Saya sering nemu konten di Instagram maupun Tiktok yang menampilkan sudut Kota Solo dengan durasi 30 detik lalu diimbuhi teks “Solo ditinggal ngangeni, ditunggoni ora sugih-sugih”, terus dikasih backsound lagu melow atau pop yang lagi viral.
Konten itu membuat saya bergumam, bener juga ya. Kota yang didapuk jadi kota paling layak huni dan ternyaman di Indonesia ini memang patut dikangenin karena suasananya yang begitu hangat. Mulai dari orang-orangnya sampai lingkunganya, saya rasa Kota Solo ini memang senyaman itu.
Selain orang-orangnya yang ramah dan bikin nyaman, fasilitas di sini nggak perlu diragukan lagi. Di Solo pelbagai fasilitas ada. Dari pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi. Semua ada di Solo. Rata-rata dapat feedback positif semua. Apalagi soal transportasi seperti BST (Batik Solo Trans), nyaman pol pokoke. Kalau kalian nggak percaya coba datang ke Solo dan bisa buktikan sendiri.
Namun, di balik kenyamanan dan segala fasilitas di Solo yang bikin ngangenin ini, ada satu hal yang bikin saya dan semua orang di sini punya pikiran untuk keluar dari kota ini dan merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pasti kalian tau alasannya. Ya benar, UMK Solo yang rendah.
Kalau kalian belum tau, upah di Solo itu di angka Rp2.269.070, menduduki peringkat 14 di wilayah Jawa Tengah. Belum bisa dikatakan lumayan dengan posisi 14 itu.
Daftar Isi
Fokus bertahan hidup
Saya punya pertanyaan buat teman-teman. Jika kalian mendapat gaji standar segitu, apa yang kalian lakukan? Lebih tepatnya sih, apa yang bisa kalian lakukan?
Mau makan Marugame Udon yang seporsi 50 ribu, eman. Atau mau beli sepatu New Balance yang paling murah dengan harga 1 juta, sulit. Saya sarankan sih, urungkan niat kalian. Mending buat bertahan hidup di kota yang digadang-gadang paling nyaman ini.
Kenapa saya menyarankan hal tersebut, sebab beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca artikel dari Mbak Nurul Fauziah di Terminal Mojok. Artikel tersebut menyebutkan kalau biaya hidup di Solo ini bisa tembus 3,5 juta per bulan.
Kamu bisa bayangkan, dengan biaya hidup segitu, dan gaji ngepas UMK, jelas kalian lebih fokus untuk bertahan hidup ketimbang membahagiakan dirimu.
Kota Solo murah, tapi bagi orang Jakarta
Meski begitu, masih banyak yang mengamini biaya hidup Kota Solo sebenarnya nggak mahal. Salah satunya, dari teman saya yang asal Jakarta. Kata teman saya, kalau di Solo bawa uang 15 ribu sudah bisa makan nasi lauk ayam goreng plus sayur. Sedangkan di Jakarta sendiri, harga segitu belum dapat lauk ayam goreng, ujar teman saya.
Wis, Solo akhirnya merasakan apa yang Jogja rasakan: dipandang murah pakai standar orang Jakarta. Hadeh.
Gini lho, Lur. Kenapa biaya hidup Kota Solo terkesan murah, pertama ya karena upahnya sudah murah to begin with. Tak mungkin pedagang bisa mematok harga proper karena ya siapa juga yang bisa beli?
Biar memahami maksud saya, reportase Vice ini bisa memberikan gambaran. Memang fokusnya tentang Jogja, tapi, bisa juga diaplikasikan ke Kota Solo.
Ditinggal ngangeni, dienteni remuk neng ekonomi!
Kalau di Jakarta, mematok harga makanan proper, bahkan mahal pun aman. Di Ibu Kota saja upah kerja di sana per 2024 udah menyentuh angka Rp5.067.381,-, Dua kali lipat dari upah Kota Solo. Jadi wajar jika harga di Jakarta tak semurah di Solo. Soalnya upah di sana juga tinggi, maklum kalau biaya hidupnya juga tinggi.
Maka nggak heran jika Kota Solo dilabeli dengan biaya hidup yang murah bagi kacamata orang Jakarta dan sekitarnya. Lah wong upahnya ya murah. Kalau panganan di sini mahal, apa nggak nangis warlok sini kalau mengandalkan gaji UMK Solo yang naiknya nggak seberapa itu.
Ya begitulah, di balik Solo yang nyaman dengan segala fasilitasnya. Masih ada UMK Solo yang jauh dari kata aman. Jadi nggak heran jika ada konten dengan kutipan Solo ditinggal ngangeni, dienteni ora marake sugih!
Penulis: Akbar Maulana
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Kota Solo, Sebaik-baiknya Kota untuk Menetap