tahun, maka oleh bank akan ditulis proyeksi pendapatannya 10 miliar ditambah dengan proyeksi marginnya misalnya 100 juta. Ketika ada pelunasan di tengah jalan, memakan proyeksi 10 miliar plus margin 100 juta jadi tidak bisa terpenuhi. Sementara proyeksi itu sudah masuk ke dalam pencatatan dan dijadikan sebagai beban bank kepada para deposan. Karena di sisi lain bank juga punya tanggung jawab margin kepada pihak nasabah yang mendeposit uangnya di bank.
Karena merasa dirugikan, Pak Jusuf Hamka kemudian mengungkapnya di media, alih-alih ke lembaga resmi yang benar-benar mengurusi hal demikian. Mungkin beliau beranggapan jika diselesaikan ke pengadilan, prosesnya begitu lama dan khawatir tidak terselesaikan.
Padahal dalam kasus yang dialami oleh Pak Jusuf Hamka, dan mungkin nasabah atau konsumen lain di luar sana, sebenarnya sudah tersedia lembaga khusus yang bisa dijadikan tempat untuk melakukan mediasi terhadap berbagai persoalan yang sifatnya keperdataan, yaitu Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).
Daftar Isi
Apa itu LAPS SJK?
LAPS SJK merupakan lembaga penyelesaian sengketa yang memiliki fungsi untuk menyediakan wadah bagi konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang menyangkut kedua belah pihak. Lembaga ini lahir atas hasil koordinasi dari asosiasi sektor jasa keuangan dan Self-Regulatory Organization/SRO (Bursa Efek Indonesia, Kustodian Sentral Efek Indonesia dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia). LAPS SJK telah memperoleh izin pada tahun 2020 dan resmi beroperasi pada tahun 2021.
Pembentukan lembaga ini pada dasarnya sebagai tempat bagi konsumen untuk mengadukan berbagai permasalahannya tentang perjanjian dengan PUJK. Jadi, LAPS SJK ini semacam tempat mengadunya para konsumen yang merasa ada kekeliruan dan ketidakadilan.
Kita semua sama-sama tahu, konsumen itu punya kerentanan yang cukup mengkhawatirkan ketika berhadapan dengan industri, terlebih itu adalah lembaga keuangan. Ketika persoalan itu menyangkut keperdataan, maka melaporkan ke kepolisian hanya akan membuat mereka bingung menyebabkan laporan tersebut ditolak. Lah wong mereka biasanya lebih sering mengurusi persidangan orang-orang yang melanggar lalu lintas, bukan perjanjian bisnis.
Apabila menyelesaikannya ke pengadilan, biaya dan waktunya terlalu bikin konsumen jadi teraniaya. Biayanya tinggi, waktunya bisa bertahun-tahun. Terlebih kalau berhadapan dengan hukum, konsumen punya atribut yang sangat lemah apabila dibandingkan dengan industri yang mampu membayar penasihat hukum yang kelas kakap.
Tapi dengan adanya LAPS SJK, baik konsumen maupun PUJK dapat menghemat waktu lebih singkat, yaitu paling lambat 30 hari untuk penyelesaian sengketa melalui mediasi dan paling lambat 180 hari jika melalui proses arbitrase. Dan yang paling penting, proses mediasi di LAPS SJK untuk perkara yang berkategori “Retail & Small Claim” itu gratis.
Perkara yang termasuk dalam Retail & Small Claim dan kriteria sengketa yang dapat ditangani
Beberapa perkara yang termasuk kategori “Retail & Small Claim” adalah sebagai berikut:
- Sengketa dengan nilai tuntutan Konsumen kepada PUJK sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) untuk sengketa di bidang pegadaian, pembiayaan dan fintech.
- Sengketa dengan nilai tuntutan Konsumen kepada PUJK sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk sengketa di bidang perbankan, pasar modal, asuransi jiwa, dana pensiun, modal ventura, dan penjaminan.
- Sengketa dengan nilai tuntutan Konsumen kepada PUJK sampai dengan Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) untuk sengketa di bidang asuransi umum.
LAPS SJK juga menjaga kerahasian semua pihak, baik konsumen maupun PUJK. Kerahasiaan ini penting mengingat ekosistem jasa keuangan identik dengan transaksi kepercayaan. Misalnya ketika sengketa ini merebak secara umum, maka nama baik konsumen bisa jadi buruk di mata lembaga keuangan. Hal ini tentu berpengaruh ketika konsumen atau nasabah mengajukan pembiayaan. Ada catatan merah yang dilihat oleh lembaga keuangan.
Sementara bagi PUJK, risiko reputasi jadi momok yang menakutkan karena bisa jadi dicap buruk oleh deposan bahkan investor. Dan lebih parah, nilai saham PUJK di pasar modal bisa mengalami penurunan harga.
Dalam praktiknya, LAPS SJK dapat menerima pengaduan sengketa dengan beberapa kriteria berikut:
- Pengaduan sengketa yang sebelumnya oleh PUJK telah dilakukan upaya penyelesaiannya namun hasilnya ditolak oleh konsumen atau konsumen belum menerima tanggapan pengaduan.
- Sengketa yang diajukan bukan merupakan sengketa yang sedang dalam proses atau pernah diputus oleh lembaga peradilan, arbitrase, atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya.
- Sengketa yang diadukan ke LAPS SJK bersifat keperdataan bukan pidana. Artinya, perselisihan hukumnya yang menyangkut ranah privat antara orang dengan orang, atau antara orang dengan badan hukum.
- Pengaduan sengketa yang mendapat persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Status putusan yang dihasilkan LAPS SJK
Kemudian pertanyaannya, apakah putusan yang dihasilkan di LAPS ini sifatnya mengikat? Jadi begini, dalam penyelesaian persengketaan melalui proses mediasi, yang dihasilkan adalah Kesepakatan Perdamaian. Kesepakatan Perdamaian ini apabila dikehendaki oleh para pihak dalam persengketaan dapat ditingkatkan derajat legalitasnya menjadi Akta van Dading. Akta van Dading adalah akta perdamaian yang diatur di dalam Pasal 1851 KUH Perdata dan Pasal 130 HIR yang memiliki kekuatan mengikat.
Sedangkan penyelesain yang melalui jalur arbitrase akan menghasilkan putusan yang setara dengan Putusan Majelis Hakim di Peradilan Umum yang sifatnya sama-sama mengikat. Namun dalam eksekusinya, memang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri. Dan untuk itu, putusan Arbitrase ini perlu didaftarkan ke PN untuk pelaksanaan eksekusinya.
Nah, kembali pada contoh kasus Pak Jusuf Hamka di atas. Ketika menghadapi kasus serupa, maka yang dibutuhkan adalah wadah yang bisa menghadirkan orang-orang kompeten untuk mencari jalan keluarnya. Dalam hal ini adalah para Mediator atau Arbiter yang ada di LAPS SJK.
Karena keduanya, baik Pak Jusuf Hamka dan pihak bank, sama-sama memiliki argumen. Pak Jusuf Hamka ingin utangnya cepat lunas, sementara pihak bank tidak bisa serta merta menghapus pencatatan pelunasan utang. Sebab, pihak bank punya tanggung jawab proyeksi keuntungan yang harus dibagikan kepada deposan dan investor. Makanya langkah paling bijak adalah dengan mengadukan persoalan tersebut ke LAPS SJK.
Kontak LAPS SJK
Layanan yang ditawarkan oleh LAPS SJK dapat diakses oleh masyarakat yang menggunakan produk dan/atau jasa sektor jasa keuangan. Sebelum mengajukan pengaduan kalian ke LAPS SJK, langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan membuka Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) di sini. Kemudian setelah itu dapat mengakses langsung secara detail di situs resmi LAPS SJK, atau menghubungi LAPS via email di info@lapssjk.id dan dapat juga menghubungi telepon 021-2527700.
Tapi patut diperhatikan, LAPS SJK hanya menerima penyelesaian sengketa untuk lembaga keuangan resmi yang sudah berizin OJK, ya. Bukan lembaga keuangan tak terdeteksi dan liar macam bank tongol, bank titil, dan berbagai macam rentenir berbentuk bank yang tiap pagi muterin pasar-pasar untuk mengikat mangsanya. Kalau kalian ngajuin utang ke mereka ya wes, tanggungo dewe.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA PinPri, Lembaga Pinjaman Abal-abal yang Jauh Lebih Biadab ketimbang Rentenir.