Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana

Perjalanan Panjang ke Kota Tidore Kepulauan Melelahkan, tapi Begitu Sampai Malah Betah. Hampir Tak Ada Tukang Parkir di Sana (unsplash.com)

Awalnya membayangkan perjalanan ke Kota Tidore Kepulauan bikin lelah, tapi sampai sana malah betah…

Saya bukan penggemar berat tempat-tempat baru. Apalagi kalau perjalanannya panjang dan melelahkan. Tetapi terkadang, pekerjaan menuntut saya untuk plesiran ke banyak daerah. Meskipun menyiksa batin, mau nggak mau, saya mesti melakukannya demi asas profesionalitas. Kemalasan mesti dilumat, kalau perlu disikat.

Kayak 2 tahun lalu, ketika saya pertama kali ke Kota Tidore Kepulauan untuk mengisi pelatihan. Mulanya saya ogah-ogahan. Membayangkan menggunakan 4 transportasi yang berbeda aja, aduhhh, pikiran saya sudah lumpuh. Ditambah perlu transit ke sana kemari bikin tubuh saya langsung lemas sebelum tancap gas.

Namun sampai di Tidore semua berubah. Yang tadinya saya malas-malasan, sampai di sana malah jadi betah. Saya ingin menetap lebih lama. Tidore berhasil membayar perjalanan melelahkan saya secara tuntas tak bersisa. Dan ini 4 alasan yang membuat saya langsung betah berada di Tidore.

Kesunyian Kota Tidore Kepulauan yang bikin candu

Tidore memiliki penduduk yang sedikit. Makanya hampir setiap orang di sana saling mengenal satu sama lain layaknya saudara dekat. Kesan sunyi pun lekat di kota seribu kearifan ini.

Kesunyian akan sangat terasa ketika malam tiba. Itu bukan kesunyian yang mengerikan seperti di film-film apocalypse. Ini jenis kesunyian yang membuat rindu. Nggak ada klakson yang memekakkan telinga atau nggak ada deru kendaraan yang ramai di Kota Tidore Kepulauan. Cuma ada suara deburan ombak, gemerisik daun, dan sesekali suara kucing berantem di atap rumah.

Olahan ikan yang segar

“Anak saya kalau ke Jawa, penginnya makan ayam. Ikannya nggak enak,” kata Bapak Dinas. Ya, saya mengamininya dengan sepenuh hati. Bila dibandingkan dengan olahan ikan di Tidore, di Jawa memang tidak ada apa-apanya. Ikan di Tidore rasanya segar-segar.

Bahkan orang di sana punya ungkapan tentang perbedaan kesegaran ikan di Kota Tidore Kepulauan dengan di Jawa. Kalimat itu bunyinya, “Nggak seperti di sini, ikan di Jawa itu sudah mati dua kali.”

Bersih, bersih, dan bersih

Pada tahun 2023 silam, Kota Tidore Kepulauan memperoleh penghargaan Adipura dari Kementerian KLHK. Penghargaan ini untuk mengapresiasi suatu daerah terkait kebersihan dan pengelolaan lingkungan. Nggak tanggung-tanggung, ini adalah penghargaan Adipura yang ke-10 bagi Tidore.

Penghargaan itu bagi saya sama sekali nggak berlebihan. Tidore memang kota yang amat bersih. Bapak Dinas yang menemani saya bilang kalau di Tidore ada budaya bersih-bersih setiap hari Jumat. Dan sejauh informasi yang saya terima, budaya ini nggak secara formal diresmikan.

“Awalnya cuma 1 orang kemudian pada akhirnya yang lain mengikuti,” kata beliau sambil memacu mobilnya menembus jalanan lengang.

Hampir nggak ada tukang parkir di Kota Tidore Kepulauan

Sebagai latar belakang, saya itu nggak menyenangi keberadaan tukang parkir. Okelah, tukang parkir di tempat yang ramai masih bisa saya toleransi. Namun kebanyakan tukang parkir, menurut saya, bercokol di lokasi-lokasi yang nggak memerlukannya.

Nah, uniknya, di Kota Tidore Kepulauan tuh hampir nggak ada tukang parkir. Bila ingatan saya nggak berkhianat, tukang parkir tuh cuma ada di area pelabuhan. Saya menyadari hal ini saat kali kedua ke Tidore ketika diajak jalan-jalan oleh Bapak Dinas. Saya perhatikan di warung makan, dan tempat umum lainnya, sama sekali nggak ada tukang parkir.

Ketika saya tanya ke Bapak Dinas, kata beliau memang di sini hampir nggak ada tukang parkir. Sebenarnya pernah dulu ada beberapa orang yang punya inisiatif tinggi untuk jadi tukang parkir. Akan tetapi warga langsung kompak menolaknya.

“Kalau ada tukang parkir, udah kayak tukang parkir itu,” kata beliau. Saya pikir betul juga. Banyak spot menarik yang kalau ada di Jogja mesti ormas setempat langsung gercep menyodorkan proposal parkir.

Nah, itu tadi 4 alasan yang bikin saya betah di Kota Tidore Kepulauan. Mungkin, kalau kamu muak dengan ruwetnya kota besar, Tidore bisa jadi tempat mendinginkan seisi jiwamu. Saya yakin, Tidore akan memberikan kenangan indah yang akan mendekam di kepalamu, selamanya. Tapi tentu saja, jangan sambil bawa proposal pengelolaan parkir, ya. Hehehe.

Penulis: Zaki Annasyath
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Maluku Utara Sangat Layak Menjadi Provinsi Paling Bahagia di Indonesia.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version